Sebuah Keyakinan

157 39 21
                                    

Sebenar-benarnya keyakinan saya...
Saya... ingin mencintaimu dengan cara dan jalan yang benar.

***

Pada miliar detik yang telah berlalu, Lily baru kali ini merasakan bagaimana jantungnya berdetak lebih cepat. Bukan karena hal yang membuatnya terkejut ataupun ada hal buruk terjadi. Tetapi, melihat sosok laki-laki yang tak jauh darinya berdiri, sedang menolong seorang nenek menyeberang jalan.

Betapa mulianya tindakan lelaki itu, menurut Lily. Bukan bermaksud berlebihan, tapi selama ini dia hanya melihatnya dalam serial drama di televisi. Dan sekarang dia menyaksikan sendiri, seseorang yang dia kenal begitu baik pada nenek tersebut.

Saat sedang asik-asiknya mengagumi sosok itu, Lily tersadar karena dia hampir lupa waktu. Sebab seharusnya dia sudah sampai di kelas karena ada jadwal bimbingan pagi. Dengan segera Lily bergegas pergi.

Namun, ternyata sosok Lily membuat atensi laki-laki itu teralihkan. Setelah sang nenek tiba di tujuannya, dia meneriakkan nama perempuan itu karena ternyata dia mengenalnya.

"Lily!" serunya.

Lily yang sudah melangkah jauh, tak mendengar panggilan tersebut. Apalagi perempuan itu sedikit berlari karena takut tertinggal bimbingan pagi ini. Merasa tak didengar seruannya, laki-laki itu melanjutkan langkahnya --searah dengan Lily karena mereka satu kampus.

Tak lama kemudian, ada orang lain yang menyerukan nama laki-laki itu.

"Jaf!" seru lelaki lainnya. Tak lupa mereka saling membalas salam.

Ternyata ada Annas dengan motor sportnya yang berhenti tepat di samping laki-laki bernama Jafar itu. "Ente jalan kaki? Tumben nggak bawa mobil?" tanyanya sambil celingak-celinguk sekitar.

"Eh, Nas. Iya nih saya tadi naik ojek online. Biar nggak kena macet, mau ada bimbingan pagi ini soalnya." Jafar dengan kemeja lengan pendek dan jaket yang membungkusnya menepuk pundak Annas.

Annas mengangguk pelan. "Ya udah bareng aja dah ayo ke kampusnya. Gue juga ada urusan sebelum ke kantor." Kebetulan Annas sudah bekerja di perusahaan BUMN daerah Jakarta.

Kalau Jafar, lelaki itu bekerja sebagai guru sekolah tapi berhubung ada bimbingan penuh selama seminggu, jadi dia tak mengajar. Sebab dia ingin fokus pada skripsinya.

"Itu kampus udah di depan mata. Saya jalan kaki aja, Nas. Makasih ya tawarannya. Jangan lupa pakai helm!" sahut Jafar sambil memakai maskernya kembali sebab tadi dia lepas saat bicara.

Ya, Kampus memang sebenarnya libur. Tapi, karena ada bimbingan mau tak mau Jafar datang untuk menyelesaikan urusannya.

Annas mengangguk. "Ya udah gue duluan ya. Ente jangan lupa besok dateng."

"Hah?"

"Yah, pura-pura pikun dah. Besok kan Nayyara kawin Jaf! Ayolah, jangan begitu..." Annas menghela napas pelan.

Sungguh, Jafar memang benar-benar lupa akan hal itu. Tunggu dulu... Jafar melupakan momen penting itu? Bagaimana bisa? Apakah ini tandanya Jafar sudah bisa mengikhlaskan pernikahan cinta pertamanya dengan temannya sendiri?

Jafar berkata, "dah ya saya duluan. Jangan lupa ke rumah Bang Daffa ntar sore!" Lalu dia melangkahkan tungkainya menuju kampus tercinta.

Jafar | Na Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang