2 - Look At My Eyes

12 4 2
                                    

Jimin mematikan telepon Jungkook. Lalu kemudian dia menunduk, masih dalam posisi duduknya yang berada di sebelah Hyesoo yang tertidur sofa. Jimin duduk di karpet, tangannya bertumpu di atas bantalan sofa disamping lengan Hyesoo.

"Hhhhhh...." Jimin menghela napas seolah-olah iya merasa sesak dan mencoba menghela napas beratnya, sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Agak pening, namun tidak tau sebabnya.

Ia menyandarkan kepalanya, dan bertumpu dengan tangan kanannya yang ada di atas bantalan sofa. Ia menyisir rambutnya sendiri dengan jemarinya dan sedikit jambakan, merasa peningnya juga cukup menyesakkan dadanya.

"Wae..?" tanya Hyesoo lirih, agak serak karena ia baru bangun.

"Eohh??! Hyesoo-ya..?!! kau sudah bangun?" Jimin terkejut tiba-tiba Hyesoo bertanya dan Jimin tidak sadar bahwa Hyesoo juga mendengar teleponnya dengan Jungkook.

Sebenarnya ia ingin bicara saat Jimin mulai duduk, tetapi kalah cepat dengan telepon dari Jungkook. Hyesoo memilih diam dan berpura-pura tidur.

"Kenapa kau berbohong?"

"Maksudmu berbohong?"

"Kenapa kau bilang sedang bersama geng 95L? Kenapa kau tidak bilang kau di apart ku? Apa mereka tidak tau kau pergi menjemputku?"

"Tidak, bukan begitu. Aku hany-"

"Jimin-a.. Kau orang yang paling aku percaya. Apa selama ini kau sering berbohong dengan hal kecil seperti ini kepada mereka? Kepada kakakku juga?" serang Hyesoo. Menatap penuh curiga, dan kesal.

"Apa yang kau takutan? Kita bersahabat. Mereka tidak mungkin marah kalau kau kesini-"

"Dengarkan aku dulu!" Jimin harus melakukan hal ini agar Hyesoo tidak menarik kesimpulan sendiri. Tapi dia lupa, gadis itu benci dibentak. Gadis dihadapannya mudah menjatuhkan tetes air matanya.

Benar saja, mata Hyesoo mulai merah dan ada genangan air yang siap jatuh kapan saja karena ia tidak menyangka akan mendengar bentakan dari Jimin. Tapi Jimin harus menjelaskan semuanya, agar ia tidak terus-menerus menahan dan bersembunyi.

"Aku menyukaimu."
Ditatapnya, gadis itu dalam-dalam. Kedua pupil coklat Hyesoo mencoba menerka maksud emosi dan perkataan Jimin.

"Mm..w..o?"
"Kang Hye Soo. Aku menyukaimu. Ma-sih! Menyukaimu." Ucap Jimin, tegas, namun perlahan mengadahkan kepalanya. Entah kenapa ia juga merasa sesak ketika mengungkapkan perasaannya ini. Tapi ia tidak tau harus sampai kapan menahannya lagi.

"Kenapa kau masih seperti itu Jimin?? Kita sudah membicarakan ini satu tahun lalu. Kau sudah sepakat, kita sudah membahas ini berkali kali. Jimiinnnnn... jangan mengatakan hal konyol itu lagi.."

"Konyol kau bilang? Hhha..ha ha" Jimin terkekeh dengan perasaan miris. Kedua matanya sudah ikut memerah, begitu pula dengan hidung, dan bibir penuhnya yang bergetar namun sekuat tenaga di tahannya. Ia harus menguasai emosinya.

"Hyesoo.. Kenapa kau mengira menghilangkan perasaan yang kau rasakan tapi kau tak boleh mengungkapkannya seolah-olah semudah membalikkan telapak tangan? Aku menghargai keputusan mu saat itu. Iya benar, aku paham kau tak ingin kita menjadi canggung suatu saat dan bermusuhan. Kau tidak ingin kehilangan persahabatanmu ketika perasaan ini harus kita lalui sebagai sepasang kekasih. Aku paham semua maksudmu, tapi apa aku pernah memaksakan perasaan ini padamu?"

Hyesoo diam. Ia cukup pening mengingat Jimin masih mempertahankan perasannya. Tapi ia semakin pening dengan kalimat tanya Jimin tadi.

Trapped in the MazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang