Dulu kau sering bercanda dengan merengek ingin makan di restaurant mewah yang kita lewati saat aku mengantarmu pulang.
Meski itu hanya candaan, tapi aku merasa gagal karena tak bisa membawamu ke tempat-tempat itu.
Bahkan untuk membelikanmu hadiah ulangtahun yang tak seberapa saja aku harus menambah jam kerja sambilanku.
Sungguh, melihat binar matamu saat menerima kotak kado yg berukuran kecil dariku itu adalah momen paling bahagia dihidupku.
Padahal kau telah menerima kotak-kotak besar dari teman-teman lelakimu.
Tapi, kau memilih membuka kado dariku yang tak seberapa itu.
Waktu itu kau tak pernah mengeluh, meski bersamaku kau sering kepanasan dan kehujanan karena membonceng motor bututku.
Kau selalu bilang "Aku lebih suka kehujanan dan kepanasan asal aku bisa memelukmu dari belakang seperti ini."
Aku tau kata-katamu itu tulus, tapi tetap saja siapa yang tega membiarkan kekasihnya menderita?
Apa pantas aku disebut kekasihmu? Bahkan melindungimu dari panas dan hujan saja aku tak mampu.
Disaat banyak lelaki kaya yang ingin menjemputmu dengan mobil mewah dan aku yakin bisa memberikanmu apa saja yang kau mau, kau lebih memilihku yang mana sama denganmu.
Sungguh, saat-saat itu adalah waktu yang sangat berharga bagiku .
Bisa menggenggam tanganmu, memelukmu dan mendengar suaramu tiap hari.
Aku sangat bersyukur.
Hingga saat itu tiba...
Ibumu telah lama tahu bahwa kita lebih dari sahabat.
Tapi beliau lebih memilih diam, karena sejak ditinggal ayahmu kau jadi pemurung dan akulah yang bisa membawa kembali senyumanmu itu.
Ibumu pernah bilang "Seandainya kamu laki-laki Shani, Ibu akan mempercayakan Gracia padamu."
Tak ada yang lebih menyakitkan daripada hari itu. Aku tertampar oleh kenyataan.
Aku ingat tangismu saat aku bilang "Aku ingin kita putus, kita tak bisa bersama lagi."
Saat itu aku berusaha sekuat mungkin agar tidak menangis.
Sungguh, melihatmu menangis dan menerima tatapan terluka dan kecewa darimu itu rasanya lebih buruk dari mati.
"Apa aku ada salah sama kamu? Kalau iya aku minta maaf. Aku akan berubah, tapi kumohon jangan begini. Aku...aku tak sanggup tanpamu Shani." Katamu sambil terisak waktu itu.
"Bukan kamu yang salah. Hubungan ini yang salah. Maaf, aku tak bisa lagi." Ketika mengucapkan itu hatiku rasanya disayat dengan perlahan. Begitu perih dan menyakitkan.
"Kamu bohong!" Teriakmu pilu.
Aku tak menjawab sepatah kata pun setelah itu dan hanya berbalik dan berjalan ditengah hujan.
"Jika kamu berjalan selangkah lagi, aku akan benar-benar membencimu Shani!" Teriakmu mengalahkan gelegar petir yang bersahutan.
Aku sempat terhenti dan membiarkan hujan menyamarkan airmataku yang telah mengalir deras, tapi akhirnya aku tetap melangkah pergi.
Dan kejadian 5 tahun lalu itu masih teringat jelas hingga kini.5 tahun bukan waktu yang sebentar, rasanya seperti selamanya tanpamu disisiku.
Bahkan kini aku sengaja kembali ke kota kita dan makan ditempat paling mewah yang dulu sering jadi bahan candaanmu.
Aku memesan persis seperti apa yang kau mau. Wagyu Steak medium rare dan red wine terbaik di kota ini.
Meskipun bukan kamu yang duduk di depanku, tapi setidaknya aku berhasil ada disini dengan usahaku sendiri.
Ironi memang.
Disaat aku bisa membelikan apapun yang kau mau, mengajakmu kemanapun kau mau, aku justru tak memilikimu.
Rasanya begitu hampa. Seolah, apa yang kupunya sekarang tak ada artinya.
Aku rela menukar semua yang kumiliki ini dengan bersamamu.
"Sayang, kenapa melamun?" Tanya gadis berperawakan tinggi tapi memiliki wajah kekanakan di depanku ini.
"Ah maaf, tidak apa-apa hanya sedikit terkenang masa lalu." Jawabku dengan senyum palsu yang sudah seperti sebuah kebiasaan. Sebenarnya aku kasihan pada gadis di depanku ini. Karena dia begitu tulus dan sabar mencintaiku, sedang aku masih setengah hati padanya.
Sikap polos dan apa adanya miliknya sanggup sedikit meluluhkan hatiku yang beku sejak malam berbadai dimana kita berpisah.
Perhatiannya yang tulus meski sering kutolak dengan kasar akhirnya perlahan menggeser posisimu dihatiku.
"Apa kamu sedang tak enak badan? Badanmu hangat sayang." Lihat betapa dia begitu khawatir padaku, bagaimana bisa aku mengabaikannya?
"Kita kembali saja ke hotel ya? Biar aku yang mengemudi." Dia bergegas membereskan barang-barang kami dan hendak membayar bill.
"Hei, aku gapapa Ta, kita bisa tinggal sebentar lagi." Kataku menenangkannya sambil menggenggam lembut tangannya.
"Tapi kamu terlihat kurang sehat sayang, aku gamau kamu sakit." Seandainya itu kamu Gracia, aku pasti lebih bahagia dari ini.
Akhirnya karena tak tega melihat wajah polosnya terlihat begitu mengkhawatirkanku, aku pun menurutinya mungkin memang aku sedang tak sehat. Terutama hatiku...
Saat aku dan dia berjalan kearah mobilku, aku melihatmu.
Aku tak salah lihat, itu memang dirimu. Sedang berjalan dengan merangkul mesra lengan seorang lelaki yang tak asing.
Dia adalah Frans, sahabat kita yang diam-diam memendam rasa padamu sejak lama saat itu.
Melihat dirimu bersamanya entah mengapa membuatku lega.
Setidaknya kau bahagia, terlihat dari tawa kalian yang begitu lepas.
Belum lagi, gadis kecil yang ada dalam gendongan Frans. Itu pasti putri kalian kan ?
Tanpa sadar aku ikut tersenyum melihat keluarga bahagiamu.
"Jadi itu gadis yang pernah atau mungkin masih memenuhi hati dan pikiranmu? Gadis yang namanya tanpa kau sadar selalu terucap saat kau menggigau?" Kata Okta sambil mengikuti arah pandangku. Ada sedikit nada cemburu dari ucapannya.
"Pantas saja aku tak pernah benar-benar memenangkan hatimu." Lanjutnya dengan sorot mata yang meredup sayu.
"Hei, itu tidak sepenuhnya benar." Sangkalku.
"Kuakui sesaat lalu aku pun berfikir begitu. Tapi saat melihatnya bisa tertawa lepas, aku pun merasa lega. Dia telah bahagia dengan keluarga kecilnya. Jadi kurasa aku pun berhak berbahagia denganmu. Aku jadi berfikir, mungkin aku ingin memiliki seorang bayi mungil bersamamu." Jawabku sambil tersipu.
"Ma...maksud kamu?""Ya, aku mau jadi pendamping hidupmu dalam susah ataupun senang, dalam keadaan sehat maupun sakit hingga maut memisahkan kita Ota."
"Akhirnya...." airmata haru mengalir deras dipipinya.
"Perjuanganku selama beberapa tahun ini gak sia-sia. Terima kasih Shani, aku gak akan mengecewakanmu." Katanya sambil memelukku erat. Pelukan yang begitu hangat dan melegakan. Kadang kita perlu patah hati yang begitu hebat untuk dapat bangkit dan terlahir menjadi diri kita yang baru.
Kita berhak membangun cinta lagi setelah patah hati, dan pastinya kita berhak berbahagia dengan apapun pilihan kita.
~~(END)~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet Story
FanfictionKumpulan OS GreShan yang sedikit manis, sedikit pahit.