Satu

124 9 0
                                    

Masih di UKS

Terdengar suara pintu yang dibuka. Nafisa yang sedang tertidur nyenyak tidak menyadari itu.

"Sa" panggilnya tapi tak mendapat jawaban apa apa.

"Nafisaa"

Nafisa pun membuka matanya.

"Ngapain?"

"Ini kompresin dipipi lo, pasti sakit banget kan tadi"

Nafisa tersenyum lalu mengambil kompres tersebut.

"Makasi ya Cel"

Yang disebut pun tersenyum balik lalu buru-buru meninggalkan UKS tetapi dengan cepat Nafisa menarik tangannya.

"Buru-buru banget?"

"Haduh Sa, gue takut nanti ada yang masuk"

"Gabakal udah sini duduk dulu"

Dia Celina. Teman kecil sekaligus tetangga dari Nafisa. Tidak ada yang tau dengan kedekatan mereka berdua. Dan jangan salah paham, kedekatan mereka berdua hanya sebatas teman.

Kalo lebih dari teman berarti mereka lesbi.

"Kompresin dong, sakit banget nih Cel" ujar Nafisa, ia pun berakting kesakitan.

Celina terkekeh. Ia pun mengambil kompresan tersebut lalu menempelkan nya dipipi Nafisa.

"Sa, lo gamau berhenti cari masalah gitu?"

Nafisa mengernyitkan alisnya.

"Gue yang capek tau liat lo cari masalah mulu"

"Terkadang kita harus cari masalah biar hidup ga monoton" ujar Nafisa yang mendapat pukulan kecil dari temannya.

"Gila lo ya! Orang mana yang pengen nyari masalah?"

"Gue" Nafisa terkekeh.

Celina menggelengkan kepalanya heran.

"Gaada kapok kapoknya ya lo"

Setelah itu hening pun melanda mereka berdua.

"Btw pulang sekolah gue kerumah lo ya?" tanya Celina yang mendapat anggukan dari Nafisa.

"Berarti pulang bareng dong?" tanya Nafisa.

Celina mengubah raut wajahnya menjadi cemberut.

"Iya iya ngga" kekeh Nafisa.

***

Ruang kepala sekolah

Seorang lelaki tua menatap siswa siswinya yang sedang berdiri dihadapannya.

"Kali ini apalagi?" tanya Bapak kepala sekolah.

Stella pun maju kehadapan kepala sekolah lalu memberikan ponselnya. Setelah melihat apa yang ada diponsel, kepala sekolah pun menatap sepasang siswa siswi itu dengan raut marah.

"Kalian tau kan sekolah itu tempat belajar bukan tempat maksiat?" ujarnya dengan suara lantang.

"T-tau pak" jawab Siswa tersebut.

"Terus kalian kenapa ngelakuin hal kayak gini disekolah?"

Keduanya terdiam. Saling berpegangan tangan untuk menyalurkan keberanian.

"Kenapa diam?"

Della pun mengangkat tangannya meminta izin untuk berbicara.

"Kenapa?"

"Mereka udah sering ngelakuin itu pak. Setiap kekantin pasti selalu ambil bangku yang paling pojok terus ngelakuin hal itu" Sebenarnya niat Della berbicara hanya untuk memanas-manasi suasana.

"Tau apa lo tentang gue sama pacar gue?" seru si pria tiba-tiba.

"Saya difitnah pak. Kita ga sering ngelakuin itu kok"

"Diam." ujar kepala sekolah yang membuat pria itu terdiam.

"Kalian berdua setuju sama perkataan Della?" tanya kepala sekolah kepada Stella dan Fara.

Stella dan Fara pun mengangguk.

"Lo bertiga dibayar berapa sama Nafisa hah? Heran gue mau aja tunduk dibawah cewe macam binatang itu"

"SAYA BILANG DIAM"

Pria itupun kembali menutup mulutnya.

"Yasudah kalo begitu, terimakasih untuk kalian sudah memberitahukan kelakuan tidak senonoh ini. Kalian bertiga bisa keluar"

Setelah mengucapkan itu mereka bertiga pun bersiap untuk keluar.

"Pak? Kok mereka keluar sih? Ga adil banget! Kan disini saya sama pacar saya yang jadi korban!" seru pria itu.

"Kamu mau keluar juga? Sekalian saya keluarkan kamu dari sekolah ini"

Mereka bertiga pun menutup pintu setelah kepala sekolah berkata demikian.

"Gila sih tu cowo emang ga sadar diri banget. Dia yang salah eh dia juga yang ngotot" ujar Stella.

"Itu dia keliatannya lagi takut sih jadi nyari berbagai alasan biar dirinya aman" ujar Fara.

Stella dan Della pun mengangguk.

"Btw kalian gamau kekantin terus ke uks dulu gitu? Gue laper banget tadi ga sempet makan dikantin" ujar Della yang memegang perutnya dan berakting kelaparan.

"Iya kekantin aja dulu sekalian beliin Nafisa makan" Fara mengiyakan ucapan Della.

Mereka pun berjalan menuju kekantin.

The Queen of BullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang