18

480 41 0
                                    

18

Katherine Kharsa perlahan-lahan kembali.

Sangat menyenangkan ketika melihatnya tertawa riang mendengar candaan Helios. Senyumnya yang mekar sangat dinanti-nantikan oleh sahabat-sahabatnya. Nina, bahkan tak dapat berhenti memeluknya dengan bangga. Katherine sembuh.

Universitas Pandawa telah dibuka kembali mengikuti pelantikan Wali Kota Sementara yang baru. Hari berjalan seperti biasanya. Kelas-kelas perkuliahan dilaksanakan sesuai jadwal semester ini. SKS yang kosong telah dikonversi sesuai peraturan terbaru yang ditetapkan oleh masing-masing fakultas.

Pada intinya, semuanya berjalan lancar.

Sangat lancar.

Kantin Universitas Pandawa masih sangat sepi pagi itu. Hanya ada beberapa mahasiswa Fakultas Hukum dan Fakultas Teknik. Di sana, Katherine, Nina, dan Jaevano tengah duduk di kursi nomor 7. Mereka memesan teh hangat dan beberapa snack.

Jaevano yang duduk di samping Katherine memberikan semua perhatiannya dengan mengambilkan teh hangat dari si penjual dan meniupkannya untuk gadis di sampingnya.

Melihat itu, Katherine tersipu malu. "Jaeno, aku bisa meniupnya sendiri."

Nina menimpali. "Hmm, sok perhatian sekali. Jaevano tidak biasanya seperti itu, Kath! Pasti dia ada maunya!"

Mendengar celotehan dua gadis itu tak membuat Jaevano menghentikan aktivitasnya. Bahkan hingga Mark, Gabriel, Helios, Mire, Lia, Ruby, dan beberapa mahasiswa lainnya datang.

Helios yang melihat Jaevano hanya berdeham. "Ng, Jaevano, lagaknya seperti suami Katherine saja."

"Calon," balas Jaevano.

Tentu jawaban refleks itu membuat Katherine memukul pundak Jaevano pelan. "Mulutnya."

"Bisa tidak, kalian lebih perhatian sedikit terhadapku yang masih sendiri?" Gabriel mendengus sebal. "Bu, pesan soto enam!"

Mereka akhirnya duduk dan menyantap makanan yang dipesan dengan santai. Sesekali, Helios melontarkan candaan yang membuat Ruby tersedak karena selalu menganggap candaan Helios lucu. Sedangkan Mark akan dengan cepat mencoba menendang Helios karena ia menganggap candaan Helios sama sekali tidak lucu.

Mereka saling tertawa dan melemparkan senyum masing-masing.

Meskipun dalam benak Katherine, Lia, dan Ruby masih ada sisa-sisa trauma yang tidak mungkin bisa mereka lupakan dalam waktu dekat, mereka terus mencoba untuk membaik dan bukan tanpa alasan, tetapi, toh hidup akan tetap berjalan 'kan? Tidak mungkin selamanya mereka terjebak di masa lalu. Kini, keadaan sudah berangsur pulih, maka mereka akan berusaha untuk terus menjadi lebih baik dari sebelumnya.

"Panas tidak?" tanya Jaevano lagi.

Katherine menggeleng.

Laki-laki itu tengah memotong satu bakso dan menyuapi Katherine dengan perlahan. Tentu saja mereka dipandangi oleh teman-temannya yang tidak henti-hentinya bersiul-siul menggoda.

***

Pandawa di malam hari terasa berbeda, tidak seperti sebelumnya.

Katherine menyadari itu ketika tengah berjalan beriringan bersama Jaevano di sebelah kirinya. Kelima jemarinya tertaut dengan jemari Jaevano. Mereka bergandengan tangan dengan sangat erat.

Hari ini, sepulang dari kelas sore, Jaevano dan Katherine sebenarnya sudah sampai di rumah. Sore itu, Mama memasak sayur sop sangat banyak. Karena ingat bahwa Snow sangat suka sop buatannya, maka Mama meminta Jaevano untuk mengantarkannya ke sekolah keperawatan. Katherine yang melihat Jaevano malas-malasan akhirnya menawarkan diri untuk menemani yang disambut senyuman oleh laki-laki tinggi berbadan besar itu.

Dan di sinilah mereka, di trotoar menuju sekolah keperawatan.

"Kath."

Gadis itu melirik, "Ya? Kenapa?"

Dengan canggung, laki-laki itu bertanya, "Apa ada yang mau kamu ceritakan?"

Mendengarnya membuat kedua alis Katherine tertaut. Ia bingung. Apa yang harus ia sampaikan? Kegiatannya selama di kampus sudah diketahui semuanya oleh Jaevano karena mereka berada di kelas yang sama.

"Maksud aku tentang kau. Perasaan kamu. Keadaanmu."

Katherine mengangguk mengerti, lalu ia mencoba menerawang bagaimana perasaannya kini. "Aku sedikit cemas. Biasanya, jalan-jalan di malam hari seperti ini suasananya ramai. Sekarang lumayan sepi. Aku juga terkadang masih bermimpi berada di dalam penjara itu, dan disiksa. Terkadang, juga terbayang bagaimana mereka melukai tanganku—"

"Kath, jika kau tidak kuat tidak perlu memaksakan diri," Jaevano memotong perkataan gadis itu.

Ucapan Jaevano menghangatkan hatinya. "Tidak apa-apa, Jaeno. Lagipula, beberapa minggu ini aku sudah menerima konseling bersama Dokter Frans, dan aku sudah tidak terlalu takut lagi. Jarang berhalusinasi juga. Yah, intinya sudah membaik. Aku rasa, aku tidak se-trauma dulu. Semoga saja seterusnya membaik."

Perlahan, langkah keduanya terhenti. Katherine keheranan karena sekolah keperawatan masih lumayan jauh. "Kenapa berhenti?"

Jaevano tertinggal beberapa langkah di belakangnya. Laki-laki itu berdiri memandanginya dengan tatapan yang tidak dapat Katherine mengerti. Rasanya, Jaevano mengasihaninya, merindukannya, ingin memeluknya, dan mengkhawatirkannya? Entahlah, tatapannya sangat sulit diterka.

Namun, kata-kata Jaevano yang keluar dari bibir laki-laki itu membuat Katherine tersentak. "Maaf."

"..."

"Maaf, Kath," kata Jaevano, mengulanginya, dan suaranya lirih.

Katherine menghampiri laki-laki itu dan kembali menggenggam tangannya. "Hei, ada apa Jaeno? Lihat, aku sekarang membaik. I'm okay now."

"Seharusnya aku menghentikanmu mengikuti Komunitas Maerda."

"Jaeno..."

"Kath, seharusnya aku berusaha lebih keras menjauhkamu dari kehidupanku. Bukannya malah aku mendekatimu terus-menerus. Lihat akibatnya? Karena aku tidak bisa menjauhimu, kau menjadi korban atas bejatnya kota ini, Kath. Seharusnya aku memperingati Nina agar kalian tidak mengikuti pertukaran pelajar itu. Seharusnya aku tahu diri. Aku membahayakanmu, aku hampir membuatmu terbunuh, aku..."

Kalimat Jaevano tertahan di bibirnya karena Katherine memeluknya. Erat.

"Please. It's not your fault. Tidak ada satupun dari tragedi ini yang menjadi kesalahanmu, Jaevano. Berhenti mengatakan omong kosong. Lihat aku sekarang. Aku di sini. Masih bernapas. I'm okay. Jangan menyalahkan dirimu karena sejak awal memang bukan kesalahanmu."

Tanpa sadar, Jaevano balas memeluk gadis itu. Gadis yang selama ini ia rindukan.

"Tolong berhenti menyalahkan diri sendiri, ya? Kamu sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan aku. Di rumah sakit, kamu selalu menemani dan menjaga aku. Aku bahkan masih ingat bagaimana paniknya kamu saat tiba-tiba infusku lepas. Kamu sudah sangat baik menjagaku sampai sekarang. Jaevano, seharusnya aku yang berterima kasih pada Tuhan telah dipertemukan denganmu. Aku bersyukur mengenalmu. You hear that? I'm so grateful to know a man named Jaevano Lentino. Kamu menyelamatkan kita semua."

"Katherine..."

"Jaevano. Terima kasih."

"Kath..."

Dalam dekapannya, Katherine berbisik, "Mulai sekarang, sebut namaku dengan berani ya? Aku bukan bermaksud menghilangkan Karina dari benakmu. Tidak, Karina tidak tergantikan. Tetapi, dalam hati yang kecil ini, kamu bisa mengisinya dengan namaku dan namanya. Namaku cukup di bagian kecil di hati kamu, tidak apa-apa. Asalkan kamu tahu bahwa aku ada, aku Katherine Kharsa."

***

Hampir ending😫🖤

Finding You | Jeno X KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang