Kafe Mochi

637 122 62
                                    

Kita; diksi yang pernah saya ramu menjadi sebuah impian bersama denganmu.

***

Ini pernah menjadi saksi kita... .

Ketika kopi, tawa, dan cerita masih menjadi udara yang kita hirup bersama.

Ketika tatapku hanya menujumu.

Perasaan; menyimpan setiap degup perlahan hingga jauh mengisi palung terdalam bernama hati.

Kini, hanya menyisakan kenangan.

Tawa menjadi luka, dan cinta entah menguar ke mana.

Semua usai karena kita terlalu curang berperang melawan keadaan. Kini akan berjalan jauh lebih teguh dari sebelumnya, ternyata luka selalu punya cara menguatkan.













"Assalamu'alaikum, bro Jafar!" seru seseorang.

Kafe Mochi. Kafe yang biasa Jafar kunjungi bersama Annas dimasa sekolah dulu. Singkat cerita, mereka sudah mulai memasuki tahap di mana mereka sibuk menyusun skripsi jadi waktu untuk bertemu sungguh sulit.

Annas Ammar Hamzah. Sahabat Jafar sebelum mengenal Azzam dan Nayya. Walau sekarang mereka berdua satu kampus, tapi beda jurusan. Annas berada di fakultas Bisnis Management, Jafar dan Nayya di fakultas Pendidikan Matematika.

"Wa'alaikumsalam, Nas."

Annas, laki-laki yang cukup bebas namun tetap memiliki prinsip hidup. Bagi Annas, hidup lurus itu terlalu membosankan.

"Apa kabar ente?" tanya Annas dengan logat arabnya.

Jafar terkekeh mendengarnya. Ternyata sudah banyak perubahan yang terjadi pada laki-laki di depan Jafar ini.

"Alhamdulillah, saya baik. Antum sendiri gimana Nas?"

"Gue mah baik terus bro. Kayak nggak ketemu lama aja. Baru seminggu lalu kita nongkrong bareng kayaknya sih." Terlihat cengiran lebar khas Annas sambil duduk di kursi tepat di depan Jafar.

Itulah Annas.

"Ngomong-ngomong, ada apaan nih tumben ngajak ketemuan?" sambung Annas bertanya.

Jafar mengaduk kopi yang ada di hadapannya. "Saya mau nganterin undangan."

"SubhanAllah... antum mau kawin? Sama siape?" heboh Annas sekenanya.

"Antum kalau ngomong suka bener. Nikah, Nas... bukan kawin. Emangnya kucing?"

"Ya maaf, saking senengnya ini denger lo mau nikah," sahut Annas sejadinya.

Jafar hanya bisa menghela napas pelan. Annas benar-benar tidak berubah. Dan Jafar senang akan fakta itu.

"Bukan saya yang mau nikah, Nas. Tapi... Nayya dan Fakhri."

Jafar | Na Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang