04

833 102 21
                                    

Alora duduk di bangku taman kampus, dikelilingi oleh pepohonan rindang dan suara riuh mahasiswa lain yang sedang bercengkerama. Meski banyak bisikan-bisikan yang masih menyoroti warna kulitnya, Alora mencoba memusatkan perhatiannya pada buku yang sedang dibacanya.

Tiba-tiba, Austin muncul dari arah belakang, melangkah santai menuju Alora.

"Lagi sibuk, Ra?" tanyanya dengan nada ramah, meskipun ada sedikit keheranan di matanya.

Alora mengangkat kepalanya dari buku dan tersenyum tipis. "Nggak, Austin. Ada apa?"

Austin duduk di sebelah Alora, menatap Alora dengan raut serius. "Gue denger lo batal ikut olimpiade matematika. Beneran, lo udah ngundurin diri?"

Alora menelan ludah, lalu menunduk sebentar, menghindari tatapan Austin.

"Iya, aku udah bilang ke Pak Arya pagi tadi kalau aku nggak sanggup ikut."

Austin mengerutkan kening, jelas tidak puas dengan jawaban itu. "Kenapa lo tiba-tiba mundur? Kemarin lo keliatan semangat banget buat ikut. Apa ada sesuatu yang terjadi?"

Alora menggigit bibirnya, merasa terpojok oleh pertanyaan Austin. Alora tidak ingin melibatkan Austin lebih jauh dalam masalahnya dengan Bervan, tapi ia juga tidak bisa menghindar dari rasa bersalah yang menghantuinya.

"Aku cuma nggak yakin bisa fokus, Austin. Banyak hal yang aku pikirin, dan aku nggak mau ngecewain siapa-siapa."

Austin menatap Alora lebih dalam, seakan berusaha mencari kebenaran di balik kata-katanya. "Lo yakin ini keputusan lo sendiri, Ra? Soalnya, ini nggak kayak lo yang gue kenal kemarin."

Alora merasa dadanya semakin sesak. "Iya, ini keputusan aku," jawabnya dengan suara yang terdengar lemah. "Aku cuma nggak mau nambah beban buat diri aku sendiri."

Austin menghela nafas panjang, jelas masih tidak puas. "Gue harap lo nggak merasa terpaksa atau dipaksa buat ambil keputusan ini. Lo punya potensi besar, dan gue yakin lo bisa bawa nama kampus kita untuk menang."

Alora tersenyum kecil. "Makasih, Austin. Tapi untuk sekarang, aku rasa ini keputusan yang terbaik buat aku."

Austin hanya bisa menatap Alora dengan ekspresi khawatir, merasa ada yang tidak beres tapi tidak ingin memaksanya lebih jauh.

"Oke, kalau lo butuh apa-apa, gue di sini buat lo. Jangan ragu buat ngomong, ya."

Alora mengangguk pelan.

Alora menatap buku di tangannya, mencoba mengalihkan perhatiannya dari rasa bersalah yang semakin dalam. Namun, setelah beberapa saat dalam keheningan, ia akhirnya memberanikan diri untuk bicara lagi.

"Austin, mungkin sebaiknya kamu nggak usah terlalu dekat sama aku."

Austin mengangkat alis, bingung dengan apa yang baru saja didengarnya. "Maksud lo, Ra? Kenapa gue nggak boleh dekat sama lo?"

Alora menggigit bibirnya, jelas merasa sulit untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.

"Aku cuma nggak mau kamu terlibat dalam masalah aku. Lebih baik kamu jaga jarak."

Austin mengerutkan kening, semakin penasaran. "Masalah apa, Ra? Lo nggak ngasih gue alasan yang jelas. Kalau ada yang salah, lo bisa cerita ke gue."

DARK LOVE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang