EPISODE 7: KEHANCURAN FILOSOFI TAMVAN

27 4 0
                                    

Di dunia percintaan, bisa dikatakan Entis kurang beruntung atau lebih tepatnya sengaja menutup dan mengasingkan diri. Dari dulu sampai sekarang, Entis belum pernah berpacaran atau sekedar menyatakan cinta pada seorang gadis yang dikasihinya. Ia tak pernah merasakan malam mingguan, telpon-telponan sampai larut malam, makan bakso di pinggir jalan, boncengan mesra seperti Milea Dilan, panggil ayah bunda atau ayang-ayangan, dan sebagainya.

Jika sebagian orang menolak berpacaran dengan alasan lebih banyak sisi negatif daripada sisi positifnya, Entis justru mengatakan bahwa pacaran adalah tindakan percuma yang sudah pasti akan menyita waktu bermain games-nya.

Semua itu bukan tanpa alasan. Sejak kelas 2 SMP, Entis yang mulai suka bermain games sudah melakukan penelitian tanpa metode kuantitatif atau kualitatif dengan hanya mengamati teman-temannya yang punya pacar. Bagi Entis, teman-teman sepermainan yang memiliki pacar cenderung terbantai tapi selalu sok tegar. Entis tahu mereka sangat tergila-gila pada games dan memiliki kehidupan pribadi yang sejatinya tak perlu embel-embel pacar sebagai bumbu pelengkap. Namun ketika kekasihnya memanggil lewat pesan singkat atau panggilan suara dan meminta untuk ditemui atau dijemput di suatu tempat, mereka terpaksa berhenti bermain games dan bergegas menuju sang kekasih. Padahal mereka sendiri melakukan hal tersebut dengan penuh keterpaksaan. Buktinya, ketika sang kekasih melakukan panggilan suara saat tengah asyik bermain games, mereka langsung melontarkan berbagaimacam sumpah-serapah. Dari mulai bahasa lokal, interlokal, makhluk astral, sampai nama-nama binatang terkenal. Walaupun begitu, tetap saja mereka mengindahkan pinta sang kekasih dan meninggalkan kegemaran serta kawan-kawannya. Itulah alasan lain mengapa Entis belum mau pacaran. Berkaca dari teman-temannya semasa SMA, pacaran hanya menghancurkan persahabatan dan segala aktivitas nongkrongnya.

Kendati demikian, semua teman dekat Entis semasa SMA memiliki pacar atau setidaknya pernah berpacaran. Hal itulah yang membuat Entis kadang dipanggil penyuka sesama jenis atau homo oleh teman-temannya, walaupun tak sesering panggilan banci karena Entis tak suka merokok. Namun panggilan yang jarang sekali dilontarkan tersebut nyatanya lebih menyayat hati karena berpengaruh pada bobroknya harga diri, apalagi ketika ia dipanggil homo di keramaian. Namun bukan Entis namanya jika tidak bisa menemukan kunci untuk menuntaskan masalah. Masalah orang lain saja bisa ia tangani, apalagi masalah pribadi. Dan gagasan yang dipilihnya kali ini bisa dibilang sangat sederhana, cukup bermodalkan ponsel yang dilengkapi aplikasi editing dan nongkrong pada waktunya. Lantas, senjata apakah yang sudah dirancang Entis? Entahlah, yang pasti itu bukanlah sesuatu yang akrobatik namun masih sistematik.

Beberapa hari kemudian, senjata tersebut rampung dikerjakan. Oleh karena itu, Entis meminta keempat temannya untuk hadir di tempat tongkrongan biasa pada malam minggu. Ia bilang ia punya kejutan untuk mereka, sesuatu yang mencengangkan dan membelalak mata.

Karena merasa penasaran, keempat temannya pun mengiyakan dan hadir pada tempat dan waktu yang sudah ditentukan, sengaja meng-cancel jadwal malam mingguan demi kejutan yang sudah dijanjikan sang kawan.

Ketika tiba di lokasi, mereka merasa heran karena dilihatnya Entis sama sekali tak membawa apa-apa. Mungkinkah kejutan yang dijanjikan itu hanya berupa berita? Jika demikian, mengapa tak disampaikan lewat grup saja? Mereka bertanya-tanya.

"Woy, mana, katanya mau ngasih kejutan?"

"Iya, nih, lu bohongin kita, ya?"

"Jangan-jangan kejutannya cuma informasi gak jelas? Kalau kayak gitu kan bisa dikirim lewat WhatsApp."

"Nah, gini nih kalau punya teman yang jomblonya berabad-abad. Lu iri kan karena malam mingguan gak ada teman?"

Mendengar ujaran-ujaran yang sudah layak dikategorikan sebagai ujaran kebencian dari keempat temannya, Entis tersenyum dan rona bahagia terpancar dari wajahnya. Dengan demikian, akhirnya Entis punya alasan untuk melancarkan senjata yang sudah ia rancang. Kata persahabatan nampaknya sudah menjadi omong kosong belaka. Jadi jika sekarang mau saling mencampakkan, Entis tak mungkin segan untuk melakukan.

SIAPA YANG BODOH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang