Jina POV
Aku menatap lurus ke arah mesin kasir. Jari-jariku mengetuk meja dengan teratur, mencerminkan kebimbanganku. Aku benar-benar merasa fokusku buyar karena ini.
Entahlah. Setelah kejadian sore tadi di taman bersama Jeno, aku semakin tidak yakin bahwa dia adalah orang biasa. Terlebih lagi saat dia mengatakan rangkaian kalimat itu-
"Hidup itu indah jika kau menemukan sesuatu yang bisa membuatmu bahagia. Meskipun terdengar sederhana, setidaknya itu membuat hidupmu lebih bermakna."
-Aku terus memikirkannya.
"Hey Jina!" aku merasakan bahu kiriku ditepuk pelan. Sedikit tersentak, aku menoleh dan mendapati Kak Hyungseob sedang memandangiku.
"Berikan kembaliannya." katanya sambil menunjuk mesin kasir.
Segera tersadar, aku pun membuka rak mesin kasir. Mengambil jumlah uang yang sesuai dimonitor lalu memberikannya pada orang yang sepertinya sudah daritadi menunggu. Ku lihat dari raut wajahnya yang terlihat sedikit kesal. Aku hanya tersenyum dan meminta maaf sekaligus berterima kasih pada orang itu sebelum akhirnya dia pun pergi.
Bagus Jina. Hanya karena memikirkan perkataan Jeno membuatmu tidak fokus bekerja.
Kak Hyungseob mendengus disebelahku.
"Ada apa denganmu? Kau tidak fokus pada pekerjaanmu, Jina-ya.""Maaf" ucapku tertunduk tidak berani menatap wajah Kak Hyungseob. Meskipun aku tahu dia tidak akan marah hanya karena hal ini, tapi tetap saja aku merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, aku paham. Kau banyak pikiran kan? Tunggu sebentar." Kak Hyungseob beranjak dari meja kasir dan pergi ke dapur.
Tak lama kemudian, dia kembali ke mesin kasir sambil membawa segelas teh hangat ditangannya. Dia menyodorkan segelas teh itu padaku.
"Minumlah. Setidaknya bisa sedikit menenangkan pikiranmu." katanya.
Aku menerimanya lalu tersenyum pada Kak Hyungseob.
"Terima kasih, Kak.".
Kak Hyungseob mengangguk. Aku meminum teh pemberiannya hingga menyisakan setengah gelas.
"Tehnya enak, Kak." ucapku pada Kak Hyungseob.
"Maaf Jina, Tapi bukan aku yang membuatnya." kata Kak Hyungseob.
Aku mengernyitkan dahi.
"Hah? Lalu siapa?""Mark yang membuatnya. Katakan itu padanya nanti." Kak Hyungseob terkekeh.
Aku terdiam, kemudian menipiskan bibir. Pantas saja aku merasa familiar dengan rasanya. Teh ini buatan Kak Mark. Aku sedikit bingung, bagaimana dia bisa membuatkanku teh padahal dia sendiri sedang bekerja di dapur? Ah sudahlah, mungkin dia meminta bantuan orang lain.
"Oke, aku akan berterima kasih padanya nanti." kataku.
Setelah menyesap habis teh buatan Kak Mark, aku pun kembali bekerja. Sudah menjadi aktifitas sehari-hariku bekerja paruh waktu disini. Belum lama, mungkin baru sekitar satu bulan lebih. Aku ingat bagaimana diriku sebelum bekerja disini. Saat itu aku bingung bagaimana caranya mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Sampai akhirnya Kak Mark datang berkunjung ke apartemenku dan kebetulan dia menceritakan tentang restoran ini yang katanya saat itu sedang butuh pekerja tambahan. Saat itulah aku mengajukan diri dan keesokan harinya aku mulai melamar kerja. Dan seperti inilah sekarang, aku diterima dan bekerja disini bersama Kak Mark.
Kalau dipikir-pikir, Kak Mark punya banyak peran dalam hidupku. Entah itu sebagai kakak tingkat atau teman yang baik. Terlebih lagi, kami sudah saling mengenal. Saling bergantung satu sama lain. Atau lebih tepatnya, aku yang lebih bergantung padanya. Mengingat itu, aku merasa tidak enak telah banyak merepotkan dia dalam kehidupanku yang membosankan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel || Lee Jeno
RandomMenjadi malaikat? Mungkin Jeno belum siap. Tetapi jika dia berani mati, itu berarti dia juga berani mengambil resiko menjadi seorang malaikat pelindung bagi seorang gadis extrovert yang rapuh. ©2019 -LeeJeno- ✔Bahasa baku ✔fiksi ✔up ga nentu ✔"Typo...