Satu

157 11 6
                                    

Hay-hay guys, ini cerita pertamaku. Makasih udah mau nyempetin buat baca. Maaf kalo ceritanya gaje, maklum lah ya penulis amatir.

Happy Reading

Maaf kalo ada typo. Comment aja.
-----------------------------------------------------------------

3rd person pov

Hari Senin adalah hari tersibuk di dunia pendidikan. Mulai pagi hingga pulang sekolah. Semua penuh dengan jadwal atau kegiatan ekstra. Juga hari dimana upacara bendera dilaksanakan. Bahkan istimewanya Hari Senin adalah dimana seluruh mata pelajaran nggak ada yang jamkos dan penuh dengan tugas.

Pagi hari ini gadis cantik yang duduk di kelas 3 SMA Tunas Bangsa tengah tergopoh-gopoh memakai sepatu dan memakan roti selai stroberi secara bersamaan hanya karena terlambat bangun pagi.

Untungnya ayah dan bundanya bersikap manis hari ini. Tak seperti biasanya yang acuh tak acuh bahkan bisa dikatakan bahwa Alifa mati pun, mereka tak peduli.

     “Kamu cewek kok kayak cowok gitu sih Al? Makan aja mesti disambi pake sepatu segala. Ntar keselek baru tahu rasa kamu.”

     “Takut nggak keburu, Bun. Bunda nggak tahu tuh anak tengil satu udah main klakson aja di depan rumah?”

     “Lagian kamu kebiasaan banget sih, Al, bangun telat gitu. Setahu ayah kamu nggak pernah tuh bangun kepagian.” Ujar ayah Alifa sembari membaca koran paginya.

Andai saja malam tadi ia memasang alarm dulu sebelum tidur atau memilih tidak meladeni sikap tengil anak dari sahabat bundanya itu, sudah dipastikan ia akan bangun pagi dan tidak tergesa seperti ini.

Setelah selesai dengan penampilannya dan menenggak segelas jus jambu buatan bunda, ia segera membuka pintu dan merengut mendapati seorang cowok menaiki motor ninja merah tengah menatapnya dan menunjuk pergelangan tangan.

Seolah mengingatkan bahwa ia kini telah terlambat.

Sekilas perilaku itu mengingatkan Alifa pada guru BK nya saat menyidang siswa yang telat.

Padahal ia juga terlambat karena cowok itu.

“Iya, iya bawel!”

“Pake.”

Cowok itu mengangsurkan helm hitam pada Alifa yang diterima dengan enggan oleh gadis berparas cantik itu.

Kalau saja bukan karena alasan keselamatan berkendara, Alifa nggak bakalan mau pake helm. Enak aja, masa ia harus pake helm bekas tuh cowok nyebelin.
Sedangkan itu cowok pake helm yang baru, hadiah dari bunda karena baru wisuda.

Alifa segera naik dan membetulkan letak roknya. Tak jarang ia berdecak sebal karena model roknya yang panjang dan lebar menyulitkannya untuk duduk, takut kalo nyangkut di ban motor kalo nggak di singkap selutut.

     “Kenapa nggak jalan woy, udah telat ini!” sengaja ia berteriak karena tuh cowok nyebelin satu tetep nggak mau jalan walau Alifa udah naik.

     “Pegangan.” kata cowok itu dingin. Dan jangan lupakan nada bossy-nya yang nggak kebantah.

     “Idih! Najis!”

     “Yaudah.” Katanya singkat, padat, jelas. Lalu mulai menjalankan motornya membelah jalanan komplek yang ramai akan orang yang berolah raga.

Awalnya motor melaju dengan kecepatan standart, namun begitu memasuki jalan raya kota Jakarta yang mulai macet oleh kendaraan roda empat. Motor ninja merah yang ditumpangi Alifa mendadak melesat cepat, bahkan sesekali menyalip kendaraan roda empat atau bahkan mendahului truk kontainer yang melaju cukup cepat.

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang