- Descendant -

42 5 2
                                    

Yang sider tinggalin jejak dikit bisa kali ya, hehe :)

Happy reading^^




🔽🔽🔽🔽🔽

"Kau ditugaskan untuk melindungi anak cucu Lucifer, Lee Jeno."

Jeno menatap Mark dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Terlihat keseriusan dimata lelaki blesteran itu. Dan Jeno kembali berperang batin.

'Haruskah aku percaya padamu kali ini, Mark?'

.....

Gadis itu menutup pintu apartemennya. Melihat melalui interkom, memastikan bahwa Jeno telah pergi. Dan benar, dia tidak melihat laki-laki itu didepan unitnya. Mungkin Jeno sudah pulang, pikirnya.

Baru tiga langkah Jina menggerakkan kakinya, tiba-tiba dia merasakan pusing dikepalanya. Awalnya hanya seperti pusing biasa. Tapi lama-kelamaan semakin jadi. Jina memegangi kepalanya yang terasa berat. Keseimbangannya hampir runtuh. Tapi kesadarannya masih utuh.

Dengan hati-hati Jina melangkah ke kamar mandi, tetap menjaga keseimbangannya agar tidak jatuh. Didalam kamar mandi, rasa pusing itu semakin jadi dan matanya memanas. Dia berhenti tepat didepan wastafel dengan mata terpejam erat menahan rasa sakit. Jina membuka matanya yang terasa berat, menatap pantulan dirinya dicermin. Iris matanya berubah menjadi merah. Gadis itu melirik ujung kukunya yang perlahan berubah memanjang.

Ini bukan dirinya. Jina berusaha melawannya. Meskipun semakin dia berusaha melawan, rasa sakitnya semakin jadi.

'Kumohon, jangan lagi..'

Gadis itu mengerang kesakitan. Dengan kesadaran tersisa, Jina merogoh isi tasnya. Berusaha menemukan benda yang ia cari.

Dapat.

Dengan cepat Jina mengambil botol kecil berisi cairan berwarna hijau menyala didalamnya. Dia membuka tutupnya lalu meneguk isinya hingga habis. Matanya terpejam menahan perasaan aneh saat cairan itu turun melalui kerongkongannya. Jina menjatuhkan botol kecil yang telah kosong itu, lalu menyangga diri dengan kedua tangan diatas wastafel.

Bersamaan dengan menghilangnya perasaan aneh di kerongkongannya, rasa pusing yang sempat menyerang juga mulai hilang. Jina menghembuskan nafas panjang. Masih dengan mata terpejam, gadis itu mencoba menetralkan detak jantungnya. Sampai akhirnya merasa sedikit lega, gadis itu membuka matanya. Iris matanya yang tadi merah perlahan berubah warna kembali seperti semula. Kuku-kukunya juga mulai memendek. Dia menatap ke arah botol kecil kosong yang tergeletak dilantai.

"Untung aku ingat membawanya." gumamnya lega.

Jina memungut botol kecil itu dan membuangnya ke tempat sampah. Gadis itu keluar dari kamar mandi sambil menenteng tasnya. Didepan pintu kamar mandi, seekor kucing berbulu seputih salju tengah memandang Jina dengan mata bulatnya. Jina tersenyum lebar melihat makhluk itu ada didepannya.

"Meow!"

"Tidak apa-apa, Sunny. Aku baik-baik saja." ucap Jina lalu berjongkok didepan kucing bulat itu. Lalu mengangkat kucing itu membawanya ke sofa.

Jina mendudukkan diri disofa dengan kucing putih itu dipangkuannya. Sunny menggeliat di pahanya membuat gadis itu terkikik geli.

"Aigo..~ kau ingin bermain hm?" dengan iseng Jina menggelitik kecil perut kucing gembul itu. Membuat Sunny menggerakkan kaki-kakinya mencoba menyingkirkan jari lentik Jina yang menggelitik perutnya.

Angel || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang