Aundy menurunkan Momo dari pangkuan, lalu ia melihat kucing itu berlari mengelilingi kaki meja di ruang makan. "Bisa kan, Mbak?" tanyanya pada Mbak Yati. Mbak Yati sudah datang sejak pukul enam pagi dan Aundy sempat banyak mengobrol dengannya.
"Iya. Bisa." Mbak Yati tersenyum ketika Momo mengelilingi kakinya, lalu berjongkok untuk mengajak Momo berkenalan.
Aundy ikut tersenyum. "Momo gampang kenal kok sama orang baru," ujarnya. "Dia juga pinter. Udah tahu caranya buang air. Jadi nggak terlalu repot."
"Oh, gitu. Wah, pintar ya," puji Mbak Yati seraya meraih Momo ke dalam pangkuannya.
"Aku sore udah pulang, kok." Aundy menghampiri, mengusap kepala Momo. "Jadi, aku titip Momo sampai sore ya, Mbak."
Mbak Yati mengangguk lagi. "Iya. Saya jagain, lagian Momo kayaknya mandiri banget."
"Iya. Dia mandiri, pinter banget pokoknya. Makanya saya sayang banget. Sampai nggak tega ninggalin dia di rumah. Padahal—"
Argan berdeham, membuat Aundy berhenti bicara dan menoleh ke arahnya. Pria itu ternyata sudah berdiri di bawah tangga. Entah sejak kapan ia ada di sana, mendengarkan percakapan antara Aundy dan Mbak Yati. "Berangkat sekarang?" tanyanya.
Pagi ini cukup aman. Mereka tidak perlu berselisih untuk masalah sepele. Pagi-pagi sekali, sebelum Argan bangun, Aundy sudah mandi dan turun menemui Mbak Yati. Jadi, ketika Argan bangun, pria itu bebas menggunakan kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
Ketika Argan mendekat ke arahnya, Aundy segera mengangsurkan kartu kredit pemberian Argan kemarin. "Nih, gue balikin."
Argan mengernyit. "Kenapa?"
"Karena gue nggak harus titipin Momo ke pet care. Sayang juga duit lo kalau gue pakai buat titipin Momo tiap hari."
"Terus?"
"Mbak Yati pernah kerja di pet care dan ngerti cara ngurus Momo." Aundy menoleh pada Mbak Yati. "Iya kan, Mbak?"
Mbak Yati mengangguk.
"Tapi kan tugas Mbak Yati di rumah cuma buat beresin pekerjaan rumah." Argan menoleh pada Mbak Yati, lalu kembali menatap Aundy. "Harus ada bayaran tambahan dong, kalau sambil ngurus kucing lo itu."
"Gue ngerti. Itu urusan gue." Aundy kembali menggerakkan kartu di tangannya. "Nih."
"Pegang aja dulu." Argan berjalan melewati Aundy. "Kalau nggak kepake ya udah, nggak apa-apa."
Aundy berdecak. "Gan!" Suara Aundy membuat Argan berbalik.
"Apa?"
Aundy mendengkus. "Kartu ini bikin gue segan mau bertingkah seenaknya sama lo," akunya. "Kesannya, gue nggak tahu diri banget gitu kalau nanti ngebantah lo, sementara lo udah kasih ini ke gue." Ia kembali mengacungkan kartu kredit di tangannya.
Argan menunjuk Aundy. "Bagus," ujarnya. "Memang itu kok, yang gue mau."
"Ih, Argan!"
"Apaan, sih?" Argan terlihat gerah. "Pagi-pagi udah berisik, nggak malu apa sama Mbak Yati?"
Aundy menoleh ke arah Mbak Yati yang dibalas dengan senyum maklum.
"Nggak apa-apa. Namanya juga pengantin baru," ujar Mbak Yati.
Argan berdeham pelan. "Mau berangkat sekarang nggak nih?"
"Iya!" Aundy melotot. Saat melambaikan tangan pada Momo, wajahnya berubah ceria. "Jangan nakal sama Mbak, ya. Nanti sore Mami pulang. Dah."
Mbak Yati menarik satu tangan Momo, melambaikannya ke arah Aundy. "Dah, Mami, Papi."
Suara Mbak Yati membuat Aundy dan Argan tertegun. Mereka saling tatap beberapa saat. Apa? Mami? Papi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap
RomanceAundy dan Argan, tidak menyangka justru harus menggantikan kedua kakak mereka yang kabur dari acara pernikahan. Demi menjaga nama baik kedua keluarga. Namun, pernikahan yang tidak didasari cinta, dapatkah bertahan? *** Tidak ada yang menyangka, Aund...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir