satu

434 27 37
                                    

“Kuharap, kau tetap seperti yang kukenal. Dan kuharap, kau tak mengetahui perasaanku yang sebenarnya.”

—Lyanne

***

"Jadi, bagaimana ceritanya ketika kau putus dengan kekasihmu?" Lyanne menatap sahabatnya—Devan.

Sore hari yang indah. Mereka asyik berbincang di halaman rumah Lyanne. Masing-masing mereka menikmati indahnya senja. Juga semilir angin yang menyejukkan.

Kemudian, Devan balik menatap Lyanne. "Entahlah. Ia tiba-tiba memutuskanku, tanpa alasan yang jelas." Sorot mata Devan tampak kecewa.

Sejujurnya, Lyanne memiliki perasaan pada Devan. Namun, ia terus memendamnya selama 2 tahun. Ia justru senang ketika mendengar Devan dan Sesha—mantan kekasih Devan—putus dalam hubungan percintaan mereka.

"Aku mungkin tak waras," Lyanne berucap jujur. Ia bodoh. Mengapa ia senang ketika Devan sedang sedih?

"Maksudmu?"

"Oh, tidak. Pikiranku sedang buyar. Tugas sekolahku menumpuk," Lyanne terkekeh-kekeh kecil.

Devan tersenyum. Kemudian, bertanya, "Apa kau sedang malas?"

Raut wajah Lyanne tampak sedang berpikir. "Mungkin saja. Liburan sekolah yang tak cukup untukku. Namun, aku tetap sangat menikmatinya. Jadi, rasa malasku kembali menjalar pikiranku."

"Uh, ya. Memang, liburan membuat siapapun malas, terkadang." Devan menyadari akan tujuannya mendatangi sahabatnya.

Di bawah bangku yang ia duduki bersama Lyanne, terdapat satu buket mawar. Sebuket mawar itu diletakkan dalam satu kotak yang indah. Padahal, Lyanne tidak dalam hari ulang tahunnya.

"Kebetulan, senja mulai menghilang, Anne. Aku ada sesuatu untukmu." Devan mengambil kotak tersebut. Ia menyodorkan kotak itu pada Lyanne. "Spesial untukmu. Namun, maaf juga jika itu tidak terlalu berarti bagimu."

Lyanne terkejut. Lalu, ia menerimanya dengan pikirannya yang bingung. "Untukku?" Ia membuka kotak itu. Matanya berbinar-binar.

Lantas, Lyanne beranjak berdiri dan tersenyum. Begitu juga dengan Devan. Keduanya berhadapan dan saling tersenyum.

Tangan Devan bergerak mengusap lembut rambut panjang Lyanne. "Kau menyukainya?"

Ada rasa cinta yang benar-benar meluap dalam hati Lyanne. Waktu terasa berhenti. Ia ingin tetap seperti ini. Menatap Devan dengan senyumnya. Juga tangan Devan yang begitu lembutnya mengusap rambutnya.

"Tentu saja, Devan!" Lyanne berseru senang. "Aku menyayangimu." Tiba-tiba ia memeluk Devan begitu erat.

Pada awalnya, Devan terkejut. Namun, ia juga membalas pelukan sahabatnya. "Aku juga menyayangimu."

Lyanne melepaskan pelukannya. "Terima kasih banyak, Devan! Semoga kau tidak sedih lagi. Jangan terus memikirkannya, aku tak mau kau berlarut dalam kesedihanmu."

Devan mengangguk dan tersenyum. "Sama-sama. Terima kasih juga atas saranmu. Aku akan berusaha melakukannya. Selamat sore, Anne."

"Semoga aku tidak terus berharap lebih."

***

Hallo, alle!

Ini ss pertamaku. Dan ini cuma 350 kata mungkin, tiap chapter. Dan maaf buat awalannya ga boom wkwkwk gada ide buat dobrak awalannya.

Bei liebe, Rede-fine🍃

Danke, tschüss!

Devanne [Short Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang