Nostalgia

240 18 0
                                    

"Kamu beneran nggak papa, kita ke sini lagi?"

Gandhi memastikan apakah Senja benar-benar yakin dengan keputusannya. Cerita Senja menggiring mereka kembali ke rumah lamanya, yang kini menyisakan puing-puing bangunan yang sudah lama ditinggalkan.

Fondasi rumah yang mayoritas terbuat dari kayu itu sebetulnya masih sangat kuat. Hanya saja, sudah lama tidak didiami sehingga terlihat berantakan dan tidak terawat.

"Nggak pa-pa. Mungkin balik ke sini bisa bantu aku buat mengingatnya lagi,"

Ingatan Senja melayang ke masa lima belas tahun yang lalu. Masa dimana ia belum genap 16 tahun. Masih seorang gadis kecil yang polos, yang tidak menyadari adanya sebuah keributan besar di rumahnya yang akan mengubah jalan hidupnya jadi seperti ini sekarang.

***

Jakarta, 2001

Sore itu Senja memang sengaja pulang lebih cepat. Ibunya tidak senang kalau ia menghabiskan waktu lama-lama mengunjungi sahabatnya di rumah sakit. Beberapa minggu sejak percobaan bunuh dirinya, Gandhi sudah melewati masa kritisnya.

Sayangnya ia masih belum terbangun dari komanya. Senja selalu menungguinya dengan sabar. Ia tidak menyerah karena memiliki keyakinan yang kuat. Suatu hari nanti sahabatnya itu pasti akan kembali lagi padanya.

Gadis itu baru saja menaruh sepasang sneakers hitamnya di rak sepatu teras rumahnya. Bersamaan dengan suara ibunya yang berteriak seperti memarahi seseorang, yang tengah beradu argumen dengannya.

Senja heran. Tidak seperti biasanya ibunya sudah berada di rumah. Biasanya ia selalu pulang tengah malam.

"Aku nggak peduli, pokoknya aku akan tetap pertahanin dia! Terserah!!"

Senja tersentak. Teriakan itu membangkitkan nalurinya untuk menghampiri ibunya.

Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Sedang bersama siapa, ibunya? Apakah itu debt collector yang lagi-lagi datang untuk menagih hutang ibunya?

Ini bukan kali pertama mereka berdua harus menghadapi kekerasan. Dari preman-preman yang kerap kali datang untuk berbuat kasar, dan merusak apapun yang ada di hadapan mereka.

"Ibu!" panggil Senja setengah berteriak menyeruak masuk ke dalam kamar.

"Senja, JANGAN!!"

Pada detik yang sama, Senja menyaksikan seorang lelaki bertopi hitam mengangkat pistolnya, bersiap untuk menembak dirinya.

Semuanya berlangsung begitu cepat, seperti terjadi dalam sebuah gerakan lambat. Lelaki bertubuh besar itu terlanjur menarik pemicunya. Sebuah peluru melesat dengan cepat dan menembus tubuhnya.

DUARRR!

Senja tidak pernah berpikir bagaimana ia akan mati. Hanya saja, ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berakhir di tangan orang asing dengan cara seperti ini.

Ketika Senja tersungkur dan jatuh ke lantai kayu rumahnya, tadinya ia mengira darah akan memenuhi sekujur tubuhnya karena sebuah peluru yang bersarang di dadanya.

Tapi ternyata dugaannya salah. Tidak ada peluru yang mengenai tubuhnya. Senja baik-baik saja dan tidak kurang suatu apapun.

Namun berbeda dengan ibunya. Sosoknya yang berdiri tak jauh darinya itu memegangi dadanya, yang sudah berlumuran darah tertembak oleh peluru.

Tak sampai sedetik kemudian, ibunya sudah ambruk dan terjatuh dari tempatnya.

"Ibuu...!!"

Senja menjerit histeris. Menangkap tubuh ibunya, berteriak meminta tolong yang sepertinya tidak ada gunanya.

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now