Jeno POV
Aku memilih untuk memejamkan mataku. Tidak ingin melihat yang selanjutnya terjadi pada seorang pria yang telah ku beritahu artinya hidup selama seminggu ini. Kupikir dari ekspresinya, dia mengerti apa yang kumaksud. Namun tetap saja, dia tetap pada pendirian awalnya.
Dia akan mati sia-sia.
Seseorang bertubuh agak pendek dengan jubah hitam berdiri di sebelah ku sambil menyaksikan pria yang berdiri diatas gedung setinggi puluhan meter itu sedang memandang ke bawah meyakinkan diri untuk melakukan tindakan selanjutnya. Fyi, tidak ada yang bisa melihat kami sekarang. Karena kami memang tidak sedang menampakkan diri.
"Oh ayolah, kapan dia akan terjun bebas dari atas sana?" katanya yang sepertinya sudah tidak sabar.
Aku membuka mataku dan mendecak sebal. Ingin menghujat tapi takut dihujat balik olehnya. Renjun memandang lelaki berusia lanjut itu dengan tatapan biasa saja. Seakan tidak akan terjadi apa-apa. Aku mengerti, pemandangan seperti ini sudah biasa baginya sebagai seorang grim reaper. Tidak seperti aku yang harus menutup mata atau memandang kearah lain saat melihat kejadian seperti ini.
"Apa dia memikirkan apa yang aku ucapkan sebelumnya?" Gumamku sambil memandang lelaki yang sebentar lagi jatuh dari ketinggian puluhan meter itu.
Renjun tersenyum kecil.
"Tentu saja tidak. Dia sudah yakin terhadap keputusannya. Lagi pun, memang sudah saatnya dia pergi dari sini."Aku melotot pada Renjun.
"Kalau pun sudah saatnya, kenapa kau tidak pergi ke atas sana dan cabut saja nyawanya?"Bukannya apa, itu lebih baik daripada harus membunuh diri terlebih dahulu yang hanya akan membawa beban dosa saat arwahnya sudah Renjun bawa nanti.
Renjun menggeleng.
"Aku tidak akan pergi ke atas sana sekarang. Tapi nanti, saat tubuhnya hampir membentur tanah, aku akan menghampiri dan mengambil arwahnya. Dengan begitu dia tidak akan menambah dosa dengan bunuh diri."Aku mendengus pasrah. Tak habis pikir dengan tingkah konyol Renjun. Ini bukan sekali dua kalinya. Namun sering. Renjun memilih cara seperti ini karena alasan yang tidak masuk akal. Dia bilang menyenangkan bisa terbang dengan cepat dan mengambil jiwa seseorang tepat sebelum jiwanya ikut mati bersama raganya. Lebih baik daripada dia harus mengambil sendiri jiwa orang tersebut secara paksa.
Jangan paksa aku menjelaskannya, itu mengerikan.
"Nah, kakinya melangkah ke udara sekarang." ucap Renjun.
Aku kembali mendongak dan yang benar saja pria itu melangkah hampir menjatuhkan dirinya.
"Lebih baik kau pergi sekarang. Kau tidak ingin melihat ini kan?" kata Renjun padaku. Dengan cepat aku mengangguk.
"Baiklah, aku pergi sekarang. Tapi ingat, jangan mengambilnya dengan paksa. Kau tahu bahwa itu sangat menyakitkan." peringatku.
Renjun menaikkan sebelah alisnya.
"Memang kau pernah merasakannya?""Nope. Coz' you know I do it by my self, dude. Ah, sebaiknya kau bantu orang tua itu. Aku tidak ingin dia mati dengan dosa besar sama sepertiku dulu."
Lebih cepat dari kilat Renjun terbang dan mencabut nyawa pria itu tepat sebelum akhirnya raganya jatuh mengenaskan dengan darah bercucuran dari kepalanya.
"One mission complete. Kau harus segera ke misi selanjutnya." kata Renjun masih terbang dengan sepasang sayap hitamnya sambil membawa jiwa pria tadi yang terlihat kebingungan.
"Loh, masih ada?"
"Selagi kau masih hidup misi mu akan terus ada, Jen. Client untuk misi selanjutnya adalah seorang gadis extrovert bernama Seo Jina. Lokasinya sekarang ada di Seoul, Korea Selatan. Dia seorang mahasiswa tingkat pertama jurusan farmasi di Universitas Seoul."

KAMU SEDANG MEMBACA
Angel || Lee Jeno
AléatoireMenjadi malaikat? Mungkin Jeno belum siap. Tetapi jika dia berani mati, itu berarti dia juga berani mengambil resiko menjadi seorang malaikat pelindung bagi seorang gadis extrovert yang rapuh. ©2019 -LeeJeno- ✔Bahasa baku ✔fiksi ✔up ga nentu ✔"Typo...