Trouble Maker

230 20 1
                                    

"Jadi gimana? Lo ngerti kan kenapa gue berantem sama Florence sekarang?"

Ren masih bengong setelah mendengarkan cerita Gandhi. Kisah hidup sahabatnya itu betul-betul mirip telenovela, sampai-sampai ia tidak percaya dibuatnya.

"Bentar, gue bingung. Jadi elo ketemu stripper dari L.A..."

Ia mulai berbicara ngawur dan tenggelam pada pemikirannya sendiri, "...yang ternyata adalah temen masa kecil lo yang udah lo cari-cari dari lama, terus elo bawa dia pulang dan lo tinggal sama dia sekarang? Serumah?"

Ren menenggak gelas beer-nya lagi sebelum membantingnya ke atas meja.

BRUAKK!

"Oh my God, it's awesome! And your life is so f*cked up, Man."

"Oh please, cut the cr*p you assh*le!"

Sebelum sempat Gandhi menanggapinya lagi, perhatiannya teralih oleh ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Nomor telepon rumahnya tertera di atas layar.

Heran. Siapa yang meneleponnya malam-malam begini?

"Halo?" sapa Gandhi mengangkat teleponnya.

"Den Gandhi!" jerit suara bi Minah di seberang mengagetkan dirinya.

"Ya, Bi?" tanya Gandhi bingung.

"Non Senja kabur dari rumah, Den!" seru bi Minah yang membuat Gandhi bertambah panik.

"Se... sebentar, tolong jelaskan pelan-pelan Bi." pinta Gandhi berusaha untuk tetap tenang, meski nada bicaranya kini mulai bergetar. "Kok bisa kabur, Bi? Kemana emangnya?"

"Bibi juga nggak tahu, Den! Bibi kejar waktu naik taksi tapi Non Senja nggak mau bilang pergi kemana!"

Bi Minah menjelaskannya dengan hampir terisak, karena takut dimarahi oleh majikannya. Sebelum berangkat kerja Gandhi sudah mewanti-wanti agar ia menjaganya, tapi belum apa-apa bibi tua itu sudah gagal melakukannya.

Gandhi bengong.

Ren menatapnya dengan pandangan yang seorang menyiratkan tanda tanya besar. Kenapa lo? Seakan sepupunya itu bisa membaca pikirannya. Tapi Gandhi tidak mengindahkannya, ia lebih terfokus pada pembicaraannya dengan asisten rumah tangganya.

"Oke, Bi. Nanti saya hubungi kembali, ya."

Ditutupnya telepon itu masih dengan ekspresi kalut tapi tetap menahan dirinya untuk tidak panik.

Gandhi memutar otaknya dengan cepat. Ia mencoba untuk menghubungi Senja dengan meneleponnya. Tersambung tapi tidak ada yang mengangkat. Sepertinya, Senja sengaja melakukannya.

Ia lantas mengambil tindakan lain dengan mengirimkan chat via Whatsapp padanya.

Kamu dimana?

Kabari aku, Ja.

Hanya dibaca saja tapi tidak kunjung dibalas.

Sial! Gandhi mulai menyesal kenapa ia memberikan handphone dan kartu ATM-nya pada Senja. Ia tidak berpikir kalau Senja akan menggunakannya untuk pergi dari rumah tanpa pamit dan sekarang ia kebingungan untuk mencarinya. Lagi.

Di sisi lain, Gandhi merasa sangat khawatir pada Senja sebab gadis itu sudah lama tidak menginjakkan kaki di Jakarta. Gandhi takut kalau terjadi sesuatu padanya.

Sebenarnya kemana ia pergi? Kenapa tidak menunggunya? Apa yang sesungguhnya ia lakukan? Berbagai pertanyaan itu terus berkecamuk di kepalanya dan membuatnya frustasi karena ia tidak bisa menjawabnya.

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now