EPISODE 9: UPAYA HIJRAH DARI DUNIA PERJOMBLOAN

37 5 0
                                    

Setelah bertahan dengan prinsipnya dan berkelana sangat lama di dunia perjombloan yang penuh drama, Entis yang kini duduk di semester 6 bangku kuliah mulai merasakan kesepian yang mendalam. Bukan karena ia bosan dengan games-games yang bisa kapan saja ia mainkan, tapi untuk pertama kalinya seorang wanita berhasil mendobrak pintu hati dan menggergaji prinsip-prinsip yang ia pertahankan selama menjadi bagian dari kaum manusia single. Wanita itu bernama Susan Setiawan Tanjung, mahasiswa baru yang katanya merantau dari pulau seberang untuk melanjutkan pendidikan di Ibu Kota.

Susan dan Entis pertama kali bertemu pada sebuah acara seminar yang membahas seputar bisnis di era digital yang digagas himpunan mahasiswa ekonomi di kampusnya.

Sebagai mahasiswa baru, Susan sangat aktif bertanya dan mencatat setiap hal penting yang diutarakan narasumber. Saat Susan mengangkat tangan kanannya untuk bertanya, Entis yang kebetulan duduk sejajar dan hanya terpisah 3 orang mahasiswa spontan melihat ke arah Susan. Tampilan wanita itu sederhana; hanya mengenakan celana jeans dan kaus hitam polos berbalut sweater coklat. Rambutnya juga dibiarkan terurai begitu saja, sama sekali tak ditata sedemikian rupa. Pun demikian dengan riasannya, tidak berlebihan, tapi kecantikan naturalnya sudah sangat menawan.

Tingkat dag dig dug ser pada pertemuan pertama tersebut hanya sekitar 5% saja. Namun meningkat menjadi 85% pada pertemuan keduanya yang penuh drama. Pertemuan tersebut berlangsung di perpustakaan, di mana Entis dan Susan mengambil sebuah buku secara bersamaan dan sempat bersentuhan tangan, persis seperti adegan-adegan mainstream yang sering muncul di serial drama anak muda negeri ini. Lewat sentuhan yang hanya sesaat itulah percikan api asmara muncul dan membuat seorang Entis berdebar dadanya.

Entis tersenyum malu-malu sambil menatap kedua bola mata Susan yang indah tapi menurut temannya biasa-biasa saja, sementara susan merekahkan bibirnya seperti terpaksa.

"Oh, kamu aja," ujar Entis sambil memberikan buku itu pada Susan.

"Iya, terima kasih," Susan mengambil buku itu lalu berlalu menuju tempat bacanya semula.

Sesingkat itu! Padahal sebelumnya Entis berharap Susan juga mengatakan "oh, kamu aja," lalu Entis mengatakan hal serupa lagi, pun demikian dengan susan, terus saja seperti itu sampai salah satu diantaranya harus masuk kelas.

Beberapa saat ketika warasnya sudah kembali, Entis tiba-tiba merasa malu dengan pertemuan kedua yang penuh drama itu. Ia malu karena saat itu buku yang hendak diambilnya adalah buku Dasar-dasar Ekonomi, salah satu mata kuliah utama yang dipelajari di semester 1, sementara dirinya kini sudah menginjak semester 6. Duh, bisa gawat kalau Susan sampai nganggap gue mahasiswa bodoh, gumamnya.

Sejak hari itu, Entis memutuskan untuk mengenal Susan lebih dalam lagi. Mulai dari bertanya lewat teman-teman sekelasnya, mengikuti kesaharian Susan di kampus secara diam-diam dan mencari tahu seperti apa dirinya di media sosial. Dan hasil dari pengintaian tersebut berhasil menggenapi tingkat dag dig dug di hati Entis menjadi 100%. Susan Setiawan Tanjung adalah gadis yang selama ini ia cari. Berani merantau sendiri dari kampung halamannya yang jauh di pulau seberang untuk melanjutkan pendidikan di kota ini saja sudah membuktikan bahwa Susan adalah seorang wanita mandiri. Teman-temannya juga mengatakan bahwa Susan adalah mahasiswa yang baik hati dan pintar tapi kadang pelit memberi jawaban. Hal itu sudah cukup meyakinkan Entis bahwa Susan adalah wanita yang berdedikasi. Susan juga termasuk wanita yang lebih suka hidup di dunia nyata di banding dunia maya. Buktinya, unggahan di akun instagramnya hanya 10, itu pun sebagian besarnya hanya berupa gambar-gambar abstrak yang dilengkapi dengan caption semi filosofis. Benar-benar sempurna. Cocok buat gue yang pintar dan berdedikasi tinggi, ujar Entis dalam hati.

Belum puas dengan pengintaiannya, Entis lalu mengutus Max, teman sekelasnya yang mengaku titisan Sherlock Holmes untuk memastikan apakah benar Susan itu seperti yang diperkirakannya, atau ada beberapa hal buruk yang selama ini belum Entis ketahui. Max pun menuruti pinta Entis dengan imbalan traktir cilok isi tetelan selama seminggu berturut-turut. Lalu mufakat pun terbentuk antara keduanya.

2 hari kemudian Max mengaku sudah menemukan fakta terbaru tentang Susan, dan Entis sudah tidak sabar untuk mengetahuinya. Namun, dari wajah Max yang kusut dan sedikt kecewa, sepertinya kabar terbaru itu bukanlah kabar baik.

"Mana? Berita apa yang lo dapet, Max?" tanya Entis penasaran.

"Coba buka HP lo, Tis," jawab Max dingin.

Entis pun membuka ponsel pintarnya dan baru mengetahui bahwa ada 3 pesan masuk dari Max yang semuanya berupa foto. Dan, benar saja, bukan kabar baik. Foto pertama saja sudah membuat mulut Entis menganga dan kepelanya bergeleng-geleng tanpa ada yang menggeleng-gelengkan, belum lagi foto yang lainnya.

Di foto pertama, Entis melihat Susan masuk ke dalam mobil dengan seorang pria membukakan pintu untuknya. Di foto kedua, Susan dan pria yang sama tengah bergandeng tangan sambil tertawa bahagia di sebuah tempat perbelanjaan. Lalu di foto ketiga, pria yang sama memeluk erat susan di depan sebuah kamar kos yang kemungkinan besar milik Susan.

"Maaf, Tis," ujar Max penuh sesal.

"Enggak, Max. Lo gak usah minta maaf. Lo sama sekali gak salah, gue yang terlalu berharap bisa dapetin Susan."

"Bukan itu, Tis. Maksud gue, gue mau minta maaf karena sepertinya traktir cilok seminggu itu gak cukup, deh. Kemarin motor gue mogok, terpaksa gue pesen taxi buat ngikutin si Susan ke Mall dan..."

Max terus saja berbicara panjang lebar, menuntut kenaikan biaya atas jasa yang sudah dilakukan. Namun Entis sama sekali tak mendengarkannya. Dunia tiba-tiba menjadi hitam dan senyap. Entis telah tercabik-cabik batinnya. Apalagi pria yang memeluk Erat Susan di depan pintu kosan itu adalah Pak Ranggi, dosen muda yang mampu membelalak beratus-ratus pasang mata mahasiswi karena ketampanannya yang tak tertandingi. Dan Entis mengerti mengapa Susan tidak mengunggah foto bersama pasangannya di akun media sosial, ia tak mau mati diserang fans garis keras seorang Ranggi yang sebagian besar adalah mahasiswi-mahasiswi barbar yang gemar menggelar kerusuhan dengan cara tak terduga. Ya, cukup masuk akal.

Tapi bagaimanapun juga, Entis harus menyalahkan dirinya sendiri atas rasa sakit yang dirasakananya saat ini. Kini ia tahu, ada hal yang lebih penting sebelum kita mati-matian mencari tahu lebih dalam tentang seseorang yang kita cintai, yakni memastikan apakah orang tersebut sudah memiliki pendamping atau belum.

Entis yang kerap mengaku pintar pun kini hanya bisa merenungi kenyataan pahit sambil mengakui kebodohannya dalam dunia percintaan.

"Ya, mungkin gue masih amatir dalam hal seperti ini," ujarnya sambil tersenyum dan bangkit dari keterpurukan. Sementara di sampingnya Max malah mengernyitkan dahi dan mulai menjauh. Menurutnya Entis sudah tidak waras.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SIAPA YANG BODOH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang