Part 2

128 13 5
                                    

"Kamu kenapa lagi sama Farel?" tanya Adiba memberanikan diri.

Adista tidak menjawab, ia malah menarik nafas panjang dan mengembuskannya kembali.

"Ta.." Adiba merangkul pundak Adista, "jangan ngambil keputusan saat kamu sedang marah. Lagipula kamu sama Farel udah mau hampir tiga tahun kan, itu bukan waktu yang sebentar Ta, masa iya cuman masalah sepele kalian putus."

Adista melepaskan rangkulan Adiba dengan kasar, "justru itu, buat apa pacaran lama kalau tidak aja kemajuan." Ada kemarahan dalam suaranya.

"Harus ya aku terus yang mengalah? aku cape. Kalau putus bisa bikin aku tenang, ga masalah aku ngelepasin hubungan yang udah mau hampir tiga tahun itu."

Adiba menggeser posisi duduknya lebih dekat dengan Adista, mengelus pundaknya, mencoba meredakan amarah sahabatnya, "yasudah kalo itu udah jadi keputusan akhir kamu, aku dukung apapun keputusan kamu, asalkan..." ucapan Adiba terhenti membuat Adista menoleh penasaran, "asalkan traktir aku makan." lanjut Adiba disusul gelak tawanya.

Adista tersenyum tipis. "Maaf ya, aku jadi melampiaskan kemarahanku."

"Gapapa ko, udah biasa." Adiba tertawa terbahak-bahak.

"Eh.. tadi gimana Pak Bando?" tanya Adista serius.

"Gajelas tau... dia masuk kelas terus cerita tentang kucingnya yang baru lahiran." Jawab Adiba kesal.

"Serius?" tanya Adista tidak percaya.

"Seriusan... nyesel tau aku bangun pagi." Adiba memajukan bibir kecilnya.

"Yaudah... kita makan aja yu, jadi lapar habis main drama."

Suasana dikantin tidak terlalu ramai. bisa dihitung, mungkin ada 7 orang yang makan disini. Karena sebagian dari meraka ada yang masuk kelas, ada juga yang memilih makan diluar.

Sudah lama Adista tidak makan disini. Terakhir saat dirinya semester dua, sudah hampir tiga tahun Adista tidak ke sini. Karena saat menjadi pacarnya Farel, Adista selalu diajak makan diluar. Ditempat yang ga terlalu berkelas dan ga terlalu rendah juga. Standar lah.

"Mau makan apa Ta?" tanya Adiba yang membolak-balikan menu di depannya.

"Mie ayam baso aja sama minumannya es teh manis."

"Oke. Samakan aja." Pilihan Adiba, ia menutup menu yang sedari tadi dibacanya. Tidak ada gunanya, pada akhirnya pilihannya sama dengan Adista.

"Mang!" teriak Adiba memanggil si penjual.

"Iya neng, mau pesan apa?" tanya si penjual mie yang masih muda.

"Loh? ko mang nya udah muda aja? perasaan terakhir kesini mang nya udah ubanan." tanya Adiba heran, "iya kan ta?" Adiba menyenggol lengan Adista, yang dijawab anggukan kepala.

"Saya anaknya, bapa sedang sakit. Jadi saya yang berjualan." penjelasan si anak tukang mie.

"Oh gitu." Adiba memangut - mangut, "yaudah pesen mie ayam baso 2 sama es teh manis 2 ya." kata Adiba.

"Baik neng, ditunggu ya."

Sepeninggal anak tukang mie baso, Adiba kembali menatap Adista yang sibuk memainkan ponselnya.

You Ever Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang