Part 07

97 4 0
                                    

Enjoy reading, no comment deh author :D

* * *

Angin sepoi-sepoi bukit pandang rumput Eladora yang damai membelai rambut panjang Lisa yang sedang berjongkok di antara kedua nisan. Lisa menatap kedua nisan itu dengan sayang, kemudian disentuhnya nisan itu dengan tangannya yang dingin. Kemudian sebutir air mata mengalir turun dari matanya.

Adrian Fennerva, Nadsu Fennerva. Kedua orang tuanya yang gugur dalam perang.

"Ayah, Ibu, terima kasih karena sudah melindungiku. Aku ingin sekali bertemu dengan kalian. Tapi tak apa, aku sangat bangga pada kalian." Lisa mencium kedua nisan itu kemudian bangkit berdiri.

"Mulai sekarang aku akan menjadi Lisa yang tegar. Aku ingin membuat kalian bangga," kata Lisa dengan suara bergetar.

Ketika Lisa membalikkan tubuhnya, ia mendapati Aidan sedang berdiri beberapa meter di belakangnya dan tersenyum. Lisa langsung menghambur pada pelukan pemuda itu. Air mata tak kuasa lagi dibendungnya. Ia menangis sejadinya di pelukan erat Aidan.

"Ak-aku ingin sekali... bertemu dengan—ayah—dan—ibu," kata Lisa terbata.

"Aku tahu. Aku juga. Saat itu aku juga belum bisa menghafal wajah ayah dan ibu dengan jelas."

Kemudian hening hingga Lisa berhenti dengan isakannya. Ia melepas pelukan Aidan kemudian menarik nafas panjang. Merasakan angin Eladora yang begitu menenangkan.

"Ayo kita turun," kata Aidan sambil membuka jaketnya hingga kini ia hanya memakai kaus. Kemudian Aidan menyampirkan jaketnya di bahu Lisa.

"Angin di bukit ini memang menyejukkan, tapi lama-lama kau bisa masuk angin. Ayo kita turun," kata Aidan lalu merengkuh tubuh Lisa rapat di sebelahnya. Lisa pun menyandarkan kepalanya pada bahu Aidan yang bidang.

"Aku tak pernah lihat orang di Eladora yang bertransfigurasi. Sebenarnya kalian ini transfiguran nokturnal atau bukan?"

"Transfigurasi hanya kami pakai ketika terjepit dalam perang. Kalau tidak sedang perang, untuk apa bertransfigurasi? Kedudukan manusia kan lebih mulia daripada hewan."

"Tapi aku belum belajar bagaimana cara bertransfigurasi."

"Mara sudah mengajarkan apa saja?"

"Bela diri, memanah, sihir."

"Nanti pasti ia akan mengajarimu."

Lisa hanya mengerucutkan bibirnya. Kalau itu ia tahu, maksudnya kenapa ia tidak cepat-cepat berlajar bertransfigurasi? Ia kan transfiguran.

* * *

Sepulang latihan, seperti biasa Mara dan Lisa mampir ke tempat Madam Greeta hanya sekedar minum susu jahe atau jahe manis. Apalagi sekarang sudah memasuki musim dingin, pasti sangat hangat mengkonsumsi jahe.

"Sejak dulu ibuku sangat perhatian pada Nara. Itu karena Nara punya penyakit bawaan lahir sementara aku sehat. Tapi tetap saja, aku sering merasa cemburu dengan perhatian yang diberikan ibu pada Nara." Mara menyeruput jahe panasnya sejenak. "Aku selalu diizinkan pergi dengan ayahku berburu. Sementara Nara hanya boleh pergi dengan pengawal. Aku merasa sangat didiskriminasikan oleh ibuku."

"Itu wajar karena memang Nara harus dijaga ketat. Penyakit jantung bukan penyakit yang ringan. Bisa kambuh kapanpun dimanapun," komentar Lisa kemudian mencolek krim kuenya.

"Mara!" panggil seseorang di pintu masuk.

Mara dan Lisa menoleh. Mereka mendapati Aidan berdiri di sana dengan nafas terangah.

L[KN]IGHT - Ksatria CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang