八 | Aiko Demam

7.5K 1.3K 325
                                    

Suara petir terdengar begitu menggelegar tatkala Alen tiba di rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara petir terdengar begitu menggelegar tatkala Alen tiba di rumahnya. Lelaki itu, bersama Aiko, tiba setelah menembus hujan deras dari tempat mereka makan. Keduanya yang masih diguyur hujan segera masuk ke area rumah usai turun dari motor.

Di dalam garasi, Alen melepas tasnya dan sepatunya. Ia turut mengeluarkan buku-buku dan barang-barangnya di dalam tas serta membeberkannya di lantai supaya lekas kering. Sementara itu, Aiko terdiam sambil mengamati Alen. Gadis itu berdiri di belakang belahan jiwanya dengan tubuh yang menggigil.

Beberapa saat sibuk dengan aktivitas kecilnya, Alen berbalik usai mengeluarkan seluruh barangnya dari dalam tas. Ia terkejut mendapati Aiko berdiri seraya memeluk diri. Rona wajah gadis itu saat ini pucat. Matanya sayu dan bibirnya bergetar—sedemikian badannya. Alen seketika khawatir Aiko hipotermia.

"Lepas jaketnya!" Alen menarik jaket miliknya yang dipakai Aiko supaya dilepas oleh gadis itu. Pasalnya, jaket Alen basah. Bukannya menghangatkan, malah membuat suhu tubuh Aiko semakin turun.

Tanpa ragu-ragu, Aiko melepaskan jaket itu. Alen meraihnya dan meletakkannya di atas sadel motor.

Sesaat, Alen menyibak rambut Aiko. Memastikan keberadaan ABD (alat bantu dengar) milik gadisnya. Sayangnya, alat itu tidak terdapat di telinga Aiko. Entah dimana, namun ketiadaan ABD milik Aiko, membuatnya semakin cemas. Ia cemas benda itu terjatuh di jalan karena terkena air hujan.

Secara, satu ABD yang bagus dipatok dengan harga yang cukup mahal. kiranya dapat mencapai uang kuliah Alen selama satu semester.

Alen lantas menyentuh telinganya, dan mengetuknya dengan jari sebanyak dua kali. "mana? jatuh?"

Ia melakukan ini agar Aiko mengerti pertanyaannya.

Aiko mengangkat tas selempangnya, lalu menepuk permukaannya. Mengisyaratkan kalau benda yang dimaksud Alen ada di dalam tas.

"Syukur, deh. Saya pikir jatuh," ucapnya, walau tidak akan direspons oleh Aiko.

"Ya, udah. Ayo masuk! Mandi sekalian ganti baju!" ajaknya, lalu berjalan lebih dulu menuju pintu di depan sana. Sang gadis hanya mengikuti langkah Alen walau rasa penasaran sekaligus was-was mulai bercokol di benaknya.

"Ini rumah orang tuanya kak Alen, kah? Kalau ketemu gimana, ya?" batin Aiko cemas saat memasuki rumah Alen.

Keduanya terus berjalan memasuki rumah yang pencahayaannya remang-remang—berasal dari lampu flash ponsel. Pada saat berjalan, baik Aiko maupun Alen saling terdiam. Alhasil, sunyi menemani langkah mereka—tidak terlalu sunyi karena suara petir masih terdengar keras—hingga tiba di sebuah kamar. Alen memasukinya terlebih dahulu, kemudian Aiko.

Alen berhenti sejenak untuk meraih tangan Aiko. Dibawanya sang gadis menuju sebuah ruangan yang terletak di pojok. Alen membuka pintunya kemudian menuntun Aiko masuk ke dalam ruangan itu.

11 : 11 pm ✖ Lee Felix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang