01

2.2K 172 126
                                    

Langkah kaki terasa berat saat Alora memasuki lorong menuju kelas. Dengan ransel di sebelah bahunya, ia merasa beban yang dipikul lebih berat dari sekadar buku-buku yang ia bawa. Pandangan orang-orang di sekitar menusuk ulu hatinya. Bisikan-bisikan di antara mahasiswa lain terdengar samar, namun cukup nyaring untuk menyusup ke telinganya yang sensitif.

Tiba-tiba, sebuah gulungan kertas terbang menghampiri Alora, mengenai bahunya sebelum jatuh ke lantai. Alora menoleh ke arah asal kertas itu datang, menemukan sekelompok mahasiswa yang tertawa dengan keras. Hati Alora terasa sakit, bukan karena lemparan kertas itu, melainkan karena luka-luka yang tak terlihat yang telah ia alami sebelumnya.

"Dekil banget."

Alora adalah salah satu korban bully di kampus ini. Bukan karena perilaku buruknya, bukan karena kekurangan dalam akademisnya, melainkan karena warna kulitnya yang gelap, yang menjadi sasaran empuk untuk ejekan dan perlakuan tidak adil dari teman-teman kampusnya. Meskipun wajahnya bersih tanpa cela, tidak ada jerawat atau bekas luka, namun warna kulitnya yang berbeda menarik perhatian yang salah dari orang-orang di sekitarnya.

"Huft, nggak pa-pa."

Dengan langkah yang berat, Alora terus melangkah menuju kelasnya, berusaha menahan tangis yang ingin pecah.

Setelah melewati lorong yang penuh dengan kebencian dan ejekan, Alora akhirnya tiba di dalam ruang kuliah. Suasana ruang kuliah yang sepi dan hening menjadi kontras dengan keramaian dan kebisingan di luar. Ia merasa sedikit lega bisa melarikan diri sejenak dari sorotan sinis teman-teman kuliahnya.

Alora memilih duduk di kursi sudut ruang kelas, mencoba menenangkan diri dan fokus pada kuliah yang akan dimulai. Meskipun, kata-kata kasar dan ejekan yang menghantui pikirannya masih terus mengganggunya. Alora merasa kesepian di tengah keramaian, terasing meskipun dikelilingi oleh teman kuliahnya.

"Kenapa warna kulit harus jadi alasan untuk orang-orang perlakukan aku dengan tidak adil? Bukan kemauan aku untuk terlahir di posisi ini."

Tidak lama kemudian, mahasiswa lain mulai memasuki ruang kuliah satu per satu. Mereka saling sapa dan tertawa ringan. Alora melihat teman-teman seangkatannya berinteraksi dengan hangat, merasa sedikit cemburu dengan keakraban yang mereka miliki.

Alora mencoba tersenyum kecil, berusaha menyatu dengan lingkungan yang terasa begitu asing baginya. Ia merasa sedikit lega melihat ruang kuliah yang kini penuh dengan kehadiran mahasiswa lain, meskipun kecanggungan dan rasa tidak nyaman masih menyelimuti hatinya.

Tiba-tiba, pintu ruang kuliah terbuka dan dosen yang mengajar mata kuliah tersebut memasuki ruangan dan suara riuh rendah mahasiswa pun seketika mereda.

Saat dosen mulai menyampaikan materi kuliah, suasana ruang kelas menjadi hening. Namun, tiba-tiba pintu ruang kelas terbuka lagi, dan seorang cowok memasuki ruangan dengan langkah mantap. Cowok itu menarik perhatian semua orang dalam sekejap.

Cowok itu memiliki penampilan yang tak tertandingi; wajahnya tampan dengan garis rahang yang tegas dan juga matanya yang tajam. Aura kekar dan pesona yang memancar dari dirinya seolah menandai kehadiran seseorang yang luar biasa. Mahasiswa lain langsung terpesona dengan kehadiran cowok tersebut, namun yang paling mencolok adalah reaksi cewek-cewek di kelas.

"Astaga ganteng banget!"

Para cewek di ruang kuliah itu seketika menjadi histeris. Mereka bersorak, berbisik-bisik, dan bahkan ada yang sampai menahan nafas melihat kegantengan cowok itu.

Di tengah keriuhan, Alora tak sengaja menatap ke arah pria itu.

Bervan.

Namanya adalah Bervan, seorang pria yang cukup populer di kampusnya. Bervan juga merupakan seorang investor kaya raya yang cukup sukses. Meskipun terdapat sifat buruk yang melekat dalam dirinya, namun tidak sedikitpun merusak citranya di hadapan publik yang terus menganggapnya sebagai figur yang patut dicontoh.

DARK LOVE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang