Beberapa orang pasti akan pergi dari kehidupanmu, tapi bukan berarti kisahmu berakhir. Itu hanyalah akhir dari mereka dalam kisahmu.
***
Di ruangan bernuansa putih, terlihat Fakhri Yusuf Alfatih. Di mana lelaki itu tengah menyenderkan punggungnya di kursi panjang yang ada di sana. Sesekali matanya terpejam kala angin dari celah jendela menerpa wajah.
"Fakhri, maaf ya nunggunya lama..." Datang Nayya menghampiri Fakhri, dengan langkah ringan.
"Nggak apa-apa, Nay. Aku juga belum lama sampe kok," sahut Fakhri sambil tersenyum simpul ke arah Nayya.
Nayya sedang melaksanakan tugas kuliahnya di sebuah sekolah yang ada di sekitar Jakarta. Dan tujuan Fakhri ada di sana adalah untuk menjemput calon istrinya itu.
"Oke... hm, lain kali nggak apa-apa kok nggak perlu jemput aku. Kamu pasti capek 'kan abis kerja," ucap Nayya. Tiap kali berhadapan dengan Fakhri, Nayya selalu saja canggung. Entah kenapa.
Fakhri tersenyum hingga kedua matanya menyipit. "Kamu nggak perlu ngerasa nggak enak. Ini kemauanku juga 'kan."
Benar. Memang bukan salah Nayya kalau Fakhri memperlakukannya seperti seorang ratu. Setiap hari diantar jemput kalau Fakhri sedang pulang ke Indonesia. Tapi, bagi Nayya laki-laki dengan lesung di pipi itu terlalu sempurna di matanya. Sampai tak ada celah keburukan yang menempel pada Fakhri.
Lantas kenapa? Bukannya bersyukur, Nayya malah merasa semua itu sangat monoton. Hubungannya dengan Fakhri karena dijodohkan, seakan hambar bagi Nayya. Atau karena masih ada hati lain yang belum sepenuhnya Nayya lepaskan?
Fakhri laki-laki yang baik. Bahkan sangat baik. Tapi, entah kenapa Nayya merasa kalau dirinya tak merasakan sesuatu saat berhadapan dengan Fakhri.
"Iya sih..." jawab Nayya seperti berbisik.
"Ya udah, ayo pulang. Kamu udah makan siang? Kalau belum kita makan siang dulu gimana?" ucap Fakhri.
"Aku mau langsung pulang aja, nggak apa-apa ya? Soalnya aku capek banget, mau langsung istirahat," sahut Nayya.
Padahal Fakhri hanya menjalankan apa yang seharusnya. Sebagai penebus karena mereka menjalani hubungan jarak jauh. Jadi, setiap Fakhri kembali ke tanah air, dia sangat mengusahakan untuk memberikan waktu berkualitasnya bersama dengan Nayya.
Fakhri tersenyum. "Ya udah Nay, kita langsung pulang..." Dia memang lelaki penuh pengertian.
Akhirnya mereka berdua pulang dengan suasana canggung yang mendominasi. Tak ada percakapan berarti di antara mereka berdua. Apa benar, keduanya itu akan segera menikah? Sebelum puasa.
Sedangkan di sisi lain—lebih tepatnya di kamar, terlihat Jafar tengah sibuk dengan tugas kuliahnya. Laki-laki yang kini sudah memasuki semester tujuh, di mana dia sedang disibukkan dengan revisi dan revisi.
Mengusak rambutnya acak, Jafar melempar pena ke atas meja. Lalu memejamkan mata. Tak lupa embusan napas lelah begitu terasa. Jafar ingin sekali mengosongkan pikirannya sejenak kalau bisa. Tapi, Jafar yakin, ingatan tentang dia tidak akan pernah lepas seperti sudah menempel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jafar | Na Jaemin ✓
FanfictionJafar hanya tahu, kalau mencintai seseorang itu harus dengan cara yang keren. Seperti yang dilakukan oleh Jeffry, yang mendekati sepupunya --Khuma dengan cara ta'aruf. Proses ta'aruf yang begitu romantis. Mangaguminya dalam diam. Menyayanginya dalam...