No Voice-4

5.3K 523 15
                                    


David telah memikirkan rencana ini sepanjang hari. Memasang kamera pengintai di setiap sudut ruangan apartemennya.

Bukan karena mengincar pencuri melainkan untuk mendapatkan bukti perselingkuhan Alanis agar ia dapat segera menceraikan wanita itu. Terlepas dari benar atau tidaknya perselingkuhan itu David tidak perduli, toh Alanis akan sulit menyangkal dengan keterbatasannya yang sulit bicara. Ia harus memiliki bukti karena tidak mungkin tiba-tiba mau menceraikan Alanis tanpa alasan yang logis. Orangtuanya pasti tidak akan setuju.

Setelah semua kamera terpasang, David akan pura-pura pergi ke luar kota untuk perjalanan bisnis beberapa hari. Jika Alanis memiliki hubungan dengan laki-laki kemarin tentu kesempatan yang David berikan akan sangat menguntungkan.

------------------------------------------------------

Alanis terbangun dengan rasa mual yang amat sangat. Tidak jelas sejak kapan, yang pasti tiap pagi ia akan terbangun karena rasa mual.

Tanpa melirik David yang masih tertidur, Alanis masuk ke kamar mandi menuntaskan rasa mual dan sekaligus membersihkan diri.

David telah duduk di pinggir ranjang menghadap ke arah pintu kamar mandi saat Alanis keluar dengan kaos biru dan rok sebatas lutut berwarna hitam. Sejak kemarahan David begitu mengetahui kehamilannya, Alanis selalu mengganti baju di dalam kamar mandi. Bukan apa-apa. Alanis hanya merasa kini hubungannya dan David tidak bisa seperti dulu lagi. Ia bagaikan pelayan yang tinggal di apartemen David sampai laki-laki itu memutuskan untuk memecatnya. Menyingkirkan Alanis dari apapun yang berhubungan dengannya.

Setelah kejadian di The Balti House, David tidak pernah memberikan penjelasan apapun pada Alanis. Alanis pun tidak pernah mencoba untuk meminta penjelasan karena merasa tidak siap mendengar penjelasan David yang pasti akan membuatnya sakit hati. Bukan karena takut hidup susah setelah diceraikan, karena gaji yang tiap bulan ia dapatkan dari menjadi penerjemah sudah cukup besar untuk menghidupi dia dan calon anaknya. Alanis hanya belum siap kehilangan orangtua sebaik Kathrine dan Daniel. Mereka menyayanginya seperti anak kandung. Alanis sudah putuskan, selama David belum menceraikannya, Alanis akan tetap bertahan. Setidaknya Alanis ingin saat melahirkan nanti ia tak berjuang melaluinya seorang diri. Ia berharap Kathrine mau menemaninya ketika ia bertaruh nyawa melahirkan keturunan Matthew. Memberikan kekuatan layaknya seorang ibu pada putrinya.

Biarlah David tidak perduli, Alanis tidak akan memaksa. Ia cukup sadar diri untuk tidak berharap bahwa laki-laki yang telah ia cintai itu mau mempertahankan pernikahan mereka. Dirinya tidak seistimewa itu untuk dipertahankan.

Alanis berubah menjadi kikuk saat David berjalan kearah kamar mandi. Kini setiap pagi, David akan bangun dengan sendirinya karena terganggu dengan suara muntah Alanis. Tanpa kata David melewati Alanis dan masuk ke kamar mandi.

Suasana akan makin canggung saat Alanis dan David sarapan. Meskipun sadar jika ia tidak diinginkan, namun Alanis tetap berusaha menjalani perannya sebagai seorang istri.

"Ada yang harus kita bicarakan."

Alanis mendongak, mengalihkan tatapan dari piring makanannya ke wajah David yang terlihat serius.

Mengangguk sebagai persetujuan, Alanis biarkan David meneruskan pembicaraannya.

"Aku rasa kau sudah sangat paham bagaimana perasaanku padamu," Jeda sejenak, "aku tidak yakin bisa melanjutkan pernikahan ini."

Alanis menahan nafas mendengar pengakuan David. Secepat inikah batas David hidup bersama dirinya. Tidak perduli bahwa saat ini ia sedang mengandung darah dagingnya, anak mereka. David rupanya tidak sabar untuk berpisah.

Tidak ada jawaban dari Alanis, rasa-rasanya ia tidak sanggup untuk menulis apa yang ada dipikirannya.

"Apa kau mendengarku?"

No Voice [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang