"Oh Alanis sayang, bagaimana kabarmu?"Alanis tersenyum mendapat sambutan antusias saat datang ke rumah Kathrine dan Daniel. Pagi tadi ibu mertuanya mengirimkan pesan untuk datang ke rumah keluarga Matthew. Ibu dan ayah mertuanya memang selalu memperlakukan Alanis dengan baik dan penuh kasih sayang, seakan-akan Alanis adalah putri kandung mereka sendiri.
Alanis menjawab pertanyaan dari ibu mertuanya dengan bahasa isyarat. Membuat Kathrine tersenyum dan memeluk menantunya sayang. Tidak seperti David, kedua orangtuanya mau belajar menggunakan bahasa isyarat sejak Alanis menikah dengan David.
"Hari ini Mom ingin membuat kue untuk acara nanti malam. Apa kau mau membantuku, Nak?"
Alanis sedikit mengernyit dan menggerakkan tangannya seolah menanyakan acara apa yang akan diadakan nanti malam.
"Apa David tidak memberi tahu mu? Hari ini adalah ulang tahun pernikahan Mom dan Daddy."
Alanis menggeleng kaku. Pagi tadi David berangkat ke kantor dengan terburu-buru bahkan sarapan yang ia buat tidak David habiskan. Semalam pun suaminya pulang ketika ia sudah terlelap.
"Mungkin David hanya lupa." Hibur Kathrine begitu melihat raut sedih menantunya.
Alanis mengepalkan tangan kanan di depan dada lalu membuat gerakan memutar satu kali, "ma-a," ujarnya. Ia meminta maaf karena sama sekali tidak mengetahui hari penting untuk mertuanya.Kathrine tersenyum memaklumi lalu mengajak menantunya untuk ke dapur. Tahun ini pertama kalinya Kathrine merayakan hari ulang tahun pernikahannya dengan tambahan anggota baru, jika tahun kemarin ia masih merayakan hanya dengan suami serta anaknya, kini ada Alanis yang ikut merayakan. Sungguh ia tak sabar untuk menunggu malam.
"Apa kau lelah?" Kathrine bertanya saat melihat raut wajah Alanis yang lebih pucat dari biasanya. Seluruh pelayan yang biasanya bertugas memasak di dapur memang telah ia liburkan, mengingat di hari spesial ini ia ingin khusus memasak makanannya sendiri.
Alanis menggeleng seraya tersenyum. Ia tidak merasa lelah sama sekali, hanya saja ia merasa sedikit gusar mengingat ia tidak memiliki hadiah apapun untuk diberikan pada kedua mertuanya nanti malam.
"Sayang, ada apa?" Tanya Kathrine lembut. Alanis jelas menyembunyikan sesuatu.
Menghela nafas pelan Alanis lalu mengutarakan kegusarannya, dan membuat ibu mertuanya tertawa."Alanis dengarkan Mom, kau tidak perlu memberikan apapun untuk Mom dan Dad. Di keluarga kami hadiah bukanlah yang utama. Asal semuanya bisa berkumpul bersama itu sudah cukup bagi kami." Alanis tersentuh mendengar ketulusan dari kata-kata mertuanya. Kathrine lalu memeluk menantunya sayang. Mengelus rambut pirang Alanis dengan lembut.
Sebelum malam menjelang, semua makanan yang Alanis dan Kathrine buat telah selesai. Kini Alanis sedang bersiap-siap di kamar David. Dulu setelah ia menikah dengan David, ia pernah tidur di kamar ini untuk beberapa malam sebelum David membawanya ke apartemen milik laki-laki itu yang letaknya lebih dekat dari kantornya.
Alanis kembali mematut dirinya di depan cermin dengan gaun berwarna merah maroon pemberian ibu David. Sesekali ia memijit kepalanya yang terasa pusing. Ia belum memoles wajahnya sedikitpun, hingga ia bisa melihat betapa pucat dirinya pada pantulan cermin.
Tidak sadar bagaimana mulanya, yang Alanis rasa tubuhnya menyentuh lantai cukup keras lalu semua berubah gelap.
------------------------------------------------------
David mengatur nafasnya yang terengah. Bagitupun wanita di depannya. Cecilie tiba-tiba saja menciumnya dengan menggebu saat keduanya sedang membahas kelanjutan bisnis antara perusahaan David dan ayah Cecilie di kantor David. Awalnya mereka membicarakan urusan bisnis di sofa yang memang tersedia di dalam ruangan David, hingga tiba-tiba Cecilie mencium David dan diterima begitu saja oleh lelaki tiga puluh satu tahun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Voice [Complete]
General FictionSeorang pengusaha di Nottingham terpaksa menikah dengan seorang perempuan tunawicara yang telah menyelamatkan ayahnya dari kecelakaan mobil. Pernikahan mereka terlihat baik-baik saja dari luar, namun siapa sangka justru terdapat banyak masalah di da...