4 : [ Mencoba ]

202 5 0
                                    

        Sore itu aku berada di teras rumah, duduk sambil menikmati suasana sore yang indah, samar-samar aku mendengar suara nyanyian yang merdu, diiringi dengan suara  gitar yang indah, ya aku tahu suara itu, siapa lagi kalau bukan Kak Risa.
Karena bosan dan penasaran aku lalu menghampiri sumber suara itu.
Di taman belakang ,tampak Kak Risa sedang duduk di kursi taman sambil menyanyi dengan gitarnya.

Kak Risa selalu berkata bahwa " Musik adalah perasaan yang bisa didengar, saat kau tahu makna sebuah lagu, kau akan mendengarkannya dengan hatimu.”

Aku menghampirinya dan duduk di sebelah Kak Risa.

"Ada apa?” tanya kak Risa yang langsung menghentikan permainan gitarnya.

" Aku ingin sepertimu." kataku

"Seperti aku? Maksudmu?" tanya Kak Risa heran.

" Aku juga ingin bisa bermain alat musik sepertimu , maukah kau mengajariku?" pintaku

"Tidakkah kau mau mencoba hal lain? Kau belum tentu bisa , setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda" cetus kak Risa.

" Aku ingin mencoba, tidak ada salahnya kan? Ayolah, Kumohon " bujukku.

" huftt...Baiklah." ucap Kak Risa terpaksa.

Aku tersenyum senang. Setelah itu Kak Risa mulai mengajariku cara bermain gitar. mulai dari cara memegang gitar, kunci-kunci gitar, cara memetik gitar dan masih banyak yang lainnya. Ternyata cukup sulit, tidak semudah yang kukira, aku sulit mengatur letak jari-jariku yang belum terbiasa memainkan gitar.

Dua jam kemudian...

Kak Risa sepertinya mulai tidak sabar mengajariku, aku juga mulai bosan, dan terjadilah pertengkaran kecil di antara kita.

"Bisakah kau lebih sabar sedikit?" protesku

" Kau yang seharusnya lebih serius, sudah berulang kali kuberi tahu, tetapi tetap tidak bisa juga !” bentak Kak Risa

"Sabarlah , aku tahu kau lebih hebat dariku , aku mengakuinya , tetapi semua butuh proses ,begitu juga denganku." elakku

" Sudahlah, aku lelah mengajarimu , kau tidak tahu berterima kasih. " tolak Kak Risa

Emosiku mulai memuncak. "Kau mau aku berterima kasih? Kau saja belum berhasil mengajariku.”

" Apa kau tidak sadar? Kau yang sudah membuang-buang waktuku , kalau tahu begini dari tadi lebih baik aku bernyanyi sendiri.”

"Ya sudah , daripada aku harus berdebat denganmu , lebih baik aku masuk.”

" huhh siapa juga yang mau berdebat dengannya."

Lalu aku masuk ke dalam rumah,  hari sudah malam , saat ini waktu menunjukan pukul 19.30 malam. Aku langsung masuk ke dalam kamarku , aku duduk diam di atas kasur.

Sebenarnya Aku ingin sekali bisa bermain musik seperti Kak Risa, tetapi Aku tidak tahu bagaimana caranya , Kak Risa saja tidak mau mengajariku. Aku sedih, sampai saat ini aku belum juga menemukan kemampuanku.
Setelah lama terdiam, tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikiranku.

“Ah, mungkin Kak Cherry bisa membantu “ gumamku.

Aku lalu bergegas pergi menemui Kak Cherry. Sesampainya di kamar Kak Cherry, tampak Kak Cherry yang sedang tertidur pulas di atas meja belajarnya, dengan sebuah buku yang lembarannya terbuka.

Satu kata yang mengawali kisah

Sebuah senyuman awal dari persahabatan..

Aku membaca deretan kata yang sepertinya belum selesai dirangkai Kak Cherry. Terlintas dibenaku, aku ingin seperti Kak Cherry, yang bisa merangkai kata menjadi sebuah cerita.

“ Rania, sedang apa kau di sini?”  Aku tersentak, rupanya Kak Cherry sudah terbangun.

“ Eh.. hmm...tadi-“ Aku bingung harus berkata apa

“ Aku ingin belajar menulis kak, aku ingin sepertimu.” Aku melanjutkan perkataanku yang tadi sempat terpotong.

“ Wah, hebat Rania, kau sudah berani memulainya.” Tampak sebuah senyuman tersungging di bibirnya, Kak Cherry sepertinya senang jika aku menjadi muridnya.

“ Kak, sebelum aku mulai menulis aku ingin tahu, apa sih pengertian menulis itu?” tanyaku.

“ Ada banyak sekali pengertian menulis, setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda. Menurutku, menulis itu menciptakan duniaku sendiri, membiarkan imajinasimu bebas, mengungkapkan isi hati dan perasaan tanpa batas. Menulis menjadi tempatku mencurahkan yang ada dalam hati dan pikiranku, merangkai kata-kata menjadi sebuah kisah dalam dunia kebahagiaan milikmu sendiri .” jelas Kak Cherry.

“ Baiklah, kalau begitu bagaimana aku harus memulai?” Sepertinya aku mulai tertarik pada dunia menulis.

“ Mulailah dari niat yang kuat, dengan hati. Setelah itu perbaiki tulisan dengan pikiran, ungkapkan apa saja yang kau rasakan. Kau bisa memulainya dari sekarang, tulislah mulai dari hal-hal kecil, sama seperti menulis buku harian, tulis saja kejadian yang pernah kau alami, atau kegiatanmu sehari-hari. “ Kak Cherry menyerahkan secarik kertas dan pena padaku. Dengan ragu, aku menerimanya.

Setelah itu, Kak Cherry pergi meninggalkanku sendiri di ruangan ini. Kata Kak Cherry agar aku merasa lebih tenang dan lebih leluasa mengembangkan ide.

         Dua jam berlalu, namun tak satu pun kata yang tertulis di atas kertas ini.
Aku hanya terpaku menatap kertas yang masih polos, tanpa coretan sedikit pun.
Gelisah, itu yang kurasakan, tak ada ide yang melintas dalam pikiranku. Tadi Kak Cherry bilang, aku bisa memulainya dari menulis kegiatan sehari-hariku.
Apa yang harus ditulis? Tidak ada yang menarik dalam hariku. Aku hanya tidur, makan, merenung, sekolah, itu-itu saja, tidak ada yang berubah. Kehidupanku begitu monoton, datar tanpa kebahagiaan.

        Malam semakin larut, aku menghela nafas panjang. Sudahlah, aku rasa masih bisa dilanjutkan besok. Setelah itu aku memutuskan untuk tidur karena sudah lelah. Ternyata menulis tidak semudah yang aku bayangkan. Aku heran, mengapa Kak Cherry begitu mudah menemukan ide dan mengembangkannya menjadi sebuah cerita. Mungkin kami memang berbeda, ia ditakdirkan untuk bisa, sedangkan aku ditakdirkan untuk selalu gagal.

Hari-hari berikutnya, aku sudah melupakan keinginanku menjadi penulis. Sampai saat ini, kertas pemberian Kak Cherry masih dalam keadaan sama seperti beberapa hari yang lalu. Aku mungkin sudah menyerah. Menerima nasibku saja, yang ditakdirkan untuk selalu gagal. Aku sadar aku tidak bisa seperti kakakku.

“ Rania, bagaimana hasil tulisanmu? Coba aku lihat. “ Kak Cherry datang memintaku untuk menunjukkan hasil tulisanku.

“ Sejujurnya, aku belum menulis sama sekali, aku tidak tahu apa yang harus kutulis. “ Aku mengakui bahwa aku menyerah, di hadapan Kak Cherry.

“ Mengapa kau tidak mencobanya?” tanya Kak Cherry

“ Aku sudah mencobanya, tapi aku rasa aku tidak bisa sepertimu, kau memang di takdir kan untuk menjadi penulis, kurasa  aku gagal mencobanya.” Aku menjelaskan kepada Kak Cherry, sambil menundukkan kepala, aku merasa malu.

“ Rania dengar, semua orang pasti bisa, karena terbiasa. Kau bisa jika kau terus berlatih, aku bersedia membimbingmu kok.” Kak Cherry mengangkat daguku, membuat posisiku sekarang bertatapan dengannya.
Ucapan Kak Cherry mungkin benar, tetapi aku rasa tidak ada gunanya mencoba, hanya membuang waktu saja.

“ Sudahlah, aku lelah, aku ingin beristirahat.” ujarku sambil beranjak pergi meninggalkan Kak Cherry.

“ Kapanpun kau butuh bantuan, katakan saja! “ seru Kak Cherry.

Kurasa aku tidak akan membutuhkan bantuan darinya lagi.

Pergi Bersama Angin [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang