Episode : Hari Minggu (4)

839 7 0
                                    

Beberapa pengunjung mulai mengerumuni. Mereka pikir kita lagi shooting sinetron kali, dengus Mona kesal. Wajahnya merona merah. Dasar nih cowo, bikin malu aja. Ah, mending gue tinggalin nih cowo. Udah ngga seru lagi.

Dengan sekali sentakan, pegangan tangan cowo itu terlepas dan Mona melenggang pergi sebelum nanti tambah rame.

“Susan...Susan..” panggil cowo itu sambil menyeret dengkulnya yang masih menyentuh lantai keramik mall itu. Rupanya ia masih berlutut dan tidak mau berdiri.

“Udah non..kasian tuh cowonya” celetuk salah satu pengunjung

“Iya udah..maapin aja” sahut yang lainnya

“Kasian ya...kasian...wah sampai berlutut segala....kalo lo mah mana mau minta maaf kayak gitu” sindir salah satu pasangan yang ikut menonton.

“Huuuuh..jangan-jangan lagi shooting kali tuh... apa lagi latihan drama”

Beberapa dari mereka mulai tertawa. Mona mencoba berjalan lebih cepat, namun celotehan orang-orang yang kasihan dengan cowo itu membuat ia tidak sampai hati dan berbalik.

“Gue kagak kenal ama lo” katanya membela diri. “Dan nama gue bukan Susan!”

Cowo itu menggeleng-gelengkan kepala. “Semuanya gara-gara aku...sampai kamu nggak ingat lagi sama aku, Susan”

Ia memukul kepalanya sendiri. Menyalahkan diri. Suasana jadi heboh. Otak Mona berputar cepat.

Kalo dibiarkan terus-terusan heboh begini, bisa-bisa gue ditahan security. Ok, lebih baik pura-pura saja biar kerumumnannya bubar. Aiyaaa, mimpi apa ya gue semalam.

Mona menghampiri dan menarik lengan cowo itu untuk berdiri. Cowo itu masih bersikeras berlutut.

“Ya udah, gue maapin” bisiknya di telinga cowo itu.

“Bener?...Susan mau maapin Jimmy?”

Ooh, namanya Jimmy....ok, Jimmy sinting...gue kaga tahu lo pura-pura apa beneran tapi akan gue balas suatu hari nanti, ikrar Mona dalam hati

“Iye...gue maapin”

“Kok gue?” Jimmy tersadar. Mona langsung mengerti

“Ok, Jimmy, aku maapin kamu...sekarang berdiri!” bisiknya memerintah.

Kerumunan itu bertepuk tangan ketika Jimmy bangkit berdiri. Wah, bener-bener heboh hari ini. Coba ada TV yang meliput, pasti sudah masuk Seputar Indonesia barangkali, batin Mona sambil memasang senyum lebar yang dibuat-buat dan menarik Jimmy keluar dari kerumunan itu.

Tilalilalilalit...hp nya bunyi. Mona buru-buru mengeluarkan hp dari tasnya. Rani.

“Woooi, lo kemana aja sih?” semprot Rani diujung sana.

“Iya...iya..sorry...gue dapat masalah disini” sahut Mona menenangkan. “Bentaran lagi gue ke situ ya”

“Cepetan dong ah!” rengek Rani kesal

“Iya ya tuan putri”

Mona buru-buru melangkahmenuju eskalator turun ke baah. Jimmy mengekor di belakang. Wajahnya sumringah kesenangan. Tak sadar Mona menggeleng-geleng kepala. Bibirnya berkomat-kamit mengomentari kejadian yang tidak terduga-duga itu. Bingung...bagaimana caranya agar lepas dari cowo physco ini secepat mungkin.

Rani sedang duduk-duduk di depan counter Estee Lauder memegang tester lipstik. Gayanya yang centil sedang mematut-matut bibirnya yang sudah terpoles dengan rapi. Mona menghampiri dengan diam-diam dan mengagetkan dia dari belakang.

“Dor!”

“Dor...dar dor...aduh mak..aduh mak” Rani celamitan kaget. “Bikin jantung copot aja lo!”

Mona nyengir kuda

“Bagus ngga?” tanya Rani memonyongkan bibirnya

“Ya lumayan buat ditonjok” sahut Mona asal

Rani menabok pundak Mona dengan kesal. Lalu pandangannya beralih ke Jimmy yang berada di belakang Mona dengan heran.

“Dapat gacoan dari mana lo?” bisiknya

“Gacoa apaan?” cibir Mona. “Malah dapat masalah, iya...dosa apa ya gue dulu...bisa ketemu or-gil macam dia”

“Eh jahat lo....or-gil lo itu lumayan ganteng tauuu”

Rani memandang Jimmy dari atas hingga ke bawah. Instingnya yang bak pengatur gaya di studio foto mendadak muncul.

Sohibnya yang satu ini emang kaga bisa liat orang ‘merem fashion’ nganggur. Pasti diotak-atik penampilannya hingga sesuai seleranya yang tinggi. Kecuali Mona. Karena dia sudah wanti-wanti untuk tidak mengutak-atik penampilannya kalau tidak mau diultimatum bahwa persahabatan di antara mereka bisa bubar saat itu juga.

Dengan gaya centilnya yang khas, Rani melenggak-lenggok mendekati Jimmy. Berputar mengelilingi cowo itu sambil berpikir-pikir gaya penampilan apa yang cocok untuknya. Jimmy terheran-heran, nampak hendak bertanya kepada Mona melalui pancaran matanya yang kebingungan. Mona mengangkat bahu dan melengos.

Ia pura-pura melirik deretan tester lipstik di depannya padahal hatinya juga sedang bertanya-tanya ap ayang akan dilakukan oleh Rani, si centil itu atas Jimmy.

“Hmm...posturnya bagus” tangannya mengusap pundak Jimmy dengan genit. “Coba kalo kaca matanya dilepas...pasti beda” lanjutnya sambil melepaskan kaca mata itu dari hidung bangir Jimmy.

“Eeeeeh...kembalkan kaca mataku”pinta Jimmy gelagapan.

“Hmm...nah, nanti rambut dinaikkan model Rin Tin Tin” saran Rani bersemangat. “Lalu...pakai kemeja fit body dengan dua kancing atas dilepas....aaaah, pasti macho!”

Mona menggeleng-geleng kepala ketika Rani menggiring cowo itu masuk ke dalam Department Store untuk mengubah penampilannya. Jimmy nampak protes dan melambai-lambai ke arah Mona. Dengan gaya lucu, Mona mengusir cowo itu agar ikut sohibnya yang ‘fashion mania’ itu ke dalam.

Hahahaha...bisa habis lo dikerjain!

Dengan melenggang tomboi, Mona melangkah keluar. Tiba-tiba ia tersenyum. Ini saatnya melarikan diri, pikirnya.

Cihuii...untung ada si Rani...kali nggak, bisa berabe gue ditempel sama cowo sinting itu. Buru-buru Mona mengambil langkah seribu. Tak lupa ia mengirim sms ke Rani.

Enjoy your day with him, ok? Gue mesti cabut ada urusan keluarga. And remember, do not give him my address or else....lo tau sendiri akibatnya. C.u

To be continued

Cinta 7 hariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang