-; Seven

212 12 0
                                    

"lho, Daniel?"

Daniel dan lania serempak menoleh ke sumber suara. Sosok perempuan yang lania tebak seumuran berdiri tepat di hadapan mereka.

Gadis itu tersenyum, "gue kira, gue salah orang."

Raut Daniel tiba-tiba berubah, "ada perlu apa lo?"

"ah.. gue tadi lewat buat beli minum, terus gak sengaja liat lo. Cukup kaget sih, liat lo disini. Padahal dulu lo gak mau banget diajak ke tempat kayak gini,"

"oh iya, dia siapa?" gadis itu menunjuk lania, "pacar baru lo? Gue kira lo masih bareng sama Audrey."

"dia lania. Apa urusan lo tau hubungan gue sama dia?" selama mengenal Daniel selama kurang lebih 2 bulan, baru kali ini lania mendengar nada bicara seperti itu dari Daniel.

"oh lania. Kenalin, gue calista. Mantan pacarnya Daniel," ujarnya sambil mengulurkan tangan dengan angkuh. Demi kumis pak baskoro. Lania tak habis pikir, apa untungnya dia menyebutkan kalau dia mantan pacar Daniel?

"Lania," ia membalas uluran tangan calista dengan setengah hati.

"oh iya, Dan. Gue masih penasaran, kok bisa lo putus sama Audrey? Padahal dulu hubungan lo berdua anteng-anteng aja, tuh," Daniel masih bungkam, tak menghiraukan perkataan calista, "oh gue tau! Sebab papi lo gak suka, kan kalau dia beda sama lo."

Rahang Daniel mengeras. Andai sosok didepannya bukan wanita, sudah sedari tadi ia menonjoknya. "niel, minumannya udah jadi, tuh. Ayo. Kasian jendra nunggu kelamaan," lania berusaha menarik Daniel menjauh.

Calista tersenyum miring saat melihat mereka berdua berjalan menjauh.

***

"Are you okay, niel?" tanya lania saat mereka sudah cukup jauh.

Daniel menggeleng, "I'm okay. Tadi gue Cuma kemakan emosi doang waktu calista ungkit soal gue sama Audrey."

Lania menatap Daniel lamat, "lo masih ada perasaan sama Audrey?"

"perasaan gue ke Audrey pasti ada. Tapi bukan perasaan cinta lagi. Gue udah nganggep dia sahabat, temen, sekaligus adek gue."

"gue cuma gak suka kalau ada yang ungkit masalah perbedaan itu. Menurut gue, apa yang salah dengan beda tuhan? Gue—gue gak marah sama perbedaan yang ada antara gue sama Audrey. Gue cuma gak suka, itu aja."

Lania tertegun melihat sisi lain dari Daniel. Tanpa aba-aba, ia melangkah mendekat dan memeluk Daniel, tanpa menghiraukan pandangan orang disekitarnya.

"lo kuat, niel. Gue tau itu," lania menepuk pelan punggung Daniel.

"thanks, Lan"

***

"lo berdua kok lama beli minumnya, sih?" gerutu Audrey, "panas, nih."

"tadi lagi banyak pembeli." Dusta lania. Tidak mungkin ia mengatakan kalau ia barusaja bertemu dengan calista.

"lo gimana, ndra? Udah enakan?" tanya Daniel dan dijawab anggukan kecil dari jendra, "habisin aja dulu minuman lo, baru kita lanjut lagi," titah Daniel.

Daniel duduk meminum green tea miliknya dengan pikiran masih tertuju ke kejadianan yang tadi. Lania diam diam memperhatikan Daniel. Ia tak menyangka, sosok yang ia pikir kuat ternyata rapuh.

Jendra berdiri, "yuk ke wahana lain. kan gak lucu kalau kita kesini cuma buat duduk aja."

Dan mereka menghabiskan hari dengan bermain disini. Mulai dari wahana ekstrem, hingga wahana untuk segala umur. Untuk saat ini, Lania cuma berharap Daniel melupakan masalahnya untuk seharian ini.

Beautiful Goodbye [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang