Siang ini David telah berjanji untuk mengantar Alanis memeriksakan kandungannya. Bukan karena sukarela melainkan karena paksaan ibunya.
Sebenarnya ia paling tidak suka pergi ke tempat dimana akan banyak wanita berkumpul. Dokter kandungan salah satunya. Di tempat seperti itu tentu akan banyak para wanita dengan perut buncit yang besarnya bervariasi duduk berkumpul untuk menunggu giliran nama mereka di panggil sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan sang dokter.
Tanpa ikut masuk kedalam ruang sang dokter, David memilih untuk pulang lebih dulu dengan alasan ada suatu hal di kantor yang harus diurus. Ia lalu memberikan beberapa lembar uang sebagai ongkos taksi pada perempuan yang masih berstatus istrinya.
Alanis sendiri sudah yakin David akan memperlakukannya seperti ini. Dengan anggukan singkat ia lalu masuk ke dalam ruang dokter yang sudah menunggu dirinya.
Sebenarnya Alanis agak gugup karena ini pertama kalinya ia memeriksakan kandungannya, juga karena ia tidak yakin bahwa dokter wanita yang menyambutnya dengan senyum ramah saat ia masuk akan paham dengan bahasa isyarat yang ia pakai dan karena terlalu buru-buru berangkat ke tempat ini, buku kecil yang biasanya selalu Alanis bawa tertinggal di apartemen.
"Nyonya tidak usah khawatir, mintalah suami Nyonya untuk sering mengajak bicara janin di kandungan Nyonya." Dokter itu berkata dengan ramah dan senyum yang tidak pernah hilang dari wajahnya.
Seperti yang Alanis duga, dokter wanita itu tidak mengerti bahasa isyarat. Namun dokter tersebut menyediakan selembar kertas dan pulpen agar Alanis dapat menuliskan pertanyaan atau keluhan seputar kandungannya.
Alanis hanya bisa mengangguk mendengar saran dari sang dokter. Ia sempat bertanya bagaimana cara berinteraksi dengan janin di dalam kandungan, dengan keadaan dirinya yang seperti sekarang.
Dokter menyarankan agar Alanis sering memutarkan musik klasik dan menyuruh ayah dari sang bayi untuk mengajaknya bicara.Andai hubungan Alanis dan David normal. Hal seperti itu tidaklah mustahil.
"Dokter, apakah anak yang lahir dan hidup hanya dengan orangtua yang tidak bisa bicara normal seperti saya akan mengalami kesulitan bicara juga?"
"Kenapa Nyonya bertanya seperti itu? Kekurangan yang ada pada orangtua seperti anda tentu tidak akan mengurangi kemampuan bicara pada anak yang dilahirkan. Untuk perkembangan dalam hal bicara saya rasa anak akan memiliki banyak orang dalam lingkungannya yang dapat mengajaknya bicara."
Dokter tersebut menyentuh tangan Alanis yang saling bertaut di atas meja. "Jangan sedih Nyonya, anak dan ibu memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia akan mengerti bahasa anda meskipun tak terucap jelas dengan mulut."
Alanis tersenyum berterimakasih pada sang dokter meskipun didalam hatinya terasa tidak tenang.
Sepulang dari dokter kandungan, Alanis memilih pergi ke minimarket untuk membeli susu hamil. Namun, ketika ia telah keluar dari minimarket, Alanis tak sengaja melihat mobil yang sama dengan milik suaminya terparkir di depan sebuah kafe yang bersebrangan dari tempatnya berdiri. Setelah memastikan bahwa plat nomor dari mobil tersebut adalah milik David, Alanis lalu menyebrang jalan. Tanpa perlu masuk, Alanis dapat melihat David duduk satu meja dengan perempuan yang dulu juga bersama David di sebuah restoran. Apa benar David meninggalkannya untuk urusan pekerjaan atau itu hanyalah alasan semata?
Untuk yang kesekian kalinya, Alanis hanya dapat tersenyum getir meratapi kisah rumah tangga yang sempat ia impikan akan penuh cinta. Sebagai wanita, ia tentu ingin laki-laki yang dicintainya memberikan seluruh kasih sayang dan perhatian hanya untuknya seorang apalagi dengan kondisi mengandung seperti ini. Tapi impian tetaplah impian, akhirnya bisa tidak terwujud.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Voice [Complete]
Fiksi UmumSeorang pengusaha di Nottingham terpaksa menikah dengan seorang perempuan tunawicara yang telah menyelamatkan ayahnya dari kecelakaan mobil. Pernikahan mereka terlihat baik-baik saja dari luar, namun siapa sangka justru terdapat banyak masalah di da...