3rd person pov
Keesokan harinya, suasana sarapan tak ada bedanya dengan makan malam menegangkan tadi malam. Tak ada yang memulai pembicaraan di antara bunda Alifa, Alifa, maupun ayahnya. Mereka semua larut dalam keterdiaman. Azka yang baru datang dan bergabung di meja makan menyadari suasana itu, mencoba mencairkan suasana.
“Hari ini Azka mau coas tante, om, minta doanya.”
“Oh, iya nak. Maaf ya tante sama om ngerepotin kamu kemarin-kemarin sampek kamu nggak masuk.” Kata tante Rita penuh penyesalan.
“Nggak papa kok tan, Azka seneng bisa jagain Alifa.” Kata Azka tulus, dan fakta itu benar.
Setelah itu hening kembali.
“Berangkat yuk Al.” kata Azka mengajak Alifa bareng sesaat setelah ia menghabiskan sarapannya. Ia ada jadwal di rumah sakit pagi ini jadi bisa berangkat bareng dengan Alifa yang kebetulan baru masuk setelah insiden alergi kemarin.
Tanpa kata Alifa pergi ke depan meninggalkan Azka yang masih berpamitan dan mencium tangan om dan tantenya.
“Cepetan, elah.” Kata Alifa yang udah nongkrong manis di jok belakang sepeda ninja merahnya.
Azka menaiki sepedanya dan memakai helmnya, tak lupa ia memberikan helm satu lagi untuk Alifa kenakan. Setelah itu barulah ia melaju menuju sekolah Alifa baru menuju kampusnya.
Setelah berkendara beberapa puluh menit, mereka sampai di depan gerbang sekolah Alifa yang belum di tutup karena jam tujuh masih lima belas menit lagi.
Setelah turun dan menyerahkan helmnya pada Azka, Alifa berbalik menuju gerbang sekolahnya. Namun belum melangkah tangannya di cekal oleh Azka. Alifa kembali berbalik menghadap Azka dan menaikkan alis isyarat bertanya.
“Bilang apa dulu?” tanya Azka masih memegang pergelangan tangan Alifa.
“Oh, thanks.” Jawab Alifa dingin.
“Oke, aku ada sesuatu buat kamu,” kata Azka melepas tangannya dan mengambil sesuatu dari tasnya. Alifa hanya memerhatikan dengan penuh tanya.
“Nih.” Kata Azka seraya memakaikan gelang etnik pada pergelangan tangan kiri Alifa, dibawah jam tangan biru dongker yang dikenakan Alifa.
Gelang itu ia beli di salah satu toko di mall kemarin saat membeli buku bareng Alifa. Alifa hanya mengerutkan kening, tapi jujur saja hatinya berbunga-bunga dengan sikap manis Azka.
“Pakai terus ya. Sekarang aku mau berangkat dulu, kamu belajar yang rajin.” Kata Azka lembut dengan senyuman hangat dan tatapan teduh yang membuat darah Alifa berdesir.
Alifa hanya menunduk dan mengangguk singkat menyembunyikan degupan jantungnya yang kian menggila. Hingga beberapa detik Alifa menunggu Azka berlalu tapi tak kunjung jua, hingga Alifa mendongak. Dan,
Cup
Alifa terbelalak dengan kecupan singkat Azka. Meskipun di dahi tapi cukup membuat jantung Alifa seakan berhenti berdetak saat itu juga.
Belum sampai Alifa tersadar dari keterkejutannya Azka sudah melaju meninggalkan Alifa yang masih bengong di depan gerbang sekolahnya.
“Tadi itu Azka nyium gue?” kata Alifa sembari menyentuh dahinya. Rasa hangat dari bibir Azka masih terasa jelas di dahinya.
“Ha?! Dahi gue...!” setelah sepenuhnya sadar Alifa malah berteriak histeris. Ia tak peduli di pandang sinis dari siswa yang melihatnya. Yang ia pedulikan adalah dahinya yang sudah berganti status menjadi tidak perawan lagi.
Tapi di lain sisi ia seperti mendapat mood booster. Maka ia mengawali hari pertama setelah liburan selesai Ujian Nasional hari ini dengan memegangi dadanya, takut-takut jika jantungnya copot. Kan berabe.
Hari ini dia bahagia sekali.
Tapi tanpa sepengetahuan Alifa maupun Azka, sedari tadi ada sesosok laki-laki yang memperhatikan interaksi keduanya dengan raut kecewa.
“Akhirnya lo bahagia, Mila. Gue seneng liatnya. Semoga lo bisa cepet ingat masa lalu lo biar lo juga inget siapa cowok yang barusan nyium dahi lo.” Kata Fahmi dengan senyum yang terpatri di bibirnya.
Flashback on
“Kamu kenapa senyam-senyum gitu Mil?” tanya Fahmi yang merasa aneh dengan keadaan Mila yang tak seperti biasanya. Meski Fahmi juga senang bila Mila bahagia, tapi ada sedikit rasa penasaran yang menggelayuti hatinya. Pasalnya Fahmi tahu bahwa Mila adalah type anak yang paling sengsara menurutnya di dunia.
Yah, bisa ditebak bahwa itu masalah keluarganya.
Fahmi sengaja mengajak Mila ke taman biasa mereka bertemu karena ada hal penting yang ingin ia utarakan pada Mila. Masalah hati dan perasaan Fahmi terhadap gadis yang memegang status sebagai sahabat Fahmi sejak kecil dulu.
Sebenarnya Fahmi sudah lama menyimpan rasa pada Mila. Bahkan sejak mereka memasuki kelas satu SMP. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat bagi seseorang memendam rasa cinta. Apalagi rasa cinta itu untuk gadis yang merupakan sahabatnya sendiri.
Fahmi cukup tersiksa akan fakta bahwa Mila adalah sahabatnya. Apalagi mereka sering bertemu dan berinteraksi membuat Fahmi merasa terkekang dengan status yang membatasi itu.
Fahmi bukannya tidak berusaha, berkali-kali ia memberikan kode atau perlakuan yang mencerminkan rasa perhatian dan sayangnya pada Mila melebihi dari kata ‘sahabat’. Namun, salahkan Mila yang tak merespon kode dari Fahmi sekeras apapun.
Tapi, bila ditilik lebih jauh Mila juga tak sepenuhnya bersalah. Hanya saja tingkat kepolosan gadis itu sedikit tidak wajar dan melebihi batas normal, maka dari itu kode dari Fahmi melayang dan jatuh ke tempat sampah.
Tapi tak apa. Sebentar lagi Fahmi akan mengutarakan perasaannya yang menginginkan Mila menjadi pacarnya. Bahkan di belakang punggungnya Fahmi sudah menyiapkan bunga lily kesukaan Mila dan boneka panda besar yang ia siapkan untuk Mila.
Dirinya cukup gugup dan takut seandainya Mila menolaknya dan membencinya hingga akhirnya menjauhinya. Mengancam status ‘sahabat’ yang sudah mereka bangun sejak kecil.
Menarik napas panjang Fahmi memulai, “Mil, aku-“,
“Mila udah nggak jomblo lagi Fahmi, liat deh Mila baru dapet kalung dari cowok yang selama ini Mila taksir. Dan ternyata cowok itu juga suka sama Mila. Mila bahagia banget bisa jadi pacar-“ Mila terhenti ketika melihat Fahmi tengah menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.
Fahmi yang tau maksud tatapan Mila mengeluarkan boneka panda seukuran tubuhnya dan bunga lily dari balik punggungnya. Kemudian menyerahkan boneka dan bunga tersebut pada Mila.
Memaksakan senyum sedih dan kecewa Fahmi lirih berujar, “Selamat ya, Milanya... Fahmi,” ia cukup tercekat menyebut kata ‘Milanya Fahmi’ panggilan tersebut nyatanya bukan miliknya lagi. Karena faktanya Mila kini bukan Milanya. Miliknya.
“Sekarang Mila... punya satu lagi sandaran selain... Fahmi dan Bang Alfath.” Kata Fahmi parau.
Mila memasang senyum manis dan berkata, “Iya. Makanya Fahmi cari pacar juga, dong. Biar kita bisa double date nanti. Eh, udah sore Mila pamit pulang ya Fahmi takut ayah sama bunda marah. Btw, makasih lo hadiahnya.” Kata Mila yang di balas anggukan Fahmi.
Gadis itu kemudian berbalik dan memeluk boneka panda serta bersenandung ria menuju rumahnya. Meninggalkan Fahmi dengan hati yang patah dan rasa kecewa di hatinya.
Flashback off
Menghela napas, Fahmi beranjak dari tempatnya berdiri. Mulai sekarang dia harus bisa menyabarkan diri dan merelakan bahwa Milanya sudah bersama orang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Remember
RomanceAlifa Hasna Kamila adalah cewek yang mempunyai banyak sekali kemampuan diluar nalar. Gift dari Yang Maha Kuasa namun begitu menyiksa banginya. Ditambah dengan ingatannya yang telah hilang membuat orang yang mengenalnya menganggap ia sebagai cewek an...