12 Agustus 2019
Kini Dejun sudah duduk dengan rapi di atas sofa milik Ahra. Kedua tangannya terus bergetar dan kepalanya terasa sakit.
Semakin Dejun memikirkan tentang hal itu.. semakin sulit juga pria itu bernapas.
Di hadapannya, Ahra hanya dapat duduk sembari terus berpikir tanpa henti.
Dejun telah menceritakan tentang isi mimpinya, dan Ahra benar-benar jadi tidak tau harus bagaimana lagi. Dejun telah mengingat kejadian yang paling mengerikan, namun Ahra malah membawa pria itu masuk ke dalam rumahnya.
Bodoh sekali.
"Sekarang aku ngerti kenapa kamu engga mau jelasin semuanya," ujar Dejun sembari menunduk malu. "Kalau kamu engga mau liat muka aku lagi juga gapapa."
Ahra segera menghela napasnya dengan panjang.
"Kamu udah inget apa yang buat kamu jadi kayak gitu?" tanya Ahra.
Dan Dejun hanya dapat menggelengkan kepalanya.
Benar, rasanya percuma karena Dejun sama sekali tidak dapat mengingat satu pun alasan yang telah membuatnya menjadi sejahat itu.
"S-Sekarang kamu mau aku kayak gimana?" ujar Dejun. "Apa sekalian aja aku pergi jauh dari sini? Aku engga mau kamu ngerasa engga nyaman..."
.
Jika Dejun pergi;
Dengan perlahan pria itu akan menemukan pasangan baru di sekitar tempat tinggalnya. Dan jika hal itu terjadi, maka ia tidak akan menghubungi Ahra lagi dan Ahra akan menjadi sangat aman.
Artinya, Ahra juga tidak akan terus merasa seperti diikuti oleh seseorang lagi.
Ahra tidak perlu mencemaskan apapun dan dapat bernapas dengan lega setiap hari.
Namun entah kenapa hanya dengan membayangkannya saja sudah cukup untuk membuat Ahra jadi merasa sangat tidak nyaman. Rasanya seperti... akan ada yang hilang.
.
"G-Gimana kalau... kamu engga sejahat itu?"
"Ha?"
"Aku engga mau kamu pergi..." lanjut Ahra dengan kedua tangannya yang kini mulai ikut bergetar hebat. "Dulu kamu engga gitu, kamu aslinya engga jahat kok... Aku cuma mau kamu balik jadi Dejun yang normal aja, engga perlu sampai pergi jauhin aku..."
" ...... "
"Aku engga mau kamu ninggalin aku sendirian lagi...."
.
"Ra... Kamu mau tau apa yang aku rasain duduk di depan kamu kayak gini?" seru Dejun dengan kedua mata yang tampak mulai berkaca-kaca. "Aku malu, Ra. Aku ngerasa bersalah. Aku udah nyakitin kamu, aku udah sejahat itu tapi kamu masih mau baik ke aku, kamu masih mau peduliin aku. Aku engga pantes, Ra. Harusnya kamu masukin aku ke penjara, atau sekalian aja kamu biarin aku mati. Aku ini engga normal. Aku bisa balik nyakitin kamu lagi..."
Kini pipi Dejun mulai basah akibat air matanya, dan melihatnya benar-benar membuat Ahra jadi tidak dapat bernapas dengan baik.
"Kamu kira aku engga pernah mikir kayak gitu?" ujar Ahra yang kini juga mulai ikut menangis. "Jun, aku udah mikirin ini berkali-kali! Aku udah nanya ke diri aku sendiri, aku udah maksa biar bisa jauhin kamu! Tapi— engga bisa. Aku engga bisa berhenti, Jun. Aku engga suka jauh dari kamu....."
.
Ahra sadar ia sudah terlalu bodoh.
Ahra sadar di dalam kepalanya pasti sedang ada yang salah.
Sungguh, Ahra sangat takut jika Dejun kembali menyakitinya seperti dulu.
Namun, rasanya Ahra lebih takut lagi jika ia tidak dapat melihat wajah Dejun setiap hari.
Dan hal itu membuat Ahra sangat benci kepada dirinya sendiri.
——————
Tiba di rumahnya, yang dapat Dejun lakukan hanyalah berbaring di atas tempat tidur sembari menatapi langit-langit kamarnya.
Melihat gadis itu menangis benar-benar melukai perasaan Dejun.
Kenapa Ahra harus begitu? Kenapa Ahra tidak mengusir dan memutuskan kontaknya dari Dejun? Kenapa gadis itu malah meminta Dejun untuk tidak pergi?
Apa ia memang seperti itu sejak dulu?
Dejun jadi semakin tidak mengerti.
Kenapa Dejun tega menyakiti gadis yang seperti Ahra? Apa yang membuat Dejun berakhir menyakiti Ahra?
Apa Dejun disuruh oleh seseorang? Atau mungkin... Dejun sengaja karena ia adalah pria gila yang tidak punya otak?
Dejun tidak dapat mengingat apapun.
Namun satu hal yang pasti; Dejun sangat menyayangi gadis itu. Dejun mencintai Ahra bahkan di saat seluruh ingatannya menghilang, juga di saat ia sedang tertidur dan bermimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Please, listen to me.. | XIAOJUN ✔️
Fanfic[BUKU KEDUA] [2019] tolong baca buku pertama terlebih dahulu :)