Great [End]

1.2K 96 12
                                    

Langit-langit kamarnya berwarna putih. Sarang laba-laba nihil. Dinding dingin. Matanya mengedip-kedip, lalu menerawang.

Semalaman Petra Rall tidak bisa tidur.

.

Petra beranjak dari ranjang (kurang) nyamannya, hijrah ke dapur. Sampai di sana, meneguk segelas air, lalu mengambil segelas lagi buat dibawa ke kamar. Berjalan tanpa suara ke lorong-lorong kastil, lagi-lagi simfoni itu sayup terdengar.

Gelap, batinnya. Lorong-lorong memang gelap, sebab obor dimatikan di malam hari. Tapi di bawah sana terang. Apa yang sedang terjadi? Itulah yang jadi problema Petra Rall seminggu belakangan.

Secuil langkah lagi kakinya melewati garis daun pintu. Sedikit lagi lalu masuk kamar, tidur, mimpi indah dan bangun ceria. Petra duduk di tepi ranjang kecil (yang cuma muat satu orang). Melamun sesaat, tahu-tahu keringat mengalir di leher. Mungkin itu dampak minum segelas air putih di tengah malam. Atau karena hal lain, hanya Petra dan Tuhan yang tahu. Petra mengedip. Setelahnya tanpa sadar sudah di bawah tanah, dekat kamar yang nyala lampunya, lalu ia bergeming.

"Akhh—"

Petra menyipit.

"Hei-chouh …."

Petra menyipit.

"T-tunggu sebentar, H-heichou! Aku tidak kuat--AHHN—!"

Petra membekap mulutnya sendiri—menahan keinginan berteriak.

Ternyata benar.

Praduga gadis surai jahe akhirnya terbuktikan. Impresi di lekuk leher Eren yang membiru di pagi hari bukan gigitan nyamuk, semut, apalagi vampir. Akhirnya terpecahkan. Itu adalah cap jejak Kapten perkasa berpedang panjang di kala malam. Perihal jalan Eren yang agak tertatih (juga) dibebastuduhan dari hal macam terpeleset (membentur tangga saat inspeksi hampir tiap hari).

Petra, diam-diam, merasa ngilu.

Kapten Levi ialah tambatan hati sejak pertama kali ia dipilih masuk squad orang yang bersangkutan. Ia jenius, kuat, bertanggungjawab, dan poin paling plus adalah; sangat tampan.

Cintanya bertepuk sebelah tangan.

Petra merapat di balik dinding, enggan melihat persenggamaan junior dan Kapten. Menunduk, Petra mengulas senyum. Pedih.

Menit berlalu sambil meratap, tetapi bunyian derit ranjang, suara kecipak basah dan rintih-desah Eren kian mengencang. Petra bermasokis ria (terserah kau mau menyebutnya apa) di balik dinding. Makin lama mendengar simfoni malam ini, wajahnya ikut memerah. Merambat perlahan-lahan sampai kuping, lalu ia merasa aneh.

Sudut kecil dadanya bergejolak.

Bukan sedih, pedih, bukan sakit hati. Ini sesuatu yang lain. Saking fokusnya mengintip, tak sadar napasnya sendiri ikut terengah. Di sisi lain, Kapten Levi yang peka langsung berhenti menggenjot.

"Kapten?" tanya sang submisif heran. Berhenti di tengah naena memang kurang nyaman.

Levi menyatukan telunjuknya dengan bibir.

Eren mengangguk.

Levi melepas penyatuan, membenarkan celana, berjalan ke arah sekat berdinding samping sel.

Petra sudah melipir kabur duluan.

*

"Gunther, kau lihat si Pemula itu?"

"Eren, ya? Tidak, dari pagi."

"Oluo, kalau ingin menyuruhnya mengasah pedang lebih baik asah sendiri saja."

"Kau tidak paham, Eld. Pemula itu harus diasah tiap hari agar tajam. Kemampuannya masih rendah jadi harus kita didik jadi prajurit yang baik."

Petra ikut menyahut, "Ah, Eren selalu mengasah pedang Kapten tiap malam. Jangan khawatir."

Ketiganya berpandangan.

.

"Hei, Eren!" Petra meraih pundak si Junior. Mencegatnya di halaman depan kastil peninggalan Pasukan Pengintai. Eren menjawab 'ya' sebagai formalitas kepada senior sekeprajuritan. "Apa kau butuh salep? Aku punya beberapa buat meredakan nyerinya digigit vampir." ia tersenyum.

Eren berniat menolak—"Oh, ini pemaksaan, Eren! Oleskan di sekitar daerah yang nyeri, ya! Khususnya di daerah leher. Pasti berat tidur tiap malam di bawah tanah, hm? Banyak nyamuk."

Begitu saja, lalu si pelaku pemaksaan meninggalkan korban di tempat.

*

"Ahn—!"

Lagi.

"Ahh—!"

Lagi.

"Kap—mmhh."

Tiap malam ternyata Petra Rall si prajurit baik hati punya hobi bejat; mengintip Kapten Levi dan Eren Jaeger main kuda-kudaan.

Levi itu peka. Makanya ketika tiap malam Petra melaksanakan hobi bejatnya, Levi membisu. Enggan memberitahu.

END

Dengan ini saya nyatakan (secara sepihak) Kembang Desa TAMAAAATT1!1! *ngelap keringet.

Trims berat yang udah ngikutin fict ini sampai titik darah penghabisan. Saya Cinta pembaca sekalian yang mau terima tulisan saya yg abal-abal. :") I love you, all. Tanpa kalian aku gak bisa sampai sini. ❤

Sedikit curcol (lagi). Aku bilang mau hiatus dari fandom SnK, tapi jujur aja, gak bisa. Kurang lebih setengah taun ngikut fandomnya aku udah merasa nyaman. Layaknya makan gak pake nasi, es gak pake es batu, Levi tanpa Eren, SnK tanpa Levi, aku jadi kurang sreg sama fandom lain. Dulu, aku penghuni fandom Kurobas (lama bgt di sana), trus coba balik lagi, tapi akhirnya ke SnK² juga. Sedih memang.

Tapi ke depannya (inshaallah) bakal nambah fandom selain SnK RivaEren hehe. Doain aja saya cpt adaptasi lagi. Udah itu aja, kurang lebihnya mohon maaf bila ada kesalahan (udah kaya pidoto woi!).

Sampai jumpa di fiksiku selanjutnya. ❤

Kembang Desa [RiRen Drabble]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang