Takdir semesta memang selucu itu, salah satunya menghadirkan kamu dalam ceritaku.
........🍁........
"Pa..." Panggil ku lagi pada Papa yang masih tak bergeming ditempatnya. Tanpa menunggu lama lagi, aku berlari kearahnya untuk segera memeluk Papaku, menumpahkan segala rasa penyesalan, kerinduan, dan rasa bersalah yang sudah lama aku rasakan.
Tapi aku sedikit kecewa, karena pelukanku tak dibalas olehnya, Papaku hanya terdiam kaku, saat aku mendongak untuk melihat wajahnya, dia memalingkan wajah, menyembunyikan ekspresi yang saat ini ia rasa, aku berjalan mundur untuk memberi kesempatan pada Papa, mungkin dia masih belum bisa menerimaku.
"Papa marah sama Kay? Maafin Kay ya Pa, maafin Kayra." Ucapku sambil menunduk menahan tangisku.
Aku mendengar isakan tangis, segera aku mendongak, kulihat Papa ku, bahunya bergetar hebat, Papa menangis, Tuhan adegan apalagi yang kau tunjukkan padaku, baru kali ini aku melihatnya menangis dan rasanya sangat ngilu melihat Papa menangis. Aku tak sanggup melihat Papaku menangis seperti itu, tanpa meminta persetujuan Papa lagi, segera aku memeluknya dengan begitu erat, aku ikut menumpahkan tangisku pada dada hangat milik Papa yang selalu memelukku dulu untuk sekedar menenangkanku. Dan tanpa kuduga, pelukanku kali ini dibalas oleh Papa tak kalah eratnya dengan pelukanku, seolah pelukan ini berarti ia ingin menyampaikan sesuatu yang selama ini ia pendam.
"Maafin Papa nak, maafin Papa," kata maaf itu kudengar berulang ulang dari mulut Papa. Aku hanya bisa diam dan terus mengelus punggungnya untuk sekedar menenangkannnya.
Sesaat setelah adegan tangis-tangis itu usai, Papa menggiringku untuk duduk disofa di kamar rawat kak Nara. Aku menyandarkanku kepalaku di bahu Papa, dan Papa tetap memelukku, kita berdua benar-benar tidak ingin berpisah lagi.
"Pa.." aku membuka obrolan.
"Hm?" Jawab Papa sambil mengecup rambutku.
"Papa apa kabar?" Tanyaku, aku merasakan sebelum Papa menjawabku, ia menarik nafas dalam dalam, seolah sedang mempersiapkam diri untuk menjawab semua pertanyaanku.
"Seperti yang kamu lihat, badan Papa sehat, dan yang seperti kamu lihat juga, hati Papa rapuh." Jawab Papa sambil mengeratkan lagi pelukannya padaku.
"Maafin Kayra ya Pa," ucapku putus asa, dari semua kata yang ada dibenakku, hanya kata maaf itu yang mampu terucap olehku.
"Kamu nggak perlu minta maaf, Papa yang lebih meminta maaf sama kamu. Kamu yang lebih tersakiti karena semua ini, kamu harus merasa sakit atas kondisi Nara, kamu harus kehilangan Viky, kamu yang terpisah jauh dari Mami kamu, dan saat semua itu terjadi, Papa malah sangat pengecut buat sekedar nemuin kamu dan nenangin kamu." Papa melepaskan pelukannya, menarikku untuk menatap dirinya, aku melihat sorot terlukan itu, sangat dalam dan menyakitkan.
"Papa nggak bisa maafin diri Papa sendiri Kay, Papa udah nampar kamu, sampai kamu pergi dari rumah, Papa udah ingkar janji sama kamu buat ngerayain ulang tahun kamu, Papa nggak bisa nyelametin kamu waktu kecelakaan, Bahkan Papa nggak sanggup buat sekedar memeluk kamu waktu kamu lagi hancur-hancurnya, Papa malu Kay sama kamu, Papa malu," Ucap Papa menumpahkan segalanya yang ia pendam.
"Enggak, Papa nggak boleh nyalahin diri sendiri, Papa nggak sepenuhnya salah disini, akupun juga salah, kalau aja aku nggak ceroboh dan kekanakan semua ini nggak akan terjadi," aku mengulas senyum untuk Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ser Feliz
Teen FictionCerita ini mungkin sudah sering ditulis oleh banyak orang, dan mungkin terlihat sangan klise untuk diceritakan kembali. Tapi dicerita ini aku berusaha untuk menyampaikan apa yang terfikirkan dan menceritakan apa yang memang sudah aku rasakan. Apa in...