Sepulang dari kejadian di mall, selama perjalanan Adista lebih banyak diam. Begitu juga dengan Adrian, dia tidak ada keberanian untuk sekadar menyapa atau menenangkan Adista.
"Kenapa lama?" Tanya Siren.
Tanpa menjawab pertanyaan Siren, Adista meninggalkan belanjaan tergeletak begitu saja dan langsung menaiki tangga.
Semalaman itu juga, Farel terus menghubungi Adista. 13 panggilan tak terjawab dan 25 pesan WhastApp dari Farel saat Adista mengecek HP-nya di pagi hari. Memang sengaja ia silent HP-nya itu semalaman, karena tau Farel pasti akan menghubunginya. Adista lebih memilih menyibukkan diri dengan hal yang menurutnya berfaedah, nonton film, misalnya.
"Adista?" Suara seseorang dibalik pintu, "kamu belum tidur, nak? Boleh mama masuk?"
Adista membukakan pintu, membiarkan Siren masuk terlebih dahulu.
"Apa kau merindukan papa?" Tanya Siren menatap kumpulan foto yang tertempel di dinding.
"Selalu."
Siren menghampiri Adista yang duduk dipinggir kasur. Membelai rambut, dan memeluk Adista.
"Mama juga." Lirih Siren.
Melihat mamanya meneteskan air mata, Adista tak kuasa menahan air mata yang sedari ingin keluar.
"Jangan pernah menangis dihadapanku, mama tau kelemahan ku." Menghapus air mata mamanya, Adista tidak bisa membendung air matanya sendiri," Papa sudah tenang di sana."
"Hati seorang ibu selalu gelisah, melihat putrinya dalam kesulitan." Siren mencium kening Adista, "sekarang kamu tidur, istirahatkan tubuh dan pikiranmu."
Adista selalu merindukan papanya. Papa kandungnya. Ia meninggal karena kecelakaan mobil. Tidak ada yang menyangka ia akan pergi begitu cepat.
Kabar kematian Adam bagaikan seseorang melemparkan tombak tepat di jantungnya.
"Papa!!!"teriak anak berusia tujuh tahun.
"Papa dimana?" Panggilnya pelan.
"Papa...." Anak itu ketakutan.
"Papa disini." Ucap seorang pria memeluk anaknya.
"Jangan bercanda seperti itu," anak itu menangis tersedu-sedu. "Adista takut."
"Tenanglah sayang, papa tidak akan pernah meninggalkanmu."
Itulah kata terakhir dari papanya sebelum ia benar-benar meninggalkannya.
"Tidak!!! itu bukan papa!!!" Adista meronta setelah melihat jenazah papanya.
Butuh waktu dua hari untuk menemukan jenazah yang masuk ke dalam jurang. Ditambah cuaca pada saat itu sedang hujan deras.
"Papa Adista sedang bersembunyi, om. Kita sedang main petak umpet." isak tangis anak itu, siapapun yang melihatnya ikut meneteskan air mata.
Kenan. Sahabat Adam. Ia merasa bertanggung jawab atas Siren dan Adista. Ia memutuskan untuk menikahi Siren, dan berperan sebagai seorang ayah sambung untuk Adista. Awalnya Siren tidak setuju, melihat bagaimana hubungannya dengan Kenan dulu. Namun, terlintas bayangan Adista, dimana seusianya ia memerlukan keluarga yang lengkap.
"Hah.. hah.. hah." Adista terbangun dengan wajah penuh keringat membasahi tubuhnya. Mimpi itu lagi.
Entahlah, Adista harus bilang itu mimpi indah atau buruk. Baiknya, ia bisa melihat dan merasakan pelukan papanya. Buruknya, mimpi itu selalu terarah pada kecelakaan yang menjauhkannya dari papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Ever Be Mine
Romance"PERGI!!" ucap Adista dengan rasa takut, "berhenti disana!! jangan mendekat." lanjutnya berjalan mundur. "Akan aku jelaskan semuanya, berhentilah bersikap seperti anak kecil." jawab seorang pria yang berusaha mendekati wanita tersebut. "Apa lagi yan...