"Apa kau yakin, akan melepaskan Adista begitu saja?" Tanya Danu meyakinkan Farel.
Kini mereka sedang berada di basement yang letaknya tidak jauh dari kampus. Farel sengaja membeli Basement tersebut hanya untuk sekedar bersantai dikala menunggu kelas berikutnya, atau hanya sekedar kumpul-kumpul saja bersama temannya. Tapi, dikarenakan hari ini hari Selasa, yang artinya beberapa kawannya sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing, hanya ada mereka berdua di sini Mereka hanya akan kumpul pada hari tertentu saja. Berbeda dengan Farel dan Danu, yang kebetulan kelasnya sama.
"Yakin." Jawab Farel yang sedang memantulkan bola ke dinding berulangkali.
"Kenapa?" Danu mengambil alih bola tersebut lalu membuangnya ke sembarang tempat.
"Karena memang Adista yang menginginkan itu!" Bentak Farel.
"Dan kau membiarkannya?" Ucap Danu menuangkan air ke gelasnya.
Tidak ada jawaban dari Farel. Danu tahu betul. Saat Farel tidak merespon, maka ia sedang berfikir dan mempertimbangkan keputusan yang diambil olehnya.
"Aku tau kau seperti apa..." Danu menengukan sisa air didalam gelas, "...jika kau menginginkan sesuatu, kau akan mendapatkannya. Bahkan jika itu sudah milik orang lain, kau akan merebutnya."
Farel tertawa lepas, "kau terlalu mengenalku." Ucapnya merangkul Danu.
"Dan asal kau tau, aku sudah menemukan seseorang itu." Lanjutnya menatap lurus.
"Secepat itu?" Danu melepas kasar rangkulan sahabatnya itu.
Farel melirik Danu sekilas dengan anggukan kepala.
"Siapa? Katakan padaku." Ucap Danu penasaran.
"Akan ku pastikan dia yang terakhir."
***
Merasa bersalah atas sikapnya, Adista yang berfikir berulangkali memutuskan untuk menemui Adrian. Meminta maaf, dan mengakhiri segala sesuatu yang berhubungan dengan Adrian. Itu yang ada dipikirannya saat ini.
Sepanjang jalan, ia terus merutuki ucapannya yang mengakui bahwa Adista mencintai Adrian. Sudah mencintai lebih lepatnya.
Jawaban itu keluar dengan spontan dari mulutnya. Meski sebenarnya, ia hanya ingin Farel cemburu dengan jawabannya.
"Mbak Adista?" Tanya seorang pria berpakaian seragam, "kenapa mbak? Mobilnya rusak lagi?"
Kini hatinya menang melawan pikirannya sendiri. Tidak mengira, seorang Adista yang selalu didatangi seorang pria hanya untuk sekadar berkenalan. Sekarang ia datang menemui pria, bahkan minta maaf.
"Kenapa melamun, mbak?" Lanjutnya dengan lambaian tangan kanan tepat didepan wajah Adista.
"Tidak..." Adista tersadar dari lamunannya, "...aku ingin bertemu dengan Adrian, ini benar alamatnya, kan?" Tanya Adista menunjukkan sebuah kertas bukti pembayaran.
Kemarin, Adista memaksa Adrian menyerahkan bukti pembayaran atas mobil nya, ia tidak ingin digratiskan begitu saja. Apalagi, ia tidak mengenal Adrian.
"Oh benar ini alamatnya, tapi mas bos ia sedang tidak ada disini."
"Kemana?" Tanya Adista penasaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
You Ever Be Mine
Romance"PERGI!!" ucap Adista dengan rasa takut, "berhenti disana!! jangan mendekat." lanjutnya berjalan mundur. "Akan aku jelaskan semuanya, berhentilah bersikap seperti anak kecil." jawab seorang pria yang berusaha mendekati wanita tersebut. "Apa lagi yan...