Cerdaskan Millenial Cakap Bermedia Sosial

341 1 0
                                    

Serba-serbi kehidupan yang instan menjadi ciri khas pola perilaku dan kehidupan manusia masa kini. Batasan ruang telah ditembus oleh internet, menciptakan universe baru bernama dunia maya. Komunikasi, jual-beli, transaksi transportasi dan kemudahan lainnya dapat diakses hanya dengan sentuhan jari. Itulah gambaran zaman yang sudah berada di bibir revolusi industri 4.0, keadaan yang memaksa manusia turut berkembang mengikuti pola dan budaya yang muncul di era industri digital.

Masyarakat di tanah air pun tak luput dari perubahan yang mengubah pola interkasi konvensional. Interaksi tatap muka secara langsung sudah tergantikan dengan adanya internet, yang memungkinkan penggunanya berintekasi tanpa batasan ruang. Dikutip dari kompas.com, hasil riset eMarketer (2017) pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 112 juta orang dan sangat mungkin untuk bertambah. Hal ini didukung status indonesia yang masih tergolong negara berkembang. Potensi ini yang sepatutnya dijadikan tindakan persiapan untuk membekali masyarakat agar paham dan melek internet.

Dilansir dari tribunlampung.com, Direktur Pemberdaya Informatika Kominfo, Septriana Tangkari menyebutkan, baru 51,8 persen penduduk Indonesia yang melek internet. Artinya setengah penduduk Indonesia masih belum memahami betul internet dan fungsinya, sekadar tahu, bahkan dimungkinkan ada masyarakat yang belum mengenal internet sama sekali. Penetrasi edukasi tentang internet perlu digalakkan, guna menciptakan generasi cerdas dan bijak dalam mengakses internet.

Penetrasi edukasi internet atau yang lebih mengerucut tentang penggunaan media sosial, menjadi poros dalam mencetak generasi yang cerdas dan bijak dalam bermedsos. Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara memberi penjelasan "Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter,kekuatan batin), pikiran (intelektual) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya" (diwarta.com). Pendapat beliau dapat dikontekstualisasikan bahwa edukasi berperan dalam mengawal anak-anak (masyarakat) menuju kecerdasan dan kebijaksanaan dalam pemafaatan alam (dunia maya).

Inovasi teknologi dengan pemanfaatan media sosial menjadikan arus informasi mengalir dengan deras dan cepat, pola-pola komunikasi linier mulai digantikan dengan pola-pola komunikasi simetris, real time melintas batas ruang dan waktu, dengan mengedepankan kecepatan, sekaligusmenandakan pola komunikasi dewasa ini sesungguhnya telah memasuki fase interactive communication era, sebagaimana katagorisasi Everett M Rogers, fase lebih lanjut dari pengembangan era telekomunikasidengan menjadikan penggunaan internet sebagai media baru (new media).

Perkembangan era digital dengan masifnya penggunaan internet sebagai media baru (new media), membawa konsekuensi pergeseran karakter khalayak menjadiaudience, khalayak tidak lagi obyek pasif, namun dapat berperan menjadi produsen informasi (Prosumer), masyarakat sebagai khalayak tidak lagi pada posisi obyek yang dideterminasi media massa arus utama, tetapi lebih jauh dapat berperan memproduksi berita dan membentuk opini publik via platform media sosial.

Melalui media sosial memungkinkan pengguna berinteraksi, berbagi dan berkomunikasi yang membentuk ikatan sosial secara virtual dalam masyarakat jejaring (networking society) yang ditandai dengan munculnya jurnalisme warga (citizen journalism), fenomena ini menempatkan media sosial sebagai garda terdepan dalam komunikasi model baru sekaligus berperan membentuk opini publik.

Dalam perkembangannya, penggunaan media sosial sebagai garda terdepan dalam komunikasi model baru, tidak lagi hanya sekedar berperan sebagai kanal menyampaikan pesan dan menyerap informasi, tetapi lebih jauh berperan dalam mempengaruhi persepsi dan perilaku publik, mempengaruhi pengambilan keputusan institusi, kelompok masyarakat dan turut andil dalam pengembangan kesadaran kolektif opini publik. Lebih ektrim Aylin Manduric dalam tulisannya "Sosial Media as a tool for information warfare" menyatakan bahwa media sosial sebagai senjata pemusnah massal dan pemicu timbulnya konflik, berperan sebagai senjata kata-kata yang mempengaruhi hati dan pikiran audiens yang ditargetkan.

Literasi DigitalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang