Aundy tersenyum melihat unggahan terbarunya di Instagram. Ia baru saja mengunggah fotonya bersama Ajil. Aundy mengenakan kebaya, lengkap dengan kain songket, yang sama dengan yang dikenakan para sepupunya. Sedangkan Ajil, sudah memakai baju adat Sunda: jas hitam tertutup, kain bermotif rengreng selutut yang dililitkan ke pinggang, lengkap dengan bendo. Sesuai dengan kesepakatan keluarga, bahwa akad pernikahan akan dilaksanakan dengan menggunakan adat Sunda, karena Om Brata dan Ayah sama-sama lahir di Jawa Barat.
Ajil tertawa melihat wajah konyol di foto yang ada di ponsel Aundy "Coba ada Hara," gumamnya, masih memperhatikan layar ponsel Aundy.
Hari ini adalah hari pernikahan Audra dan Mahesa. Namun, Hara tidak bisa datang karena bertepatan dengan hari pernikahan sepupunya. "Iya, sayang banget."
"Memang lagi musimnya nikah kali sekarang, ya?" tanya Ajil.
Aundy tertawa. "Iya kali."
Mereka sudah berjalan dari lobi utama menuju ballroom yang masih sepi, hanya ada beberapa petugas yang sedang mempersiapkan properti untuk akad nikah yang akan dilaksanakan satu jam lagi.
Aundy mengecek ponselnya, berharap Ariq memberi kabar atas keberadaannya. Pria itu berjanji akan datang, tapi dari semalam tidak ada kabar sama sekali. Padahal, besar harapan Aundy melihat Ariq bisa bergabung bersama keluarganya sekarang. Siapa tahu keraguan Ibu bisa berkurang ketika melihat kedatangan Ariq di hari pernikahan kakaknya.
Saat Aundy sudah keluar dari pintu elevator untuk mencapai ruang ganti pengantin wanita, ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari Ariq yang sedari tadi ditunggunya. Aundy tersenyum. "Riq?" sapanya sembari terus melangkah menyusuri koridor kamar.
"Dy? Aku nggak bisa datang hari ini. Ada salah satu keluargaku di Malang yang meninggal dunia."
"Apa?" Aundy bahkan lupa mengucapkan kalimat belasungkawa, ia sedikit kecewa dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Aku udah berangkat dari semalam. Maaf ya, Dy. Aku nggak bisa datang," ucap Ariq penuh sesal.
Aundy hanya menggumam. "Nggak apa-apa. Aku ikut prihatin ya, Riq." Ia baru sadar dengan apa yang harus diucapkannya. "Hati-hati ya di sana. Aku tunggu kamu pulang."
"Makasih, Dy."
Sambungan telepon terputus saat Aundy sudah sampai di depan pintu ruangan Audra.
"Pasti Ariq baru aja ngabarin kalau dia nggak bisa datang," terka Ajil seraya memperhatikan perubahan raut wajah Aundy.
Aundy mengangguk. Ia membuka pintu ruangan, lalu merasa heran karena tidak melihat siapa-siapa di dalam. Tidak lama, seorang wanita yang tadi bertugas merias wajah Audra datang membawa sekotak alat make-up yang masih terbuka.
"Pengantin wanitanya di mana ya, Mbak?" tanya Aundy pada perempuan itu.
Perempuan itu malah tampak bingung, pandangannya ikut memindai ruangan. "Tadi ada, kok. Sama calon suaminya juga," jelasnya. "Tadi mereka minta waktu untuk ngobrol berdua. Terus saya diminta ke luar."
Aundy melangkah cepat, menghampiri meja rias. Ia panik karena tidak melihat tas Audra yang tadi tersimpan di sana. Hanya ada selembar kertas di depan cermin yang ia temukan, di samping vas bunga. Aundy meraihnya, membaca kalimat yang tertulis di dalamnya.
Aku pergi, Dy. Tolong bilang sama Ibu dan Ayah, aku akan tetap pergi untuk ambil beasiswa S2 di Aussie. Jangan cari aku. Karena, ketika kamu baca tulisan ini, pesawatku pasti udah berangkat. Mahesa yang antar aku ke bandara.
Maaf, Dy. Maaf untuk Ibu dan Ayah. Aku beneran belum siap untuk nikah.
-Audra-
Tangan Aundy gemetar, kertas di tangannya ikut bergetar. "Jil ...." gumamnya. Tubuhnya tiba-tiba terasa lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap
RomanceAundy dan Argan, tidak menyangka justru harus menggantikan kedua kakak mereka yang kabur dari acara pernikahan. Demi menjaga nama baik kedua keluarga. Namun, pernikahan yang tidak didasari cinta, dapatkah bertahan? *** Tidak ada yang menyangka, Aund...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi