Berpisah.

124 36 4
                                    

Bagian 8

Bori menarik Chen menuju pertokoan yang menjual banyak baju piyama lucu dengan harga murah.

“Pilih!” perintahnya pada lelaki yang sudah lebih dulu memberinya pandangan bingung.

“Kita movie marathon malam ini. Untuk besok, aku belum menyiapkan rencana. Sekarang, pilih piyama yang kau suka dan bergabung denganku di kasir, oke?” Bori mengambil piyama berbentuk beruang dari gantungan dan menuju kasir. Padahal mereka belum genap 5 menit di dalam toko, tapi gadis itu dengan mudahnya mengambil salah satu piyama terdekat dengannya tanpa melihat piyama yang lainnya.

Dengan sigap pula, Chen mengambil piyama dinosaurus yang berada di gantungan sampingnya dan menyelinap ke meja kasir. Tersenyum manis pada Bori yang melihatnya aneh.

“Cepat sekali. Benar piyama itu? Aku akan menunggu jika kau masih ingin melihat-lihat piyama lain.”

Chen menggeleng. “Tak masalah. Ayo bayar.”

Selesai membeli baju, chen dan Bori memutuskan untuk pergi ke swalayan dan membeli segala jenis makanan ringan disana, membeli ice cream, dan jangan lupakan cotton candy dan cola.

Lelaki itu suka cotton candy, padahal ia sudah manis. Jangan salahkan jika Bori terkena diabetes setelah ini.

“Aku senang kita menghabiskan malam bersama, Bori-ya. Biasanya kau sudah terlelap dikamarmu, tapi hari ini kau memilih menghabiskan waktu denganku dan mencoba meraih kebahagiaanmu.”

Bori menoleh kepada Chen. Mengerjapkan matanya begitu matanya bertabrakan dengan mata dan wajah yang indah itu. “Jangan bicara yang tidak-tidak khusus untuk hari ini dan besok Chen. Mari kita nikmati ini semua bersama.” Chen mengangguk menyetujui ucapan Bori.

Malam itu hanya diisi dengan tawa senang dari dua orang yang saling mencintai namun tak mampu mengungkapkan, layaknya rembulan yang merindu matahari, tak akan bersatu meskipun dipaksakan.

Bori menyeringai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bori menyeringai. “Boleh juga,” gumamnya begitu melihat Chen keluar dari rumahnya dengan cengiran polos andalannya.

 “Boleh juga,” gumamnya begitu melihat Chen keluar dari rumahnya dengan cengiran polos andalannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Mau kemana kita hari ini?” tanya Chen. Bori mengangkat bahunya. “Aku bahkan tak tau kita mau kemana. Ada ide?”

Chen menggenggam tangan Bori erat sebelum memeluknya. Dalam sekejap, mereka telah tiba di ladang penuh dengan kupu-kupu. Bori menutup mulutnya menggunakan tangan dan tersenyum manis pada Chen.

“Kita dimana? Memangnya tempat seperti ini ada?” Chen mengangguk sebelum menunjuk kearah belakang Bori. Disana rumahnya berdiri kokoh bersama rumah-rumah lain yang sedikit tertutup pagar besi tinggi.

“Omo, ternyata ada juga tempat seperti ini di belakang rumahku. Mengapa mereka tidak membukanya untuk umum? Ini sungguh indah.”

“Karena pemiliknya tak mau manusia merusak apa yang telah ia jaga.” Chen menjawab pertanyaan Bori dengan cepat namun tepat sasaran.

Ya, manusia hanya akan merusak segalanya.

Bori merasakan Chen menutup matanya dan begitu tangan Chen menghilang dari matanya, ia melihat ombak yang bersentuhan dengan jemari kakinya yang hanya dibalut sandal.

“Pantai?” Bori menoleh pada Chen yang tersenyum memandangnya.

“Pantai Udo, Pulau Jeju.” Bori mengerjap dan melihat pemandangan indah di depannya.

Ya Tuhan, aku sampai di Jeju!  Pekik Bori dalam hati, sedangkan mulutnya menganga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ya Tuhan, aku sampai di Jeju!  Pekik Bori dalam hati, sedangkan mulutnya menganga.

“Kau bisa membawaku sampai sejauh ini?” tanya Bori pada Chen yang hanya dibalas anggukan pelan dari lelaki itu. Jantungnya berdegup kencang ketika sepasang tangan melingkar di pinggangnya.

Rasanya seperti ingin meledak. Bori tak bisa mengontrol perasaannya. Dia terlalu bahagia hingga rasanya ingin menangis ketika semua ini berakhir.

Ketika cahayanya hilang...

Ia merasakan tangan Chen kembali menutup matanya dan seketika kakinya menginjak tanah tak berpasir. Begitu tangan itu pergi, ia bisa melihat pohon besar di taman yang sering ia kunjungi.

“Untuk apa kita kemari?”

“untuk berpisah?” Chen mengutarakan jawabannya dengan ragu.

“tapi aku tak ingin kau pergi.”

“Kau akan menemukan cintamu yang sesungguhnya, Bori-ya. Bukan denganku.”

“Tapi—“ Matanya membelalak dan jantungnya melompat dengan sangat cepat. Rasanya seperti serangan jantung. Lututnya bagai jelly. Bibir tipis itu mengecup bibirnya dengan lembut sebelum melepaskannya.

Bori menitikkan air mata ketika melihat tubuh Chen mulai memudar seiring dengan senyumannya yang juga memudar.

“Saranghae, Bori-ya.”

Everyone comes to leave.

---

WOI GUE GATEGA MISAHIN MEREKA MASAA:(

Btw lagi, ini cerita pertama yang gue bikin tanpa plot dan rencana drama alias ngalir gitu aja. Kesannya jadi natural but I hate the ending sih:(

RADIATE ✗ KJD [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang