Adista menatap sekeliling berusaha menahan air matanya yang dengan sekali kedipan akan membasahi pipinya, "tapi untuk memberikan kamu kesempatan lagi," Adista berdiam sejenak menghela napas panjang, "kurasa aku..."
"Jangan." Farel memotong ucapan Adista, "jangan jawab itu sekarang. Aku ingin kamu melihat dulu perubahan aku nantinya. Aku akan berusaha, ada atau tidaknya perubahanku nanti aku hanya ingin kamu tau bahwa.... bahwa aku selalu mencintaimu."
"Aku berbohong," ungkap Adista, "soal laki-laki yang bersamaku waktu itu, aku tidak mencintainya. Aku mengatakannya begitu saja, mungkin aku ingin melihat bagaimana reaksimu setelah mendengarnya."
Farel menjambak rambutnya frustasi, "astaga Adista! kamu membuatku gila hanya dengan memikirkannya, lalu siapa sebenarnya laki-laki itu?"
Adista tersenyum kecil melihat tingkah Farel, "kami tidak sengaja bertemu, dia menolongku saat mobilku mogok. Aku berusaha meminta bantuanmu waktu itu, tapi kamu malah marah-marah." Adista tersenyum kecut memikirkannya.
"Maafkan aku." Farel tertunduk malu.
Suasana di pesta sekarang sudah tidak seramai beberapa jam yang lalu, sebagian orang telah meninggalkan acara itu, ada yang pulang dalam keadaan mabuk, ada yang pulang menggandeng pasangan barunya, ada yang ditinggal di tempat karena mabuk berat.
Adista menerima pesan dari Adiba yang memberitahunya bahwa ia pulang bersama Danu. Mereka tidak sempat berpamitan karena melihat Farel dan Adista sedang ngobrol serius, mereka tidak ingin mengganggu. Tidak terasa pembicaraan mereka berlangsung cukup lama, dari dimulainya acara sampai selesai.
Celine masih setia menunggu Farel untuk pulang. Wajar saja, mereka ke sini berdua, pulang pun harus berdua kan. Secara tidak ada orang yang mengenal Celine selain Danu di sini, ia tidak berani untuk pulang sendiri. Sempat terjadi adu mulut antara Farel dan Adista, Farel keukeuh ingin mengantar Adista pulang, sedangkan Adista tidak mau. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana canggungnya nanti saat di mobil.
Berusaha menepati janji ia akan berubah, Farel mengalah. Ia mempercayakan Yuda untuk mengantarkan Adista pulang. Keputusannya itu sebenarnya bertolak belakang dengan keinginannya. Andai saja Farel bisa bertukar tempat, ia akan mengantar Adista pulang, dan Yuda mengantar Celine pulang. Tapi ia khawatir, bukan karena tidak percaya pada Yuda, tapi karena Celine yang akan merasa tidak nyaman.
"Kembali bersama Farel?" tanya Yuda dengan nada jenakanya.
Arjun Yuda Setiawan, mahasiswa kefarmasian yang beda satu tahun dengan Adista sebenarnya. Yuda, atau Arjun, atau Adista sering memanggilnya Ajun, dia seharusnya lulus tahun ini, namun ia mengambil cuti selama setahun penuh untuk bekerja. Menjadi tulang punggung keluarga tidak mudah, ia harus kerja dari tempat satu ke tempat lainnya tanpa melihat waktu.
"Belum tau." Jawab Adista.
"Mau dengar pendapatku tidak?" Tanya Ajun sekilas melirik Adista.
"Aku melihat ada perubahan dalam sikap Farel setelah dia mengenalmu. Farel yang dulu itu, sangat menyebalkan. Ya sekarang juga masih menyebalkan. Sedikit. Dia akan meladeni satu wanita kalau menurutnya itu menguntungkan untuknya, atau hanya sekadar main-main. Tapi sekarang berbeda, dia lebih sedikit bisa menghargai wanita. Aku belum pernah melihatnya semarah itu, dia mempermalukan dirinya sendiri di depan umum dengan memukul laki-laki itu."
Di pagi hari yang cerah, matahari mulai menunjukkan dirinya. Manusia mulai dengan berbagai aktivitasnnya. Kerja, sekolah menjadi alasan untuk mereka harus terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Untungnya Adista memilih untuk berangkat pagi, lebih tepatnya terlalu pagi. Ia ingin merasakan udara yang belum tercemar asap kendaraan, dan tidak ingin mendengar bunyi klakson. Sudah tau macet tapi masih membunyikan klakson, bisa-bisa membuat pendengarannya rusak.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Ever Be Mine
Romance"PERGI!!" ucap Adista dengan rasa takut, "berhenti disana!! jangan mendekat." lanjutnya berjalan mundur. "Akan aku jelaskan semuanya, berhentilah bersikap seperti anak kecil." jawab seorang pria yang berusaha mendekati wanita tersebut. "Apa lagi yan...