Aundy baru saja turun dari mobil. Ia memeluk Momo sambil berdiri di depan sebuah rumah berlantai dua yang tidak memiliki ruang pemisah dengan rumah di samping kanan dan kirinya. Argan membawanya ke rumah—yang katanya—miliknya itu. Rumah itu berada di Komplek Green Residence yang berada di kawasan Cijantung, Jakarta Timur.
Rumah ini yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai sekarang. Tempat itu tentu tidak jauh dari tempat tinggal orangtuanya yang berada di Kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Setidaknya, masih di Jakarta. Namun, saat melepas kepergiannya, kedua orangtuanya berlaku seolah ia akan pergi ke suatu tempat yang amat jauh sampai tidak bisa ditemui. Mereka menangis, terutama Ibu. Dan itu salah satu alasan yang membuat Aundy menolak kedua orangtuanya mengantar kepindahannya, karena melihat reaksinya, bisa-bisa mereka tidak ingin pulang dan ingin tinggal bersamanya.
Tampak depan, rumah itu serupa dengan rumah-rumah yang lain, yang berjejer di sebelah kanan dan kirinya, sampai rasanya Aundy sulit membedakan mana rumah yang akan dia tinggali.
"Blok V nomor 38." Argan menunjuk tulisan V38 yang terbuat dari akrilik silver di dinding rumah. "Inget, kan?" tanyanya, seperti memahami kebingungan Aundy.
Aundy mengangguk, lalu masuk ke area carport yang kosong. Argan sengaja memarkir mobil di luar agar koper-koper Aundy bisa disimpan sementara di carport sebelum dimasukkan ke rumah.
Aundy ikut masuk ketika Argan selesai memindahkan empat koper besarnya dan satu rumah kucing milik Momo ke dalam. Ia memindai seisi ruangan. Ada furnitur utama seperti sofa dan rak buku di ruang tamu. Saat melangkah lebih dalam, Aundy menemukan ruangan yang lebih besar. Di sana terdapat sofa yang hanya muat diduduki dua orang, menghadap sebuah televisi, dan satu set meja makan yang ruangannya menyatu dengan pantri.
"Nyokap gue yang beli semua isi rumah. Kalau lo merasa nggak nyaman, lo bisa ganti sesuai dengan yang lo inginkan. Lo juga bisa tambah—" Ucapan Argan terhenti ketika Aundy yang berada di depannya berbalik dan menatapnya tajam.
"Nggak usah bicara seolah-olah kita ini suami-istri beneran, deh." Aundy terlihat kesal.
Argan mengembuskan napas kencang seraya memutar bola mata.
"Di mana kamar gue?" tanya Aundy.
"Ya?"
"Kita nggak mungkin satu kamar, kan?" Aundy meringis.
Argan tersenyum. Ia bicara dengan gigi yang sedikit bergemeletuk. "Ekspresi wajah lo bisa dikondisiin dikit nggak?"
Aundy mengernyit. "Kenapa memangnya?"
"Ekspresi lo itu seakan-akan takut banget kalau gue mau mesumin lo." Argan menyentuh kening Aundy seraya melewatinya. "Rumah ini punya tiga kamar tidur. Satu kamar ada di sini, di lantai satu." Argan menunjuk pintu di samping ruang tamu. "Dan dua kamar lagi ada di atas."
"Kamar utama? Yang ada kamar mandinya?" tanya Aundy.
"Di atas."
"Itu kamar gue." Aundy menunjuk wajah Argan, lalu melangkahkan kakinya ke arah tangga.
"Tapi itu juga satu-satunya kamar mandi yang ada di atas," ujar Argan, membuat Aundy berbalik.
"Terus?"
"Gue biasa mandi di situ."
Aundy melipat lengan di dada. "Kalau mau mandi ya lo turun lah, ke sini. Jangan males."
"Terus kalau mau buang air kecil gue juga harus turun ke sini? Gitu?"
Perkara kamar mandi saja mereka bisa tarik-tarikan urat leher, apalagi masalah yang lebih besar. Padahal ini adalah hari pertama keduanya menjadi suami-istri setelah acara resepsi kemarin. "Oke, silakan. Karena lo tuan rumah. Lo bisa pakai kamar mandi yang ada di kamar gue nanti," putus Aundy akhirnya. "Puas?" Dia akan kembali melangkahkan kaki ke arah tangga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap
RomanceAundy dan Argan, tidak menyangka justru harus menggantikan kedua kakak mereka yang kabur dari acara pernikahan. Demi menjaga nama baik kedua keluarga. Namun, pernikahan yang tidak didasari cinta, dapatkah bertahan? *** Tidak ada yang menyangka, Aund...
Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi