DUA PULUH SEMBILAN

1.2K 48 0
                                    


Laju mobil Yudis tertahan oleh banyaknya orang yang lalu lalang. Ada apakah gerangan. Hilir mudik warga desa berduyun datang pada satu titik. Rumah Ayu.

Mobil Yudis kian mendekat. Akad dan walimah tiga hari lagi. Tapi, keramaian itu seperti kenduri. Hajatan apalagi yang terlaksana di rumah tunangannya.

Perempuan berduyun datang dengan membawa baskom sebagai tentengan. Kaum lelaki memikul pisang dan sayuran datang. Anak kecil membawa ayam dalam keranjang.

Netra Yudis kini kini fokus pada ikan mas dalam plastik besar yang turut di gotong masuk rumah. Suara kambing yang mengembik turut menyumbang kegaduhan. Kambing enggan di bawa masuk akhirnya di seret paksa dan meronta dengan suara khasnya.

Yudis hanya bingung dengan pemandangan itu. Ada hajatan apa hari ini. Apakah ada hajatan lain selain akad dan walimah.

"Kak Yudis !" Pekik Ratna yang bahagia calon kakak iparnya datang.

"Assalamualaikum, masuk kak! Kenapa malah bengong di sini ?" tanyanya yang melihat Yudis diam tanpa masuk rumah

"Wa'alaikum salam, ya Na. Nanti kakak masuk. Masih capek, " kilah Yudis.

Ayu tergopoh datang. Menyambut dengan senyuman. Mengajak Yudis duduk di saung kecil di pinggir kolam ikan. Tepat di samping rumah Ayu.

Tak mungkin Ayu menjamu tamu istimewa di rumah yang penuh sesak dengan orang-orang.

Suara gemericik air pancuran menimbulkan suara khas yang memanjakan Indra pendengaran. Semilir angin menyapu lembut wajah mereka. Aroma masakan samar tercium. Membuat irama disco perut Yudis yang kelaparan.

"Ada acara apa, Yu ? Rumah begitu ramai. Kakak sampai ketakutan. Akad kita tiga hari lagi tapi mengapa pesta sudah di mulai di sini. Sempat berpikir apakah ada yang meninggal. Dulu waktu di sini ada kematian pun seperti ada hajatan besar. Tapi, tak ada raut wajah sedih pada tamu yang datang ke sini."

"Pesta pernikahan kita memang sudah di mulai hari ini, kak."

"Walah mengalahkan meriahnya pesta di kota ternyata. Biayanya juga pasti sangat besar ya, Ayu."

Ayu mengangguk sedih. Bapak bisa mengeluarkan jumlah besar untuk kenduri tapi ogah berkorban demi pendidikan putrinya.

"Hajatan ini selain menghabiskan uang banyak juga sangat melelahkan. Kegaduhan ini sudah sejak seminggu"

"Wow, seminggu ? Ternyata bapak banyak uang juga ya," ujar Yudis takjub.

"Bapak mempunyai celengan selama puluhan tahun. Hari ini simpanannya di kembalikan orang. Kakak lihat hasil bumi bawaan tamu. Mereka mengembalikan simpanan bapak."

"Lantas untuk apa semua itu, Yu?"

"Bahan mentah yang kakak lihat itu akan menjadi hidangan nikmat di meja prasmanan."

"Jangan bilang kalian akan memasaknya sendiri. Bahan makanan itu banyak benar, Ayu. "

"Kami masih memelihara budaya guyub. Saling tolong menolong tanpa embel-embel rupiah di belakang. Kami suka rela bekerja membantu tetangga atau handai taulan yang hajatan. Jumlah pekerja saat itu dua kali lipat dari ini. Bahkan bisa sampai seratusan orang lebih menjadi pekerja saat hajatan."

"Ribet bener tapi kekeluargaan dan kebersamaan sangat terasa ya. Jika di kota asal siapkan gepokan semua aman. Tak usah repot dan capek. Tinggal bel semua kelar"

"Jangan menyangka kami harus membayar semua dengan tumpukan rupiah, kak. Semua bekerja suka rela tanpa imbalan apa-apa," tutur Ayu yang menambah kekaguman akan kearifan lokal. Budaya leluhur yang tak lekang waktu dan masih mendarah daging dalam Masyarakat desa. Salut.

ANAK GUNUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang