Another meeting

816 61 2
                                    

"Tidak ada jalan takdir yang bisa kamu mengerti, terlepas dari kamu yang sedang mencoba memahaminya."

Ada kesunyiaan yang menyapa di siang hari ini, sunyi yang telah meliputi hati dan raga seorang gadis dengan setelan gaun biru yang ia pakai saat keluar siang ini. Dia sedang berdiri di dalam suatu tempat, yang terkadang bisa membuatnya merasa nyaman. Tempat yang di penuhi oleh rak-rak yang berisi tumpukan buku. Di sana dia akan terus berdiri di depan rak buku apapun, tanpa terbebani dengan pikiran apapun, dia sangat menyukai tempat ini.

Tepat di hadapannya, ribuan buku dengan judul berbeda bertumpuk rapi, tapi dia belum mengambil satupun buku yang berjejer itu. Karena meski dia sekarang berada di tempat yang tenang dan sunyi, namun dia tau hati maupun raganya tidak akan pernah merasa aman di manapun tempat ia berada.

Walau ada kemungkinan dia bisa meneliti satu-persatu judul buku yang berjejeran di depan matanya, tapi dia juga bisa beralih dengan menyeledet ke setiap sisi samping dan belakangnya karena waspada.

Dia selalu merasa khawatir setiap kali dia berada di tempat manapun, karena setelah kejadian buruk menimpanya tertanam rasa takut dan benci pada semua anak laki-laki. Karena memiliki trauma yang cukup berat, sampai sekarang perasaan itu masih menghantuinya.

Walau begitu, dia ingin mencoba berbagai cara untuk meredam rasa takutnya. Ia ingin sekali bisa pergi sendirian, karena tidak akan selamanya ada teman yang bisa menemaninya pergi.

Dia tau, Rasi sahabatnya. Tidak akan bisa terus-menerus pergi menemaninya, karena berhubung Rasi memiliki kesibukan lain. Terutama sekarang Rasi sudah berada di semester akhir kuliahnya. Jika dia terus berharap, Rasi bisa menemaninya pergi hari, maka itu sama saja dengan ia meminta Rasi untuk berusaha membolos kuliah lagi.

Dia juga merasa keberatan jika Rasi juga terus mengikuti kemanapun ia akan pergi, karena ia tidak akan bisa merasa bebas melakukan apapun. Cukup kejadian semalam saja, yang membuat ia dan Rasi sama-sama pulang dengan perasaan kecewa karena terpaksa pulang lebih awal tanpa merasa puas meski telah berjanji akan bersenang-senang bersama.

Gadis itu menggerutu kesal dalam kesenyapannya, matanya melemah menatap buku-buku yang ada di hadapannya. Hingga ia menemukan salah satu buku novel dengan judul Amor Fati yang terselip di antara beberapa buku yang telah lama dilihatnya.

Ia mencoba memiringkan kepalanya meneliti nama penulis dari cerita itu, gadis itu merasa tidak asing dengan nama pena dari penulis novel yang ia pegang itu.

Kalau tidak salah, ia mungkin pernah mendengarnya nama pena ini sebelumnya. Entah dari curhatan Rasi, yang juga sama-sama memiliki minat membaca novel seperti dirinya, atau hanya karena ia merasa adanya ikatan takdir yang berhubungan dengan penulis cerita Amor Fati ini.

Dia sendiri masih merasa bingung, tapi ia kemudian teringat jika sekarang waktunya ia pulang. Ia tidak bisa berlama-lama di tempat ini, karena nanti sore ia harus mengunjungi psikiater untuk mengecek perkembangan dari penyakit mentalnya.

Lalu ia memutuskan untuk segera berjalan ke tempat kasir dengan membawa satu buah novel yang ia temukan tadi, dan membayarnya.

"Selamat datang." Alisa bekerja sebagai penjaga kasir di toko buku itu, Alisa selalu bersikap ramah dan senang sekali membungkukkan tubuhnya setiap kali melihat pembeli datang, karena menurut Alisa perlakuan yang ia berikan adalah bentuk penghormatan untuk para pembeli yang datang di tempatnya bekerja ini.

That Hidden FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang