1. West Darfur

13.3K 278 5
                                    

     Sudah berkali-kali hasil kerja Alina ditolak mentah-mentah oleh editor, dengan editor saja ditolak apalagi media massa. "Gue harus nulis apa lagi coba? Soal begal udah keduluan, KDRT keduluan, pembuangan bayi keduluan, semuanya aja keduluan. Gue selelet itu apa?" Gerutu Alina, Jira yang sudah kesal karena terlalu sering mendengar gerutuan Alina, langsung buka suara "lusa Risa mau ke Darfur tuh, mau ngeliput tentara. Coba lu rayu siapa tau lo boleh ikut" sahut Jira malas dan niat nya hanya sekedar 'asbun'.
     "Pinter!!" Alina menjetikan jarinya dihadapan Jira, setelahnya Jira sudah melihat Alina bangkit dari duduk lalu meninggalkan kantin "dasar niat" ujar Gilang yang sedari tadi diam memakan sarapan nya "padahal gue kaga serius-serius amat ngomongnya" lanjut Jira, Gilang menggeleng-geleng kan kepalanya "udahlah kali ini biar dia bener-bener berusaha" mendengar ucapan Gilang, Jira mengangkat bahu acuh lalu kembali memakan sarapannya.
     Sementara Alina sibuk mencari Risa ke segala ruangan, ternyata Risa sedang diruang foto copy, ruangan yang tidak terpikirkan oleh Alina sedari tadi "Ris.." panggil Alina ngos-ngosan "kenapa Lin?" Tanya Risa dengan kening mengkerut "gue ikut lo dong, lusa lo mau ke Darfur kan?" Tanya Alina setelah menetralkan nafasnya "ahh lo mau gantiin gue? Kebetulan kakak ipar gue lusa lahiran, jadi ya mau gak mau gue harus jagain, suaminya polisi soalnya, lagi tugas" mendengar perkataan Risa membuat Alina menatapnya berbinar "seriusan Sa??? Gue gantiin ya!! Tiket segala macem udah siap? Gue harus ngapain?" Tanya Alina bertubi-tubi.
     "Udah siap semuanya sih, tinggal lo bawa diri aja sama perlengkapan pribadi" jawab Risa, Alina mengangguk "makasih Sa!! Doa in gue ya semoga berhasil buat ngeliput" Alina menjabat tangan Risa, Risa tersenyum namun seketika mimik wajah nya seperti yang ingat sesuatu "tapi lo disana dua minggu Lin" gumam Risa, Alina sempat kaget dan sedikit ragu "dua minggu Sa?" Tanya Alina memastikan, Risa mengangguk. 'Demi mimpi gue, demi berita yang akan diliput, demi bahagia in mama, oke deh dua bulan sanggup!' Batin Alina, Alina kemudian tersenyum "oke!! Gue sanggup!!" Ucap Alina final.

•••

     Ternyata menggantikan Risa agar bisa pergi ke Darfur itu tidak segampang bayangan Alina. Di karena kan liputan Alina selalu ditolak membuat atasannya ragu akan mengirimkan Alina "saya yakin kok pak, saya akan berusaha semaksimal mungkin" Alina terus memelas pada pak Dendi yang sedang menatapnya bimbang "tolongin saya pak, saya pengen banget ngerasain berita saya diliput media massa" lanjut Alina masih dengan wajah memelasnya, pak Dendi menghela nafas "saya izinkan" sahut pak Dendi membuat Alina tidak mengontrol gerakan badannya "yess!!! Yuhu!!" Alina mengepalkan tangannya ke udara.
     "Tapi.." sambung pak Dendi menggantung "kalau kamu gagal, potongan gaji 75%" ucap pak Dendi final, Alina langsung lemas "yah pak, potong 25% aja deh" sahut Alina berusaha menegokan potongan gaji nya "kamu nego? Berarti kamu yakin kamu akan gagal?" Ujar pak Dendi, Alina sempat berpikir benar juga ucapan atasannya itu. Ia harus berjuang dan harus bisa "maaf pak, saya akan berusaha sebaik mungkin dan saya yakin tidak akan gagal" ujar Alina dengan mantap dan yakin.

•••

     Sesampainya Alina dirumah, ia langsung memeluk mama nya "ma, lusa Alin pergi jauhhhh banget" Alina membuka pembicaraan pada mama nya "hus! Jangan ngomong gitu, emang Alin mau pergi kemana?" Tanya mama nya dengan suara ke ibu an "Alin pergi ngeliput ke West Darfur ma, ngeliput tentara yang tugas disana" jawab Alina membuat aktifitas mama nya yang sedang memasak terhenti "berapa lama?" Tanya mama nya sedikit khawatir karena anak gadisnya akan berurusan dengan tentara.
     "Dua minggu ma, boleh kan?" Mama nya tidak mau egois kali ini, menjadi jurnalis adalah impian Alina sejak kecil. Walaupun dengan berat hati, mama akhirnya mengizinkan Alina untuk pergi "mama percaya sama Alin, Alin bisa. Mama titip Alin baik-baik disana" ucap mama nya tegar "makasih ma, Alin janji disana Alin gak akan nakal" Alin semakin mempererat pelukannya pada mama nya lalu mencium pipi mama nya.
     Selanjutnya Alin masuk ke kamar adik laki-laki nya bernama Adam. "Dek, lagi ngapain?" Tanya Alina sekedar basa basi "lagi ngerjain Inggris kak" jawab Adam masih fokus pada tugasnya "lusa kakak pergi ya, dua bulan" ucap Alina membuat kegiatan Adam berhenti "kak Alin mau kemana?" Tanya bocah kelas 1 SMA itu "kakak mau ke West Darfur. Meliput kegiatan tentara disana" jawab Alina, Adam mengangguk "Adam sih gak bisa larang kak Alin, cuma jaga diri ya kak. Tentara kadang ada yang pedofil loh" bisik Adam diakhir kalimat.
     Alina tertawa "kamu ini mikirnya jorok, kejauhan" sahut Alina "yaudah, kamu tidur sana. Besok ulangan harian kan? Harus bisa ya" Alina mengusap kepala Adam lalu keluar dari kamar Adam.
     Alina yang masih berumur 21 tahun harus bisa merantau jauh dari keluarganya demi sebuah liputan. Dimana ayah Alina? Ayah Alin bekerja di luar kota, jarang sekali dirinya ada interaksi dengan ayah nya itu. Tapi Alina tidak mempermasalahkannya selagi ayah nya tidak mengganggu kegemaran Alina, yaitu jurnalis.
     "Gue harus bisa, ini kesempatan terakhir dan jangan di sia-sia kan Alina Haifa! Fighting!" Gumam Alina menyemangati diri sendiri.


•••••
Hai!!! Gimana cerita yang ini?? Aku mau sedikit masukin unsur 18++ nantinya jadi kalian bijak membaca ya!
Kalau ada typo atau kesalahan kosa kata tolong koreksinya!!

Terima kasih!

K A P T E N Dhuha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang