05

3.7K 521 18
                                        

Senin, 07.48AM

Sang surya terbit menggantikan sang rembulan untuk menyinari bumi. Membuat seorang pemuda tampan yang memiliki visual diatas rata-rata itu terusik karena sinarnya yang berhasil masuk melalui celah jendela yang tertutup gorden.

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan pandangannya yang masih kabur. Tangan kirinya turun ke bawah, menggaruk sesuatu dibalik selimutnya. Mulutnya menguap lebar dan tangan kanannya ia gunakan untuk mengusap kedua matanya.

Setelah merasa nyawanya sudah terkumpul, Hyunjin turun dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi. Setelah wajahnya terasa segar, lelaki berbibir tebal itu mengganti pakaian tidurnya (yang hanya kaus hitam dan boxer) dengan celana ripped jeans dan kaus putih polos yang dilapisi jaket denim.

Targetnya saat ini adalah mencari sesuatu yang bisa dimakan. Perutnya meraung minta di isi karena semalam hanya di ganjal dengan roti isi yang dibawakan Jeno dan teman-temannya saat berkunjung kerumah nya.

Dengan cepat ia meraih ponsel beserta kunci mobilnya lalu berjalan keluar kamar sembari bersenandung pelan.

Dor! Dor! Dor!

Langkahnya tertahan saat ketukan, ralat, gedoran dari pintu rumahnya terdengar. Wajahnya menegang saat mengingat bahwa hari ini adalah hari dimana bosnya akan menagih hasil kerjanya.

"Keluar Jin, gue tau lo di dalem, gak usah sok sembunyi!"

Hyunjin semakin kelimpungan, mau tidak mau dia harus menghadapi bosnya tersebut. Lelaki itu kini berjalan ke arah pintu yang masih di ketok kuat oleh seseorang di luar. Ia pun mengumpulkan keberaniannya dan menghela napas kasar.

Lagi pula, ia ingin bicara sesuatu kepada bos nya itu. Dalam satu tarikan, pintu itu pun terbuka.

"Akhirnya lo keluar juga, hampir mau gue rubuhin nih pintu."

Lelaki dengan badan besar dan wajah garang itu tersenyum miring saat melihat Hyunjin keluar dari rumahnya. Sementara Hyunjin? Ia hanya menatap datar orang di depannya. Ketakutannya tadi mendadak hilang saat melihat wajah lelaki di depannya ini.

"Sorry, gue belum dapet apa apa sampai hari ini,"

Lelaki itu menatap Hyunjin dengan tatapan tajam. Ia sengaja diam karena kalimat Hyunjin tadi terasa menggantung.

"Lagi pula, gue mau berhenti jadi anak buah lo. Dua tahun gue kerja sama lo cuma bikin hidup gue menderita. Hari-hari gue cuma jadi buronan, sedangkan lo duduk manis sambil makan duit haram lo itu."

Tawa remeh keluar dari mulut Hyunjin. Nada suaranya terdengar datar, namun sepertinya berhasil memancing orang di depannya.

Karena sekarang, laki-laki itu mendadak diam. Wajahnya mulai memerah dan buku-buku tangannya memutih karena di genggam terlalu erat. Sementara Hyunjin, ia tersenyum miring melihat orang di depannya.

"Cupu banget lo cuma bisa berlindung di balik tameng. Dan yang dijadiin tameng nya itu gue! Nyali lo cuma segede biji beras!"

Bugh!!

Satu pukulan mendarat dipipi kanan Hyunjin yang membuat dirinya oleng. Sungguh, pukulan orang di depannya ini sangat kuat! Pipinya berdenyut nyeri.

"Anjing lo! Berani banget lo ngomong gitu!"

Bukannya takut, Hyunjin malah tertawa. Membuat lelaki di depannya semakin meradang.

"Emang gitu kan kenyataannya? Lo itu sampah!"

Bugh! Bugh! Bugh!

Tiga kali tonjokan kembali di dapat Hyunjin yang membuat dirinya tumbang. Kini sudut bibir kanannya robek dan mengeluarkan darah. Tulang pipinya membiru, serta rahangnya terasa ngilu. Dagunya diangkat paksa agar menatap lelaki didepannya.

Stockholm Syndrom [HYUNJEONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang