🍥BAB 19🍥

3.3K 105 3
                                    

Oke teman-teman, sebelum ke titik cerita aku mau tahu nih pendapat kalian tentang cerita ini?
Adakah kalian pernah meneteskan airmata saat membaca ceritanya?
Apa yang akan kalian lakukan apabila seandainya kalian itu adalah Biana?
Dan bagi yang bingung kemana perginya Suamiku itu Guru, hehe.. ini judul author ganti ya lebih ke inggris2 gitu Patience my wife (kesabaran istriku).
Okeh kalau gitu, cus kita geser ke bawah. Semoga aja suka sama cerita di bab kali ini, soalnya ngetiknya buru-buru, hihi...

Author Pov'S

Anak laki-laki itu berlari, terus berlari dengan kencangnya hingga nafasnya terengah-engah dan matanya menatap kedepan, sebuah mansion yang menjulang tinggi di hadapannya. Anak laki-laki itu mengusap airmatanya yang membasahi kedua pipi chubby nya, isakan kecilnya mengeras dan lalu ia kembali berlari memasuki mansion tersebut.

"Paman!? Paman Adi! Help me please, uncle. Help Anvel!" teriaknya mendengungkan wilayah luas didalam mansion itu. Anak itu menangis saat tidak mendengar respon apapun dari pemilik rumah, ia menundukkan dan memukul kepalanya berkali-kali hingga sedikit membuatnya pusing. Tiba-tiba saja seorang pria dewasa berlari kearah nya dengan tergesa-gesa.

Pria dewasa itu berlutut didepannya, "No cry, boy. No..." kata pria itu seraya mengusap airmata yang masih mengaliri kedua pipi anak laki-laki itu.

"Paman, aku mendorong kak Anvel. Kak Anvel berdarah karena aku, hikz..." lirih anak laki-laki itu dengan tersedu-sedu.

"Tidak sayang, itu bukan salahmu, kak Anvel tidak sengaja menginjak kakinya sendiri sehingga dia terjatuh dan berdarah. Jadi kamu tidak salah apapun, kamu mengerti?" anak laki-laki itu menatap Adi dengan mata sendunya, terlihat nampak jelas guratan khawatir, rasa takut, rasa bersalah dimatanya itu.

Anak laki-laki itu merentangkan kedua tangannya, dan dengan sigap Adi langsung menggendong nya, "Tapi kak Anvel marah padaku, dia dibilang dia benci padaku. Aku tidak punya kakak lagi, paman."

Adi tersenyum mengusap mata bengkak anak laki-laki itu.

"Tidak sayang, Anvel tidak akan membencimu. Kan masih ada paman, bibi Biana, adik-adikmu, mama, papa. Jadi Azmiel masih punya teman, Anvel akan tetap jadi kakakmu, oke?!" anak laki-laki itu nampak mengangguk dengan melingkarkan tangannya di leher Adi, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher pria dewasa itu.

Adi dengan perlahan membaringkan Azmiel di kasur superhero yang bergambar superhero kesayangannya Captain Amerika. Tentu itu berada di rumah Adi, Adi sengaja menyediakan kamar khusus untuk Azmiel karena anak laki-laki itu sering menginap dirumahnya dan hanya pulang kerumahnya saat siang hari, sebelum ada kamar superhero nya Azmiel bermalam di kamar Anvel dan tentu tidur seranjang dengan Anvel. Bagi Azmiel, Anvel adalah gadis yang paling Azmiel sayangi dan cintai. Bila Anvel dalam kesedihan maka Azmiel juga akan merasakan hal itu, sebaliknya bila Anvel merasakan kesenangan atau kebahagiaan maka ia juga akan merasakan bahagianya gadis yang paling disayanginya itu.

Dari balik pintu Biana menatap kepada suaminya yang tengah berbaring menyamping pada Azmiel, tangan pria itu mengusap rambut Azmiel dengan sayang. Tatapan Adi sesaat mengarah pada istrinya yang tersenyum padanya sambil melangkah menghampirinya.

"Hai sayang," Adi menarik lembut tangan Biana dan mendudukkan istrinya itu diatas pangkuannya. "Bagaimana keadaan, Anvel?" tanya Adi sembari mengecup bibir Biana.

Biana tersenyum menganggukkan kepalanya, "Anvel baik-baik saja sayang, sekarang bagaimana dengan keadaan Azmiel?" tanya Biana menuruti gaya pertanyaan yang tadi diajukan oleh suaminya. Adi menggelengkan kepalanya.

"Yah, seperti itulah. Dia menangis dan membuat kedua matanya bengkak, dia mengatakan bahwa Anvel membencinya, dan dia terus mengatakan aku tidak punya kakak lagi, aku tidak punya kakak lagi. Dan akhirnya sampai dia tertidur seperti ini, sangat lelap..." ujar Adi menatap kearah Azmiel yang nampak mengigau menyebutkan nama Anvel dalam tidurnya.

PATIENCE MY-WIFE |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang