Ps : ini baru aku ketik dan langsung publish tanpa ada revisi seperti yang aku lakukan sebelumnya. So maaf kalo ini mengecewakan.**
Hari ini aku berencana untuk mengunjungi makan papa dan mamaku. Ayah dan bunda Hyesoo tidak tahu tentang hal ini, aku sengaja tidak meminta ijin pada mereka—sebenarnya mereka tidak melarangku untuk melakukan hal apapun yang aku mau, tapi aku juga tidak mau mengganggu mereka dengan cara meminta ijin atau meminta di temani saat pergi kemana pun.
Setelah selesai melafalkan doa-doa untuk papa dan mama sejenak aku terdiam menatap tempat tidur baru mereka. Dulu saat aku mulai mengetahui fakta yang sebenarnya—aku tidak berhenti memaki Tuhan. Sungguh ia tidak adil padaku, pertama dia mengambil nyawa mamaku dan setelah beberapa hari ia juga mengambil papaku.
Aku mulai berhenti memaki Tuhan dan menerima kenyataan yang sebenarnya saat papa dan mama datang ke dalam mimpiku. Mereka bilang ini sudah takdir dan kita tidak boleh menentang takdir yang sudah di gariskan oleh Tuhan. Papa dan mama juga berkata bahwa aku tidak boleh terus menerus menangisi mereka—mereka tidak ingin merasa bersalah lebih dalam lagi saat mengetahui aku tidak menerima kenyataan ini.
Aku memandang langit yang mulai menggelap—aku merasakan hembusan angin yang begitu hangat mendekapku. Aku tersenyum saat rasa hangat itu mulai menjalar di seluruh tubuhku. Ya, aku bisa merasakan kehadiran papa dan mama di sini.
'Kami menyayangimu Ana—jadilah anak yang baik, dan jangan pernah bersikap kasar pada siapapun.'
'Ana, papa sangat bangga pada Ana—tolong jangan pernah mengecewakan papa dan mama sayang.'
"Iya, aku akan melakukan apa yang harus aku lakukan—bukankah kalian tahu? Jika Ayah dan Bunda selalu mendidikku dengan baik. Aku juga mampu menjadi seorang kakak yang baik untuk Jane. Aku sangat menyayangi kalian. Papa, mama. I miss u so much."
Tanpa aku sadari air mataku sudah menetes dengan deras. Perlahan aku mulai membuka mataku. Tapi aku di buat terkejut dengan seorang anak lelaki seumuranku yang tengah menatapku dengan senyum tipis—bahkan ia kini tengah menyodorkan sebuah sapu tangan putih yang berhiaskan sebuah nama 'Kim Yoon Jung' ah nama yang tampan. Aku ikut tersenyum tipis dan segera meraihnya.
"Terimakasih— Jung ssi." ucapku dan hanya di balas anggukan olehnya.
"Apa kau sedang merindukan seseorang?" tanyanya sembari menatapku.
Aku ikut menatapnya dan mengangguk pelan. "Iya—aku sangat merindukan kedua orang tuaku. Mereka sepertinya sudah bahagia di sana." balasku lirih. Aku menatap langit sore ini lelaki bernama Yoon Jung itu mengikuti arah mataku.
Ekor mataku menangkap jika ia tengah memandangiku penuh kagum. Ey aku tidak berkata bohong. Memang itu faktanya.
"Kau, kenapa kau bisa berada di sini?" ucapku membuatnya sedikit terkejut dan salah tingkah. Dalam hati aku terkikik geli melihat ekspresinya yang begitu lucu.
"Ahh—aku, aku juga sedang mengunjungi makam ayahku. Hehehe." ucapnya tertawa canggung.
"Ayahmu? Ahhh kau kehilangan ayahmu juga—tapi kau masih bisa merasakan kasih sayang seorang ibu kan?" tanyaku lirih. Sejenak aku kembali mengingat mamaku. Dengan segera aku menepis pikiran itu, aku tak ingin membuat mama dan papa bersedih lagi hanya karena sikap kekanakan yang aku miliki.
Lelaki itu terkekeh miris. Bahkan terlihat jelas ia sedang menahan tangis yang sebentar lagi akan pecah. "Aku masih mempunyai sosok ibu—tapi aku tidak bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Kau tau kenapa?" tanyanya dan hanya aku jawab dengan sebuah gelengan.
"Ibuku membenci diriku—katanya aku lah yang membuat ayah terbunuh, padahal saat itu aku tidak tahu apa-apa..." sejenak ia menghela napasnya kemudian melanjutkan ceritanya. "8 tahun yang lalu aku sedang bermain di taman belakang rumah. Itu atas permintaan dari ibu dan aku menurutinya. Hingga beberapa menit kemudian aku mendengar suara kegaduhan dari dalam rumah—aku yang takut mendengar suara teriakan itu segera berlari masuk...tapi yang kutemukan ayahku tergeletak bersimbah darah di lantai ruang makan. Dan pada saat itu pula aku melihat ibuku menggenggam sebuah pisau yang sudah berlumuran darah. Ibu menatapku tajam kemudian memintaku untuk mengenggam pisau itu. Aku yang ketakutan hanya bisa menerimanya—dan tiba-tiba ibu menghubungi polisi, mengatakan bahwa ada pembunuhan di rumahnya dan—" aku yang melihat ia semakin terisak kencang segera memberi pelukan ketenangan. Aku hanya mengikuti naluriku. Bahkan kisahnya lebih miris daripada kisahku.
"Menangislah, keluarkan semuanya—aku yakin setelah itu kau akan merasa lebih baik." ucapku sembari menepuk bahunya lembut.
Tangisnya semakin melemah tangannya juga mulai mengendur, tapi aku merasakan sesuatu yang janggal—kenapa berat tubuhnya semakin bertambah? Apa dia tertidur?
Aku mencoba untuk memeriksanya tapi yang aku temukan. Oh tidak mataku membulat sempurna, aku panik dan di sini hanya ada kami berdua, aku mencoba meraba saku celanaku—sial aku bahkan lupa membawa ponselku, aishh aku harus bagaimana.
"Ya Tuhan, bantu aku—Yoon Jung, sadarlah. Tolong jangan membuatku panik!!" teriakku tanpa sadar. Darah itu semakin deras keluar dari lubang hidung Yoon Jung. Sebenarnya aku takut dengan darah—tapi tidak ada orang lain yang bisa membantuku.
"Ayah , Bunda. Tolong Ana—hikss Ana takut."
"Yoon Jung, tolong buka matamu. Aku mohon hikss."
"An—ana. Tolong jangan menangis, aku tidak apa-apa kok." ucapnya dengan nada tersendat
Aku menatap mata teduh itu, entah kenapa aku ingin menangis setiap menatap matanya.
"Kau—tahu namaku?" tanyaku sedikit gugup. Lagi-lagi dia hanya tersenyum tipis.
"Aku adalah seseorang yang akan berarti di dalam hidupmu kelak."
End? Or Nah?
Yuhuuuuu dan akhirnya ngga ada feel sama sekali hikss.
Ini aku ngetik langsung up, sedikit revisi dulu sebelumnya eheheheh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Boss [Selesai ✔]
FanficFollow dulu yuk 💜💜💜 [WARNING : REVISI SETELAH TAMAT BAHASA MASIH AMBURADUL :)] Kadang kamu harus melepaskan, bukan karena tak cinta, tapi karena kamu lebih mencintai dirimu yang terus terluka. Cover Poster By @GENIUS__LAB😍😍💜 Start : 12-11-201...