13
Malam ke-47 itu sangat mencekam.
Gabriel yang baru saja pulang dari kampus untuk mengurus beberapa hal dikejutkan dengan Cakra yang tiba-tiba berkata bahwa terjadi kerusuhan di Sekolah Keperawatan. Dengan berbekal informasi itu, Gabriel mengumpulkan Mark, Helios, Jaevano, Cakra, dan Panji untuk segera pergi ke Sekolah Keperawatan.
Sesampainya di sana, bagian Utara gedung sudah habis dimakan api. Beberapa pelajar yang membenci Wali Kota terus saja menghajar dengan botol api. Suasana semakin tidak terkendali saat tiba-tiba, ada banyak tank datang menghujani mereka dengan peluru dan gas air mata.
Mereka yang datang untuk membantu mengevakuasi lantas segera menyelamatkan diri sendiri karena tentara pemerintah yang datang tak segan menembakkan pelurunya dan menyeret siapa saja masuk ke mobil hitam besar untuk disiksa. Ya, Jaevano mendengar bahwa siapapun yang berhasil ditangkap pemerintah akan dibawa ke suatu tempat untuk disiksa.
Cakra dan Panji terpisah dari mereka karena banyaknya orang yang berhamburan. Jaevano tidak punya waktu, ia, Gabriel, dan Mark segera pergi ke gedung asrama Sekolah Keperawatan Pandawa dan menyuruh mereka untuk pergi berlindung. Isaiah dan Snow ada di sana. Dengan segera, Jaevano menarik mereka dan berlari sejauh tiga blok dan bersembunyi di ruko milik warga.
"Di mana Panji?"
Cakra yang sudah bergabung dengan mereka lantas menggeleng, "Terpisah."
"Berengsek!"
***
Setelah Gabriel berhasil menyuruh teman-temannya lari, ia segera berpesan pada orang tuanya untuk berlindung dan mengatakan bahwa mereka tidak tahu wajah-wajah yang dianggap 'dalang' itu jika ada tentara yang datang. Orang tuanya mengerti. Akhirnya, Gabriel kembali bersama Helios untuk mencari Panji. Situasi masih sangat kacau.
Di lain tempat, Jaevano kembali melajukan mobilnya setelah memastikan Katherine aman. Ia kembali ke rumahnya untuk menjemput Snow dan Isaiah dan membawanya ke pondok. Lalu, ia dan Mark pergi ke penginapan Nina dan Katherine.
Mereka mengendap-endap berbekal dua pisau di tangan.
"Mark!" Jaevano berbisik. "Aku akan membuka pintu itu. Jika ada tentara yang terlihat, lemparkan pisaumu."
Mark mengangguk.
Dengan pelan, Jaevano mendorong pintu kayu itu sedikit dan memeriksa ruangan. Saat dirasa aman, mereka akhirnya masuk ke penginapan itu. Tujuan keduanya datang ke penginapan ini adalah untuk mengamankan dokumen rahasia berisi informasi pribadi Wali Kota, korupsi yang dilakukannya, dan hal-hal mengejutkan lainnya. Setelah menemukan semua informasi rahasia Maerda dan barang-barang pribadi milik Nina dan Katherine, mereka membakar tempat itu.
***
Gabriel, Helios, dan Cakra berada satu blok dari Sekolah Keperawatan. Mereka menunggu Mark dan Jaevano. Keadaan sudah sedikit tenang karena massa sudah dibubarkan, hanya tersisa sedikit orang di sana.
Mereka berada di sebuah ruko milik seorang wanita tua yang mengijinkan mereka masuk. "Minumlah dahulu," ujar wanita itu sembari memberikan mereka air dan beberapa roti.
"Terima kasih."
Terdengar beberapa bunyi tembakan di luar. Wanita itu meringis, "Kalian berhati-hatilah. Setelah ini, pendemo akan bergerak ke Universitas Pandawa."
Cakra terkejut, "Untuk apa mereka ke sana?"
"Entahlah, ada yang mengatakan bahwa mereka adalah pendemo palsu. Ya, pemerintah yang menyamar menjadi pendemo."
Gabriel tertawa sinis, "Wali Kota ingin kita berpikir bahwa mereka melakukan tugas mereka dengan benar dan menyebarkan informasi bahwa pendemolah yang membahayakan masyarakat. Sekolah keperawatan, Cakra, ingat? Wali Kota ingin mendirikan sekolah semacam itu atas namanya. Ini kesempatan mereka menghancurkan sekolah itu dan akan membangunnya kembali nanti."
"Berengsek!"
Wanita itu lalu memberikan mereka beberapa pakaian baru. "Ini milik anak saya yang meninggal saat demonstrasi tujuh tahun yang lalu. Kenakanlah. Aku mendukung kalian."
Sesaat setelah wanita itu pergi, terdengar suara Jaevano dan Mark dari luar. "Kau tidak apa-apa?"
"Ya. Bagaimana sekarang?"
"Aku tidak tahu di mana Panji berada. Tadi kami berpisah dari gedung laboratorium."
Mark melihat pelipis Gabriel, "Itu tidak parah, 'kan?"
"Tidak apa-apa. Jadi? Laboratorium?"
Mendengar saran untuk pergi ke sana, Jaevano kemudian mengerutkan keningnya. "Apakah Panji masih ada di sana? Bagaimana jika ia dibawa oleh tentara itu ke Kamp Penyiksaan?"
"Tidak!" Tegas Helios. "Dia cerdik. Aku yakin dia ada di sekitar sana dan bersembunyi."
***
"Ssshh!" Jaevano membelalak saat Mark menginjak serpihan kaca yang menimbulkan suara. Mark mengatakan maaf dan mereka segera melanjutkan menaiki tangga yang mengantarkan mereka ke ruangan laboratorium.
Gabriel membuka pintu dengan pelan. Sedangkan Mark dan Jaevano menjaga sekitar, takut-takut jika ada seseorang datang.
Saat Cakra, Helios, dan Gabriel memasuki ruangan, betapa terkejutnya mereka saat menemukan bahwa ada puluhan orang di sana, laki-laki, perempuan, semuanya terluka dan menangis.
"Kalian mahasiswa Sekolah Keperawatan?" tanya Jaevano pada salah satu laki-laki.
Ia mengangguk. Dilihat dari penampilannya yang cekatan dan mengayomi, Jaevano pikir laki-laki ini adalah pemimpin golongan tersebut. "Ya, aku Zavier. Ketua kelompok kelas ini. Kami tadinya berada di asrama tetapi mereka membakar gedung asrama kami. Banyak yang terluka."
Helios melirik, "Tanganmu..."
Zavier melirik lengannya yang terbuka karena tebasan pisau. "Oh ya, tak apa."
"Apakah ada seseorang bertubuh tinggi dan kurus dengan rambut berwarna cokelat gelap di sini? Atau apakah kalian melihat laki-laki dengan jaket hitam dan celana jins?" tanya Jaevano yang menjelaskan ciri-ciri Panji.
Mereka hampir hilang harapan saat tiba-tiba seseorang mengacungkan tangannya.
"Ya! Kau melihatnya?"
Perempuan yang gemetar itu mengangguk, "Tadinya dia bersama temannya yang lain..."
"Itu aku. Ke mana dia pergi setelahnya? Kami terpisah!" Cakra segera berujar.
"Aku melihatnya sekilas di lantai bawah memasuki kamar mandi."
Mendengar itu, Jaevano, Helios, dan Cakra segera pergi ke lantai bawah menuju kamar mandi yang disebutkan perempuan itu. Mereka bertiga dengan waspada melihat ke sekeliling dan memeriksa setiap ruangan. Begitu tiba di sana dan mencoba membuka pintunya, ternyata terkunci. Dengan badannya yang tegap, Jaevano mendobrak pintunya dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Panji terkapar di sana dengan perut bersimbah darah.
"PANJI!"
***
"Snow, Isaiah, apakah kalian baik-baik saja?"
Snow melirik dengan wajah ketakutan. "A-aku-maksudku kami baik. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba terjadi demonstrasi seperti ini? Oh Karina, maksudku Kath, aku melihat wajahmu terpampang di seluruh asrama."
Nina melepaskan dekapannya dari Isaiah. "Kami tidak salah."
Katherine mendesah pelan. "Kami tidak melakukan kesalahan, Snow. Kau ingat pidato Wali Kota yang berujung rusuh di Alun-Alun Kota? Kami ada di sana untuk meliput. Hanya untuk mendapatkan berita seperti mahasiswa lainnya. Tapi entah kenapa, ada foto kami yang diambil entah oleh siapa dan diberikan pada Wali Kota. Maka, mereka menganggap kamilah penyebab kerusuhan atau bom saat itu."
"Ya ampun Kath... Nina..."
"Kami tidak apa-apa."
Dan tiba-tiba saja, terdengar suara dobrakan pintu di pondok itu.
Waktu menunjukkan pukul 3 dini hari.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding You | Jeno X Karina
Fanfiction[THE DREAM SERIES 2 - COMPLETED] Jaevano Lentino kehilangan kekasih hatinya. Suatu hari, ia bertemu dengan Katherine Kharsa. Wajah gadis itu sangat mirip dengan kekasihnya yang telah tiada. Pertemuan mereka menuntun pada kisah cinta yang tak biasa...