No Voice-13

10.3K 812 163
                                    

Bantu koreksi typo ya~
.
.
.
.
.

Merasa memiliki waktu senggang Alanis berinisiatif untuk menyetel dvd milik David. Tidak banyak memang yang laki-laki itu miliki.

Alanis mengambil satu yang dari sampulnya terlihat cukup biasa meskipun sepertinya genre film itu adalah horor. Alanis sejak dulu memang cukup berani bahkan lebih berani dari Christ untuk urusan menonton film horor.

Awal jalan cerita yang ia tonton tidak terlalu bagus. Hanya diisi dengan kehidupan sekolah dimana terdapat pembulian pada orang yang menurut mereka tidak lebih baik kondisinya.

Dipertengahan, adegan berubah menjadi lebih tegang karena hantu dalam film tersebut terus meneror orang-orang yang pernah membulinya semasa hidup. Alanis yang merasa mulai haus beranjak ke dapur untuk mengambil segelas air, namun begitu kembali dan hendak duduk. Ia tersedak karena matanya menangkap adegan cukup vulgar antara perempuan dan laki-laki yang ia ingat adalah orang tua dari salah satu pelaku bully.

Tanpa pikir panjang ia mengambil remote lalu mematikan tv di hadapannya. Alanis mencoba mengatur nafas setelah batuknya hilang.

Ia memang bukan wanita polos, ia telah menikah dan kehamilannya menjadi bukti bahwa ia cukup tahu proses sebelum kehamilan terjadi. Namun, tetap saja pipinya memanas. Bukan hanya karena adegan dalam film yang ia tonton melainkan sekelebat bayangan bagaimana ia dan David dulu juga melakukan hal yang serupa dengan adegan film tadi.

Dulu, saat pernikahannya masih baik-baik saja, David adalah orang yang membuat jiwa dan hatinya melambung. Meski bukan tipe pria romantis tetapi sikap yang ia tujukan pada Alanis selalu berhasil membuatnya merasa diinginkan dan dibutuhkan. Bagaimana tidak? Semua masakan yang Alanis buat selalu David makan sampai habis. Setiap setelan kerja yang ia pilihkan selalu dipakai tanpa protes. Belum lagi 'kegiatan' mereka pada malam hari.

Sungguh saat ini dirinya merasa tertipu. Harusnya ia sadar bahwa laki-laki memang memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi meskipun tanpa melibatkan perasaan. Beda dengannya yang berpikir kalau David menerimanya sepenuh hati untuk dijadikan istri.

Lagi-lagi kisah malang yang dapat ia kenang dalam perjalanan hidupnya bertambah.

÷÷÷÷÷€

David hampir mengumpat begitu membuka pesan masuk di ponselnya. Bukan deretan pesan namun sebuah foto dari Cecilie mampu membuat detak jantungnya berubah menjadi lebih cepat.

Potret wanita itu dengan kemeja putih tak dikancing memperlihatkan belahan dada dan leher jenjangnya. David buru-buru menghapus pesan itu begitu sadar dirinya sangat tergoda. Ia laki-laki normal. Disuguhkan pemandangan seperti itu jelas menyenangkan namun selama ini, sejak ia mulai tertarik pada lawan jenis tak pernah sekalipun ia memuaskan diri dan rasa keingintahuan tentang wanita lewat gambar dan video yang menurutnya tidak pantas dilihat laki-laki berpendidikan.

Baru dengan Alanis lah ia tahu bagaimana hubungan laki-laki dan perempuan.

Jelas Cecilie yang agresif seperti ini mampu membuat ia ketar-ketir. Belum lagi kebutuhan biologisnya sudah lama tak terpenuhi akibat hubungan dengan Alanis yang merenggang.

÷÷÷÷÷÷÷÷÷*

"Mom, Dad, apa kabar?"

David datang lalu mengecup ke dua pipi orangtuanya. Hampir duduk kalau saja sang ibu tak menyuruhnya untuk bersih-bersih dan berganti pakaian.

Alanis hanya dapat tertunduk begitu David kembali dan duduk di sebelahnya.

Setelah menceritakan alasan keterlambatannya datang ke acara makan malam bersama kedua orangtuanya, makan malam itupun dimulai, sesekali terdengar perbincangan ringan antara mereka.

"Malam ini kalian harus tidur di sini." Suara Kathrine membuat Alanis dan David mendongak dan saling pandang sekejap.

"Mmh... Mom, kenapa harus menginap? Kami kan punya tempat tinggal sendiri."

Kathrine menggeleng tidak setuju, "besok adalah hari libur, dan Mom ingin kalian menginap di sini sesekali. Selama ini kalian begitu sibuk sampai lupa untuk mengunjungi Mom dan Dad."

Alanis mengelus lengan mertuanya tidak enak. Apa yang kathrine katakan ada benarnya, selama ini ia dan David jarang sekali mengunjungi mereka. Bagi orangtua tentulah kehadiran anak dan kebersamaan dengan mereka adalah yang utama. Tak perduli seberapa sukses sang anak asal mereka mau meluangkan sedikit waktunya untuk orangtua bagi mereka hal itu yang sangat di syukuri.

Alanis menatap David berharap laki-laki itu setuju. Namun raut wajah David terlihat enggan sekali.

Makan malam selesai, dan keputusan akhir untuk Alanis dan David adalah menginap di rumah orangtua laki-laki itu. Tidak bisa menolak setelah Kathrine terus memaksa.

Seperti mengulang kenangan awal pernikahan. Berada di rumah ini dan menempati kamar David kembali. Ia ingat bagaimana malam setelah pesta pernikahan hatinya gelisah memikirkan apa yang akan ia dan David lakukan malam itu. Berbanding terbalik dengan David yang sepertinya sangat santai.

Kini, saat David keluar dari kamar mandi dengan tatapan yang sulit untuk ia jabarkan Alanis merasa kegelisahan itu datang merayapi hatinya. Dan ketika David berdiri di hadapanya yang masih mematung tak ada lagi yang dapat Alanis lakukan.

Kelebat bayangan adegan film yang tadi siang sempat ia tonton hadir ketika David merengkuhnya. Ia rindu pada kehangatan tubuh tegap ini.

Biarlah untuk kali ini ia terhanyut kembali pada pusaran kenikamatan itu. Memasrahkan diri pada laki-laki yang mampu mengisi sebagian hatinya. Membawa pada indahnya roamansa bagai dimabuk asmara, sebelum nantinya dihempas lebih menyakitkan.

Biarlah...

Ia relakan hanya untuk malam ini. Nyatanya, selama puluhan tahun hidup tidak pernah ia bermimpi akan mencintai seseorang sedalam ini. Jadi, saat laki-laki ini datang dan membawanya berjanji pada Tuhan untuk mengarungi sebuah kisah yang orang beri nama rumah tangga. Tekad untuk menjadikan dia sebagai satu-satunya pria yang ia cinta semakin kuat meskipun Perasaan tidak percaya dan takut tak pernah benar-benar hilang dalam hatinya meski mati-matian ia tutupi.

Dan kini, ketika kondisi mereka sudah seintim ini, saat sepasang mata itu tak pernah memancarkan sedikitpun rasa cinta ketika pergumulan mereka usai, Alanis tahu malam ini seluruh cinta dan harga dirinya telah hancur berkeping-keping. Ia tak lebih berharga dari apapun di dunia ini.

Tapi sekali lagi biarlah. Ia akan memberi apa yang laki-laki itu inginkan darinya.

Dan itu bukanlah hatinya.

÷÷÷÷÷÷÷÷

Tidak seperti yang David takutkan sebelumnya. Alanis memasrahkan diri untuk melayaninya seperti dulu. Padahal, sejak hubungan mereka merenggang ia tidak pernah lagi berada seintim ini dengan Alanis.

Sejak siang tadi ia memang sudah kehilangan fokus pada apa yang ia kerjakan. Kiriman foto dari Cecilie ditambah Alanis yang berdiri di tengah kamar menatapnya dengan tatapan lugu, membuat Kebutuhan dan hasratnya sebagai lelaki tak terbendung.
Beruntung Alanis tak banyak menolak walau awalnya sempat tegang dan kaku.

Kecupan tak henti ia berikan pada pundak dan punggung putih milik wanita yang kini tidur membelakanginya. Apa yang ia inginkan sejak lama telah terpenuhi dan si pemberi kenikmatan itu tertidur kelelahan.

Hal inilah yang setidaknya mampu membuat ia berpikir bahwa dalam pernikahannya masih ada hal yang menguntungkan untuknya.

Meskipun dengan tidak tahu dirinya ia masih sempat memikirkan untuk menceraikan perempuan yang baru saja berbagi kehangatan dengannya.
.
.
.
.
.

TBC

Hayoo vote dan comment nya^^

No Voice [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang