🍥BAB 2🍥

6.4K 281 4
                                    

Biana POV'S

Aku bahagia namun aku juga gugup, saat ini tanganku sedang digenggam erat oleh ibuku. Hanya dia yang saat ini bisa menemaniku, untuk melangkah menemani jalanku. Sedangkan ayah, beliau sedang sakit, beliau lemah. Dan tidak bisa untuk menghadiri pernikahanku bahkan untuk menjadi waliku. Seandainya saja kalian mau mendengar sepenuh hari tentang rasa sakitku, aku ingin menumpahkan semuanya bersama dengan rengkuhan yang hangat.

Ibuku menatapku, beliau bergerak menghapus airmata yang mengaliri pipiku.

"Anak ibu cantik sekali," aku tersenyum menangis lalu memeluknya. Aku rindu utuhnya keluargaku, aku rindu semua kebahagiaan yang hilang dalam keluargaku.

"Ibu.."

Aku dan ibu masih menangis didalam kamarku yang telah di sulap menjadi kamar pengantin, hingga kedatangan mama Tari, ibu mertuaku. Mama Tari mendekat menghampiri kami, dengan senyum tulusnya.

"Sayang, ijab kabul sudah selesai. Waktunya kamu turun," ucap mama Tari. Ibuku mengangguk dan membelai lembut kepalaku, kemudian aku berjalan keluar kamar diikuti oleh ibuku dan mama Tari di belakangku.

Untuk pernikahanku, aku menggunakan kebaya batik putih dan pak Adi yang menggunakan toxedo hitam dan kemeja putih di dalamnya. Memang sederhana karena itu keinginan ku, aku tidak mau yang mewah, cukup sah dan di ridhoi oleh Allah swt.

"Pak.." gumamku saat aku sudah berada di depan seorang pria yang telah berubah status sebagai suamiku.

"Dek kita bukan ada di sekolah, cukup panggil namaku saja atau terserahmu mau memanggilku apa." katanya dengan senyum manisnya. Aku hanya menunduk malu saat kurasakan kecupan lembut di keningku, mas Adi menatap mataku dan lalu memegang kepalaku, membacakan doa dengan penuh kedamaian hingga membuatku tidak bisa menahan airmataku.

"Mas," kulihat senyumnya makin melebar setelah aku memanggilnya dengan kata mas. Aku sudah tetapkan untuk memanggilnya dengan mas dan kalau di sekolah baru aku akan memanggilnya dengan kata pak.

Bukan aku malu dengan mempunyai suami yang lebih tua 6 tahun dariku itu, tetapi aku tidak mau sekolah tahu bahwa aku sudah menikah, aku mau lulus sekolah dulu dan setelah lulus baru aku akan meminta mas Adi untuk mengumumkan tentang status kami.

"Kamu capek, dek?" aku menoleh pada mas Adi dan lalu menggelengkan kepalaku pelan.

Kami saat ini tengah berada di atas pelaminan, tamu yang kami undang pun hanya kurang lebih 300 orang saja, dari teman-teman mas Adi, teman sdku dulu, keluarga jauh kami, tetangga kami, keluarga besarku dan keluarga besar mas Adi. Selebihnya ada dari pihak sekolah, tapi hanya pak kepala sekolah yang baik dan mengerti akan kondisiku. Aku bersyukur banyak karena dari semua keluarga mas Adi tidak ada yang mempermasalahkan kehadiranku dan kehadiran keluargaku, mereka semua baik dan menyambutku dengan tulus. Dan begitu juga dengan keluargaku yang menyambut mas Adi dengan baik.

"Kalau capek kita ke kamar saja," aku tersenyum lembut seraya memegang lengan mas Adi.

"Aku nggak capek kok, mas. Selesain dulu acaranya, kan nggak enak kalau kita tinggal." mas Adi mengangguk sambil mengangkat tanganku dan mengecupnya lembut.

Acara selesai tepat pukul 4 sore, aku dan mas Adi segera pergi beristirahat, kami juga masih berada di kediamanku dan kemungkinan kami akan terbang ke kota Banjarmasin besok pagi. Kata mas Adi ada suatu pekerjaan nya disana dan sekalian untuk bulan madu kami. Hihi, aku jadi malu.

"Dek, kok belum tidur?" aku tersenyum sembari menggeleng. Sejujurnya aku masih merasa canggung dengan situasi ini, tapi sekian untuk aku tepiskan karena aku tidak mau berdosa. Terlebih mas Adi adalah suamiku.

PATIENCE MY-WIFE |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang