Aundy menggerai rambut setelah selesai memakai make-up. Ia berdiri untuk memeriksa floral dress selutut yang dikenakannya. Tubuhnya dicondongkan ke cermin untuk kembali memperhatikan make-up di wajahnya. "Berlebihan nggak, sih?" gumamnya. Tiba-tiba ia merasa warna bibirnya terlalu mencolok.
Ia berbalik, melihat Momo yang sedang berguling-guling di kasur. "Momo, ini make-up Mami nggak ketebelan, kan?" tanyanya.
Momo menatapnya sejenak, lalu berguling-guling lagi.
Saat tangannya mau menarik selembar tisu dari meja rias, suara bel berbunyi. Ia segera mengambil ponsel dan melihat jam dinding yang menggantung di atas tempat tidur sebelum berlari ke luar kamar. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam, jadi yang membunyikan bel tadi dipastikan bukan Argan.
Dan benar, seorang pria pengantar kue pesanannya yang datang. "Atas nama Sashenka Aundy?" tanyanya saat Aundy membuka pintu.
Aundy mengangguk, lalu menandatangani tanda terima. "Makasih, Mas," ujarnya setelah menerima kotak kue dari Si Pengantar dan segera menutup pintu.
Aundy berjalan ke arah dapur diikuti Momo, lalu menyimpan kotak kecil itu di atas meja makan dan membukanya. Ada satu kue ulang tahun berukuran kecil dan satu buah lilin. Aundy lupa berapa usia Argan sekarang, jadi ia hanya memesan satu buah lilin kecil yang sekarang ditancapkan di tengah kue.
Momo naik ke meja dan berputar di sekeliling kotak.
Baik, ia melakukan ini bukan untuk membuat Argan kagum dan tertarik padanya. Ini adalah tanda bahwa ia sudah sedikit berdamai dengan keadaan. Dan harapannya, hubungan mereka hanya sebatas ini. Ke depannya, tidak perlu ada ikut campur urusan pribadi masing-masing.
Aundy mengembungkan pipi saat menatap kue di meja, lalu melirik ponselnya yang berdering, ada telepon masuk ... dari Ariq. Tiba-tiba ia panik, dadanya terasa agak sesak, tangannya sedikit ragu untuk membuka sambungan telepon. Lalu, ada perasaan nyeri di dadanya saat ia mendengar suara pria itu.
"Dy?" Suara pria itu terdengar sangat khawatir. "Kamu baru aktifin HP, ya?"
Aundy menarik satu kursi, duduk di sana karena merasa lututnya sedikit gemetar. "Maaf, Riq."
Momo naik ke pangkuan Aundy, menggerak-gerakkan kakinya di paha Aundy seperti sedang memijat.
"Aku khawatir. Sejak kemarin aku telepon Hara untuk tanya kabar kamu, tapi dia bilang nggak tahu. Aku juga telepon Ajil, katanya mungkin kamu masih kelelahan setelah acara resepsi Kak Oda."
Aundy menarik napas panjang. Kebohongan pertama dimulai oleh Ajil. Dan ia yakin selanjutnya akan ada kebohongan-kebohongan lain. Ia memejamkan mata saat rasa bersalah semakin banyak di dadanya.
"Aku titip salam buat Kak Oda ya, Dy. Selamat karena akhirnya dia resmi menikah."
Aundy merasa tenggorokannya tersekat sesuatu ketika mendengar kalimat itu. Tidak sanggup membalasnya, ia bertanya, "Kamu kapan sampai Jakarta, Riq?" Menghindar untuk membuat kebohongan baru.
"Tadi sore. Baru sampai."
"Oh."
"Dy, kamu nggak lagi sakit, kan?"
"Hah?" Aundy menggeleng kencang, seolah-olah Ariq bisa melihatnya. "Nggak, kok."
"Tumben. Biasanya pacar aku ini cerewet banget kalau ditelepon?" Ariq terkekeh.
"Oh. Itu. Aku ... kecapekan. Gara-gara kemarin." Aundy memejamkan matanya.
"Yah, padahal rencananya malam ini aku mau ngajak kamu jalan sama Hara." Ariq berdecak. "Nggak bisa, dong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap
RomanceAundy dan Argan, tidak menyangka justru harus menggantikan kedua kakak mereka yang kabur dari acara pernikahan. Demi menjaga nama baik kedua keluarga. Namun, pernikahan yang tidak didasari cinta, dapatkah bertahan? *** Tidak ada yang menyangka, Aund...
Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi