🍥BAB 10🍥

4.1K 167 2
                                    

Adi POV'S

Aku melihat kedepan, masih dengan wajah tampan yang sama, posisi duduk yang menghadap pada seorang murid laki-laki. Aku masih berada dirumah sakit, namun sekarang tidak bersama istriku, entah mengapa perempuan kalau mengobrol bisa sampai menghabiskan waktu berjam-jam.

Ya, Biana sudah berbaikan dengan Kira dan ucapan Kira yang di sekolah itu hanya karena perempuan itu emosi, ya mungkin lagi banyak masalah.

Bukan urusanku.

"Saya penasaran sama kamu?" kataku sambil mengangkat alis, melihat Endo yang tampak gelisah diduduknya.

"Am em, penasaran sama saya pak?"

"Iya. Perasaan waktu saya pertama kali masuk kekelas kamu itu, badan kamu tidak seperti ini. Dan kamu juga memakai kacamata," ucapku dengan serius menatap pada muridku itu, ralat sekarang mantan muridku.

"Oh iya pak, itu memang saya tapi sekarang saya juga.." aku mengernyit mendengar kalimat yang diucapkan Endo.

"Kamu bicara apa, saya tidak mengerti. Biar saya yang bicara," ujarku cepat diakhir kalimat saat Endo hendak membuka mulutnya lagi.

"Kamu diet, olahraga, minum obat pengurus badan?" Endo menggeleng.

"Terus kamu jadi berubah seperti ini karena apa?" tanyaku penasaran. Pasal ayatnya, Endo yang sedikit ku kenal adalah murid laki-laki yang gendut, berkacamat bulat, dan sering di juluki oleh Kira dengan nama Endors. Mungkin kalian masih mengingatnya. Tapi sekarang, didepanku ini Endo sungguh sangat berbeda, badannya yang wow (tapi masih wow badan saya), kacamata bulat yang tidak lagi bertengger di hidungnya, dan juga, herannya lagi dia yang selalu menjenguk Kira dan menjaga perempuan itu.

"Mungkin ini sedikit aneh, pak.."

"Aneh?" heranku.

"Saya jadi seperti ini karena Kira, saya mencintainya. Mungkin saja cinta yang membuat saya seperti ini." tak sadar aku memukul kuat meja dan tertawa terpingkal-pingkal. Sedangkan Endo, hanya menatapku dengan semburat merah dipipinya. Heh, anak muda.

"Kamu jadi kurus karena mencintai seseorang. Apa saja yang kamu lakukan, heh?" kataku sembari mengacak rambut Endo.

"Saya menunggui Kira sarapan, saya membeli sarapan untuk Kira dari uang saya sendiri. Saya bekerja dan saya seperti sudah beristri.." dan lagi-lagi aku tertawa keras hingga sebuah pukulan keras di bahuku yang membuatku meringis pelan, hampir mengumpat tapi saat wajah cantik istriku terlihat dimataku, rasa kesalku menjadi rasa pasrah.

"Sayang, kenapa memukul mas. Ini sakit.." kataku pelan, dan kemudian Biana langsung mengusap bahuku dengan lembut.

"Mas tertawa kencang sekali, diliatin orang tauk. Eh, itu Endo kamu di panggil sama Kira. Aku udah selesai kok ngobrol sama Kira," kulihat Endo mengangguk dan berlalu pergi setelah mengucapkan terima kasih dan salam.

Aku terkikik menatap punggung lebar Endo yang masih sedikit terlihat dari balik dinding kantin rumah sakit. Aku mengulum senyumku seraya menatap penuh cinta pada istriku yang sudah berpindah duduk menghadap kepadaku.

"Mas kenapa sih, dari tadi senyum-senyum?" tanya Biana dengan raut wajah khawatirnya, yang semakin membuatku tersenyum.

"Nggak ada apa-apa. Ayok! Kita pulang, kan mau kerumah ibu. Hem." Biana mengangguk dan lalu menggenggam tanganku. Kami berjalan meninggalkan kantin beserta rumah sakit. Sebenarnya aku masih penasaran, apa mungkin Endo dan Kira ada apa-apanya?

••
"Adi, kamu kenapa nak?" aku mengangkat wajahku dan menatap kepada ibu mertuaku, yang melihatku bingung begitupun juga dengan tatapan Biana.

PATIENCE MY-WIFE |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang